Tuesday, April 29, 2008

MINYAK KEMUKUS (Piper cubeba)

Aku perkenalkan kepada Saudara sekalian…………. Piper cubeba alias kemukus. Pernah dengar kata "kemukus"? Orang Jawa mengenal istilah "lintang kemukus" atau bahasa kerennya "komet" atau bintang berekor. Konon menurut mitos yang berkembang pada masyarakat Jawa, munculnya lintang kemukus merupakan pertanda terjadinya huru-hara, perang, maupun musibah. Konon kabarnya, sebelum meletusnya Agresi Mililter Belanda, pemberontakan PKI Madiun, maupun peristiwa G/30/S juga melibatkan firasat yang ditorehkan si lintang kemukus ini. Kemukus juga merupakan sebuah tempat petilasan untuk "ngalap berkah"di Kabupaten Sragen – Jawa Tengah. Yah, para penggemar mistik tentu tahu benar petilasan "Gunung Kemukus" sebagai warisan Pangeran Samudro yang konon kabarnya para peziarah diwajibkan untuk melakukan ritual seksual dengan sesama peziarah yang tidak ada hubungan suami-istri agar permintaannya dapat terkabul.

Namun, istilah kemukus yang masuk pada blog ini tidak ada hubungannya dengan kedua terminologi di atas. Kita akan berbicara mengenai minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman kemukus (Piper cubeba), atau dalam istilah orang Sunda disebut "rinu". Topik ini pernah aku pelajari saat kuliah dulu melalui skripsiku yang berjudul "Studi Distilasi dan Kemanfaatan Minyak Kemukus (Piper cubeba)". Adapun makalah ini dapat di-download di situs http://digilib.che.itb.ac.id/download.php?id=2718. Tapi ya seperti kebanyakan mahasiswa seperti diriku dahulu yang mengerjakan skripsi tidak dengan sungguh-sungguh alias "yang penting lulus, lah…hehehe", sehingga secara pribadi harus kuakui bahwa kualitas skripsiku jauh dari memuaskan.

Ada cerita lucu sekaligus memprihatinkan (menjengkelkan??) saat aku berburu buah/biji kemukus untuk keperluan skripsiku dulu. Aku tahu bahwa salah satu daerah penghasil kemukus atau rinu adalah Kabupaten Tasikmalaya – Jawa Barat. Tapi, aku tidak tahu di desa mana atau kecamatan mana persisnya. Akhirnya aku mencari informasi ke Dinas Perkebunan setempat dan diberikan sejumlah data statistik oleh petugas dinas (seingatku data statistik tahun 2000) mengenai data perkebunan dan produksi rinu di Tasikmalaya beserta sebarannya. Lalu aku kunjungi kecamatan dan desa yang menurut data tersebut merupakan penghasil rinu. Tetapi setelah aku tanyakan ke beberapa penduduk, jawabannya selalu sama, bahwa rinu dahulu (sekitar tahun 1990an awal) memang banyak ditanam warga desa, tetapi karena pasarnya sedikit tanaman tersebut sudah diganti oleh warga dengan komoditas yang lebih menjanjikan. Aku dan kawan-kawanku tertawa-tawa sekaligus jengkel karena mungkin saja data statistik tersebut hanyalah hasil "copy paste" dari tahun-tahun sebelumnya tanpa updating melalui survei lapangan. Yah…..beginilah keadaanya, mau gimana lagi…hehehe.

Pada akhirnya aku mendapatkan buah kemukus dari seorang pedagang/pengumpul hasil bumi di Kota Tasikmalaya, pedagang jamu-jamuan di Pasar Beringharjo – Yogjakarta, dan ternyata di kebun Bulik-ku yang terletak di Desa Gesing, Kec. Kandangan, Kab. Temanggung – Jawa Tengah juga terdapat beberapa buah pohon kemukus.

