Kalau saya ditanya orang yang ingin mengembangkan minyak atsiri beserta agribisnisnya, biasanya saya jawab; kalau tidak nilam ya sereh wangi (kadang-kadang juga menyebutkan jahe sunti/emprit kalau di penanya “ngotot” minta alternatif lain selain kedua jenis minyak atsiri tersebut). Mengapa? Selain karena pasarnya sudah terbentuk dari dulu sehingga mudah dipasarkan, juga karena kedua komoditas ini cepat dipanen. Dalam hal jangka waktu panen, nilam dan sereh sama yaitu panen pertama setelah 6 bulan saat tanam dan panen berikutnya setiap 3 bulan sampai tanaman tersebut produktivitasnya dianggap rendah (rendah itu relatif, lho). Kalau saya jawab; pala, kayu putih, kenanga, ylang-ylang, cengkeh, dan tanaman keras lainnya….. kasihan juga kalau harus menunggu waktu panen yang cukup lama.
Well… nilam sudah terlalu sering dibahas orang dan paling familiar dari semua jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia. Makanya di sini saya sempatkan untuk bertutur mengenai sereh wangi atau citronella oil. Waktu membuat tulisan ini saya juga teringat kata-kata salah satu eksportir minyak atsiri yang sudah cukup terkenal (baca = PT. Djasula Wangi) pada saat bersama-sama menjadi pemateri workshop di sela-sela kegiatan ”Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2008” di Surabaya Desember tahun lalu. Beliau memberikan makalah berjudul ”Perkiraan Minyak Atsiri yang Masih Berpotensi di dalam Krisis Global ” di mana disebutkan bahwa salah satu jenis minyak atsiri tersebut adalah minyak sereh wangi (yang lainnya cengkeh). Pada makalahnya dikatakan bahwa sudah hampir 1-2 tahun belakangan pasokan minyak sereh wangi jauh berkurang karena rendahnya harga pada saat itu yaitu sekitar Rp 40.000,- s/d Rp 50.000,- per kg untuk menyesuaikan dengan harga minyak sereh wangi dari China dan Vietnam yang jauh lebih murah. Dengan berkembangnya ekonomi di China, maka penyuling-penyuling sereh di sana enggan memproduksi apabila harga tidak dinaikkan. Alhasil, saat ini harga minyak sereh mulai merangkak naik dan minyak sereh Indonesia pun mulai dapat bersaing kembali di pasaran internasional.
Saya juga cukup sependapat dengan beliau. Pemanfaatan sereh wangi dewasa ini mulai meluas. Biasanya kalau kita bicara minyak atsiri, maka persepsi awal yang mencuat adalah ”untuk parfum/pengharum atau dunia farmasi/obat-obatan”. Sereh wangi saat ini mulai dikenal orang sebagai salah satu komponen pada octane booster untuk menghemat bahan bakar bensin dalam kendaraan bermotor. Sereh wangi juga dipakai pada beberapa campuran bahan untuk insektisida/pestisida serta campuran untuk anti nyamuk. Kalau sudah bicara aplikasi yang berkaitan dengan energi (baca=bahan bakar bensin), tentu saja permintaannya mendatang bisa lebih besar di saat orang banyak berfikir ke arah efisiensi energi meskipun bisa saja harga komoditas ini malah menjadi turun jika supplainya sudah membesar. Pun, bagaimanapun juga jangan sampai biaya penambahan aditif bahan bakar justru lebih besar daripada nilai penghematan bahan bakarnya itu sendiri....hehehe. ”Sama aja boong, dong!!” teriak temanku saat kita berdiskusi mengenai masalah ini.
Orang awam masih suka bingung apa bedanya sereh dapur dengan sereh wangi. Ya.... jelas beda meskipun sama-sama dari suku rumput-rumputan (gramineae). Yang satu itu nama kerennya Cymbopogon nardus, yang lainnya Cymbopogon citratus. Wanginya saja sudah jauh berbeda. Sereh dapur wanginya seperti lemon karena kandungan citral nya yang tinggi (makanya juga disebut lemongrass/rumput lemon). Sedangkan sereh wangi baunya seperti apa ya? Ohh.....kalau pernah beli minyak tawon dan mengolesinya di lengan, nah.... baunya seperti itu...hehe. Soalnya saya masih belum paham mengenai kamus terminologi bau-bauan para kaum flavorist itu. Ada camphoraceous, greeny, woody, spicy, floral, dll yang belum saya ketahui definisinya. Kandungan utama minyak sereh wangi adalah citronellal, geraniol, dan citronellol. Katanya sih ketiga senyawa itu yang dituding menjadi ”biang kerok” keampuhan minyak sereh wangi sebagai octane booster. Dari sisi ”penampakan” (wah, kaya hantu aja...hehe), kedua sereh itu juga bisa dibedakan secara kasat mata. Sereh dapur daunnya agak ramping dan bonggolnya berwarna putih, sedangkan sereh wangi daunnya agak lebar dan bonggolnya warna merah keunguan (jenis mahapenggiri)..
Well, saatnya kita bicara minyak atsirinya. Bagian apa dari tanaman sereh wangi yang diambil minyak atsirinya? Bukan bonggolnya, lho tapi daunnya. Daun sereh wangi dipangkas dan disuling sedangkan bonggolnya ditinggalkan di tanah sehingga bisa tumbuh daun kembali dan dapat dipanen lagi 2,5 - 3 bulan kemudian. Yah.. begitu seterusnya sampai tanamannya hidup segan mati tak mau, alias produktivitasnya rendah dan tidak ekonomis untuk dibiarkan hidup lebih lanjut. Kasihan juga tuh si sereh, habis manis sepah dibuang. Daun hasil panenan lalu disuling tanpa harus dicacah-cacah. Ada yang disuling segar maupun dikeringlayukan dahulu. Metode penyulingan yang dipakai adalah sistem kukus. Murah dan cukup fungsional untuk minyak sereh wangi. Sayangnya menyuling sereh wangi tidak bisa kapasitas kecil. Sekali menyuling minimal harus 500 kg bahan baku supaya diperoleh hasil yang signifikan. Rentang rendemen skala komersial sekitar 0,6 - 1 % (basis basah). Keuntungannya, menyuling sereh wangi waktunya singkat sekitar 3 jam atau paling lama 4 jam. Bahan bakarnya juga gratis karena ampas sereh wangi yang sudah disuling dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk penyulingan-penyulingan berikutnya. Sama dengan kasus penyulingan minyak daun cengkeh. Menyuling sereh wangi juga tidak perlu direpotkan dengan permainan tekanan seperti menyuling minyak biji-bijian atau kayu-kayuan, yang penting jumlah uapnya cukup besar untuk sejumlah bahan baku yang disuling.
Bagaimana dengan harganya, Mas. Harganya ada di kisaran Rp 80.000,- s/d Rp 90.000,- per kg. Sedangkan harga bahan baku jika membeli di petani sekitar Rp 300 – Rp 400,- /kg basah (tergantung negosiasi apakah harga kebun atau harga pabrik). 1 ha lahan dapat ditanam 20.000 – 25.000 pohon dengan produktivitas rata-rata 40-55 ton daun segar per ha/tahun dengan sistem budidaya yang baik.
Ingin tahu studi kelayakannya lebih lanjut, silakan mengikuti:
TRAINING PENGEMBANGAM BISNIS PERKEBUNAN DAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI GEL. III di Bandung-Subang, 21-22 Februari 2009.