Monday, November 19, 2007

Parameter Kualitas Minyak Atsiri

Banyak yang bertanya kepada saya via email perihal maksud dari parameter-parameter kualitas minyak atsiri yang termaktub dalam SNI (standar Nasional Indonesia). Sedikit tulisan di bawah ini semoga dapat dijadikan wawasan/pengetahuan awal mengenai aspek kualitas minyak atsiri.

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak atsiri adalah sebagai berikut :

1. Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi.


2. Indeks Bias


Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak jahe tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.

3. Putaran optik

Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri.

4. Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar.

5. Kelarutan dalam Alkohol

Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik.


Jadi sebenarnya, parameter-parameter di atas sangat erat hubungan dengan komposisi minyak atsiri. Memang yang paling baik adalah analisis kadar masing-masing komponen secara langsung menggunakan gas chromatography atau GC-MS. Dengan menggunakan metode ini, maka dapat diketahui apakah minyak atsiri tersebut sudah dipalsukan dengan atau ditambahkan komponen-komponen tertentu (adulterasi) karena seluruh komponen dan kadarnya dapat terekam. Biasanya para pakar atau praktisi minyak atsiri yang sudah berkecimpung lama dalam dunia ini sudah bisa mengenali kualitas minyak atsiri hanya dari bau dan aromanya saja alias menggunakan kepekaan alat indra (organoleptik).

Tetapi dalam kancah bisnis minyak atsiri di Indonesia, pengukuran parameter-parameter di atas hanya dilakukan sebagai pendekatan untuk mengenali kadar komponen minyak atsiri yang diinginkan sebagai standar utama. Contohnya adalah minyak nilam dengan pathcouly alcohol (PA) sebagai parameter utama, minyak akar wangi --> vetiverol, minyak sereh wangi --> citronellal dan geraniol, minyak cengkeh --> eugenol, minyak kayu putih --> sineol, minyak kenanga/ylang-ylang --> benzil asetat, linalool, dan ester-ester lainnya, minyak massoi --> lactone, minyak jahe --> zingiberen, minyak pala --> myristisin dan sabinen, minyak cendana --> santalol, minyak jeruk purut --> citronellal dan sitral., minyak sereh dapur --> sitral.

SECARIK WANGI DI MALINGPING - KAB. LEBAK

Sabtu-Minggu (18 – 19 Nov 2007) saya ditemani rekan Awal Ramadhan (adik kelasku di Teknik Kimia ITB angkatan 2000 yang mengabdikan diri pada kayu massoi di Papua yang mungkin sebentar lagi akan jadi penyuling kayu massoi) memijakkan kaki di belahan Selatan Propinsi Banten, yaitu Malingping. Apa yang menarik di Kecamatan Malingping – Kab. Lebak, Banten? Kalau sudah masuk ke blog ini, dapat dipastikan yang menarik bagi saya bukanlah karena tempat ini santai, damai, dan jauh dari kesan "terburu-buru" seperti lazimnya kehidupan di kota-kota besar tetapi sebuah potensi besar minyak atsiri yang sudah dikembangkan oleh Perum Perhutani KPH Banten beberapa tahun silam, yaitu minyak ylang-ylang. Kecamatan Malingping memang cukup jauh dijangkau, kami menumpang bis AKAP dari Bandung menuju terminal Pakupatan-Serang lalu dilanjutkan dengan menumpang elf (sebuah angkutan umum yang dikenal sopirnya selalu ugal-ugalan dan sering ngetem) selama kurang lebih 3,5 jam. But it's no problem, yang penting happy...hehehe. Di sana kami diterima oleh Asper BKPH Malingping - Kang Avid Septiana yang sebelumnya sudah sering berkorespondensi via email (friendster tepatnya) mengenai romantika suling-menyuling ylang-ylang milik perum Perhutani ini.

Apa itu ylang-ylang? Kalau dilihat dari photonya mirip dengan kenanga yang selama ini banyak dijumpai sebagai tanaman pagar di halaman rumah. Tapi jangan salah, kedua tanaman itu berbeda. Ylang-ylang memang masih keluarga dengan kenanga. Nama latinnya saja Cananga odorata forma genuina. Tetapi ylang-ylang ini berbeda jenis dengan kenanga yang ditanam sebagai tanaman pagar baik dari sisi penampakan luarnya maupun kegunaannya. Di Indonesia sendiri dikenal dua jenis minyak atsiri yang berasal dari keluarga kenanga. Yang pertama adalah ylang-ylang oil dan yang kedua cananga oil. Cananga oil dihasilkan dari penyulingan bunga kenanga dari jenis Cananga odorata forma macrophylla. Pohon kenanga ini jauh lebih besar daripada kenanga ylang-ylang dan bisa mencapai ketinggian 30 – 35 m, sedangkan ylang-ylang 10 – 20 m saja.

Sejauh pengetahuan saya, baru Perum Perhutani lah yang mengembangkan ylang-ylang oil pada skala komersial di Indonesia. Produsen utama minyak ylang-ylang dunia adalah Madagasdar, Pulau Komoro, dan Pulau Reunion. Dahulu philipina merupakan produsen besar tetapi saat ini sudah tersusul oleh kedua negara tersebut akibat kurang baiknya sistem peremajaan kebun ylang-ylang di negara tersebut. Sedangkan daerah-daerah seperti Blitar dan Boyolali adalah penghasil cananga oil. Dari sisi harga, minyak ylang-ylang lebih mahal daripada minyak kenanga yaitu hampir dua kali lipat. Hal ini disebabkan dari sisi kualitas, kadar ester minyak ylang-ylang jauh lebih tinggi dari minyak kenanga. Dari wanginya saja, saya sudah bisa membedakan bahwa bunga ylang-ylang memiliki aroma yang lebih kuat dan lembut dibandingkan dengan bunga kenanga.

Bertanam ylang-ylang ternyata tidak sulit. Bibit bisa diperoleh dari persemaian biji maupun anakan yang terdapat di sekitar pohon induk. Jarak tanam biasanya 6 x 6 m sehingga dalam 1 ha lahan dibutuhkan sekitar 270 bibit. Dalam waktu 3-4 tahun pohon ylang-ylang sudah bisa dipanen bunganya untuk disuling. Dari sisi produktivitas apabila dipelihara dengan baik, pohon ylang-ylang rata-rata menghasilkan lebih dari 20 kg bunga per tahun dengan rendemen minyak antara 1% - 2% dengan sistem penyulingan yang baik. Jadi kalau dilakukan hitung-hitungan "bego" (baca=hitung–hitungan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor X), akan diperoleh omset sekitar (270 x 20 x 1,5% x Rp 750.000,-/kg minyak) = Rp 60.750.000,-/ha/tahun. Mmmhhh.....not bad at all.

Selagi menunggu musim panen ylang-ylang pertama semenjak ditanam, dapat pula menanam tanaman sela penghasil minyak atsiri lainnya yang usia panennya lebih singkat seperti nilam (pathcouly) dan sereh wangi (citronella), atau kemangi (basil). Kedua tanaman pertama dapat dipanen setelah 6 bulan dan selebihnya setiap 3-4 bulan sekali selama kurang lebih 3.5 tahun produktif apabila dirawat dengan sungguh-sungguh.