(Cat: Aku ini asalnya dari Temanggung – Jawa Tengah, meskipun cuma numpang lahir doang, aku cinta daerah ini dan punya obsesi bahwa kelak kampung halamanku harus memiliki komoditas atsiri unggulan…hehe)

Kemukus (atau juga disebut lada berekor/tailed pepper karena memang ada ekornya [lih. Gambar], seperti istilah lintang kemukus/bintang berekor) masih satu famili dengan lada sebagaimana kita kenal, yaitu famili lada-ladaan atau Piperaceae. Bahkan morfologi pohonnya juga mirip dengan lada [lih. gambar]. Buah kemukus dapat diambil minyak atsirinya dengan nama dagang "cubeb oil" melalui proses penyulingan uap atau sistem kukus. Saat ini, minyak kemukus merupakan salah satu minyak atsiri yang sudah diproduksi secara komersil di negara kita dan sudah menjadi komoditas ekspor meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. Harga jual internasional minyak kemukus asal Indonesia berada pada kisaran 80 - 90 US$/kg (menurut uhe.com). Pada waktu aku mengerjakan skripsi dulu, sempat berkirim email ke salah satu eksportir minyak atsiri perihal harga minyak kemukus ini. Beruntung mendapatkan balasan dari eksportir tersebut, yaitu sekitar Rp 600.000,-/kg (tahun 2001-2002).

Menurut Om Wiki, Piper cubeba merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak ditanam di Jawa atau Sumatra sehingga kadang-kadang disebut "Java Pepper". Sebuah situs lainnya pun mengamini hal serupa bahwa sebagian besar kemukus ditanam di Jawa, sebagian kecil di Afrika seperti Sierra Leone dan Congo. Jadi tanaman ini dapat dijadikan komoditas unggulan minyak atsiri nusantara seperti halnya minyak nilam, minyak akar wangi, dan minyak pala.

Minyak kemukus sebagian besar diambil dari buahnya (kering). Hasil penelitian Balitro oleh Rusli dan Laksmanahardja (1982) diperoleh rendemen buah kemukus kering tertinggi adalah 7.53% (w/w) pada penyulingan selama 9 jam dan kecepatan penyulingan 0.58 liter/jam/kg. Berat bahan yang disuling sekitar 1,8 kg. Buah kemukusnya diperoleh dari Kebun Bandarrejo, Semarang – Jawa Tengah. Sedangkan hasil skripsiku dahulu diperoleh rendemen tertinggi buah kemukus kering asal Tasikmalaya – Jawa Barat sebesar 11.3% (w/w) dengan waktu penyulingan 5 jam. Tetapi hasil ini diperoleh pada skala laboratorium dengan hidrodistilasi menggunakan metode Clavenger dengan berat bahan 100 gr saja. Sedangkan hasil penelitian Elfahmi (2006) memberikan rendemen sebesar 11.8 (v/w) menggunakan metode hidrodistilasi selama 4 jam dengan berat bahan 20 gr. Adapun buah kemukusnya diperoleh dari Jatiroto, Kab. Temanggung – Jawa Tengah (yah, kampung gue lagi, deh…hehe, masuk jurnal internasional pula :p). Secara teoritis, kadar minyak atsiri pada buah kemukus kering adalah 10-18% (w/w) (Govindarajan, 1977).

Minyak kemukus banyak digunakan sebagai penguat rasa pada makanan dan penggunaannya dalam bidang farmasi sudah diketahui sejak zaman dahulu sebagai salah satu komponen ramuan tradisional/jamu karena bersifat antiseptik, diuretik, karminatif, dan ekspektoral. Khasiat kemukus terutama untuk penyakit kelamin (gonorrhea), leukorea, bronchitis, radang kantung kemih, disentri dan penyakit perut lainnya. Bahkan minyak ini juga digunakan sebagai campuran saus rokok untuk penyakit asma. Pada tahun 2001, perusahaan flavor and fragrance terkemuka asal Swiss, Firmenich, mematenkan cubebol yakni salah satu komponen yang terkandung dalam minyak kemukus sebagai cooling and refreshing agent. Menurut dosenku (Pak Tatang), kandungan monoterpen dan seskuiterpen-nya yang cukup besar (juga rendemennya besar) memungkinkan minyak kemukus dikonversi menjadi biokerosin (minyak tanah dari bahan nabati) seperti halnya biodiesel dari jarak pagar atau minyak sawit serta bioetanol dari tanaman yang mengandung pati/glukosa. Tetapi tentu saja konversi minyak kemukus menjadi bahan bakar biokerosin secara ekonomi masih menjadi mimpi pada saat ini.

Ditinjau dari sisi kimiawi, kandungan minyak kemukus meliputi a-tujen, a-pinen, sabinen, limonen, trans-sabinen hidrat, a-kopaen, b-elemen, kariofilen, epi-cubebol, cubebol, guaiol dengan komposisi yang diperoleh menggunakan alat instrumen GC-MS (Elfahmi, 2006)

Hitung-hitungan ekonomi sederhana, yuk. Kalau 1 kg kemukus kering harganya Rp 35.000,-. Harga minyaknya Rp 600.000,- dan rendemen rata-rata 9%. Maka Gross Profit Margin (GPM) untuk mengolah 100 kg buah kemukus adalah : Rp 1.900.000,- (belum termasuk bahan bakar, tenaga kerja, dan operasional lainnya).

Informasi lebih lengkap mengenai perkebunan dan data statistik lainnya mengenai komoditas kemukus, silakan menjelajahi situs berikut:

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=teknologi.2.9

Thursday, April 24, 2008

LITSEA CUBEBA OIL: Sebuah Wangi yang Tersembunyi

Kemarin malam aku ditelepon si Awal Ramadhan (adik kelasku dulu di ITB dan sekarang sudah menjadi salah satu juragan kayu massoi di Papua…hehe), dia bertanya mengenai minyak litsea cubeba (litsea cubeba oil). Usai telepon aku termenung, ingat akan kejadian-kejadian beberapa tahun silam saat aku masih kuliah tingkat 3.

Pertama kali aku mendengar dan mengenal dunia minyak atsiri pada masa-masa itu ternyata bukanlah minyak nilam, minyak sereh, minyak pala, minyak cengkeh, atau minyak atsiri apapun yang sudah cukup familiar di Indonesa. Yah, aku pertama kali kenal istilah minyak atsiri berawal dari minyak litsea cubeba ini.

Setidak-tidaknya, tanaman pertama kali yang aku lihat dan sadar bahwa tanaman itu adalah sumber minyak atsiri adalah litsea cubeba. Memang banyak tanaman di sekitar kita yang bisa diambil minyak atsiri sepeti jahe, kunyit, jeruk, lengkuas, sereh dapur, dll. Tapi pada saat itu aku belum sadar bahwa tanaman itu juga penghasil minyak atsiri.

Ceritanya begini, waktu itu aku dan beberapa teman seangkatanku diajak bepergian oleh seorang dosen yang cukup idealis dan sangat populer terutama dalam bidang energi terbarukan yaitu Dr. Ir. Tatang H Soerawidjaja (saat ini menjabat sebagai Ketua Forum Biodiesel Indonesia) ke hutan yang masih termasuk wilayah kawasan wisata Gunung Tangkuban Perahu – Jawa Barat. Dengan berbekal informasi awal dari buku tua (1950) karangan K. Heyne (orang Belanda) yang telah diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan (1987) berjudul "Tanaman -tanaman Berguna Indonesia", kami bertanya-tanya pada petugas tempat wisata dan kepada penduduk yang membuka kios di sekitar Tangkuban Perahu dimana gerangan letak tanaman "Kilemo" (sebutan orang Sunda untuk tanaman Litsea cubeba ini), Akhirnya, kami masuk menelusuri kedalaman hutan ditemani oleh penjaga kios. Bau wangi khas sitral (pada waktu aku belum tahu wangi sitral) memang sedikit terasa saat kami mendekati pohon ini. Kami menemukannya di kedalaman hutan dan ternyata ada beberapa buah pohon lagi di sana. Menurut si penjaga kios tadi, Kilemo biasanya digunakan penduduk sebagai pengusir ular dengan menaruh batang pohon yang wangi ini di rumah mereka. Dan kalau tidak salah, batang-batang Kilemo banyak dijual penduduk di sekitaran jalan setapak dalam kawasan wisata Gunung Tangkuban Perahu sebagai buah tangan. Sementara dosen aku menjelaskan akan potensi minyak atsirinya. Tak lupa kami mengabadikan pohon ini dan bagian-bagiannya (sayang, photonya ada di teman saya. Buat Dewi Mersitarini kalau baca tulisan ini mohon saya dikirimkan photo petualangan kita dulu…hehe). Pak Tatang juga mengambil beberapa bagian pohon ini untuk diambil minyak atsirinya. Tak lupa beliau juga mengambil beberapa anak pohon yang kecil untuk ditaman di kebun pribadinya. Saat ini aku belum tahu kabar pohon-pohon kecil yang beliau tanam dulu apakah saat ini sudah tumbuh besar atau malah mati. Dalam perjalanan waktu, kami bekali-kali mengunjungi tempat ini kembali (agaknya sekarang aku sudah lupa letak pastinya…hehe).

2 tahun kemudian, saat aku dan beberapa rekan jalan-jalan ke Ciwidey-Bandung Selatan, aku kembali menemukan pohon ini dalam jumlah beberapa di sekitar Kawasan Wisata Kawah Putih – Gunung Patuha, Jawa Barat.

Litsea cubeba oil merupakan salah satu komoditas minyak atsiri yang diperdagangan di dunia. Penghasil utama minyak ini adalah RRC dengan tingkat produksi di atas 1500 ton/tahun. Harga internasional minyak ini pada akhir tahun 2007 sekitar 17 US$/kg. Litsea cubeba oil merupakan sumber sitral dimana kandungan sitral minyak ini di atas 70%. Melihat fungsinya sebagai sumber sitral, maka minyak ini dapat dikatakan bersaing dengan minyak sereh dapur (lemongrass oil) yang juga sebagai sumber sitral. Sitral merupakan komponen yang cukup penting dalam dunia flavor dan parfumery. Sitral juga dapat dikonversi secara kimia menjadi komponen-komponen penting lainnya baik dalam dunia parfumery maupun farmasi, seperti ionon.

Aku kutif dari sebuah sumber tertulis di internet "Small quantities of Litsea cubeba oil are produced on Java, Indonesia, but from the leaves rather than the fruits and it is not rich enough in citral to be suitable for export". Hal ini sejalan dengan informasi yang diberikan oleh Si Awal via telepon tempo hari. Dia mengatakan bahwa di daerah Cepu-Jawa Tengah pernah ada yang menyuling minyak ini dan diekspor ke Australia. Tapi dia sendiri tidak yakin apakah aktivitas ini masih berlangsung hingga saat ini. Orang Jawa menyebut tanaman ini "krangean" atau "trawas".

Balitro pun pernah meneliti minyak ini yang tertuang dalam makalah yang berjudul "Tanaman Minyak Atsiri Baru : Clausena, Adas (Foeniculum), Backhousia citriodora, dan Litsea cubeba)" dalam Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Indonesia 6(1) hal. 66-73 yang ditulis oleh Zamarel, S. Rusli, dan A. Djisbar tahun 1990. Perasaan aku dulu pernah kopi makalah ini dari perpustakaan Balitro, tapi setelah dicari-cari dalam arsipku ternyata tidak ada. Pastinya akan banyak informasi seputar minyak ini dari makalah tersebut terutama mengenai rendemen minyak dari beberapa bagian tanamannya. "Rendemen minyak atsiri yang diambil dari buah tanaman ini berkisar antara 3 – 5%", sebut sebuah sumber.

Penasaran pengen lihat bentuk tanaman dan buahnya? Karena photo-photo kita dulu masih di tangan rekan saya, terpaksa aku ambilkan dari internet.


Wednesday, April 16, 2008

Horee...Juara di Shell LiveWire Business Start Up Awards 2008

Syukurlah, akhirnya bisa menjadi salah satu pemenang (9 orang) [dengan nilai tertinggi pula..:)] dari 14 finalis di ajang SHELL LiveWire Business Start-Up Awards 2008. Kegiatan ini merupakan program investasi sosial PT Shell Indonesia bekerjasama dengan UKM Center FE-UI yang bertujuan untuk memotivasi para entrepreneur muda berusia 18-32 tahun yang sudah menjalankan bisnisnya paling lama 2 tahun. Pada event ini saya membawa nama PT. Pavettia Atsiri Indonesia sebagai produsen minyak atsiri dan manufacturing alat-alat produksi minyak atsiri. Setelah melalui 4 tahap penjurian (mulai dari administrasi, survey lokasi, hingga wawancara), akhirnya dilakukan penjurian final dengan 14 finalis pada tanggal 10-11 April 2008 bertempat di Ritz Charlton Hotel - Mega Kuningan dengan tim juri yang OK dan kompeten. Selain mendapatkan hadiah utk pengembangan bisnisnya, 14 finalis ini akan mendapatkan pembinaan, pelatihan, dan konsultasi bisnis dari SHELL selama 2 tahun.

Semoga dengan adanya penghargaan ini dapat lebih termotivasi untuk berkarya lebih baik bagi kedigdayaan minyak atsiri Indonesia....:)

Info lebih lengkap klik:
http://www.ukm-center.org/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=537