Friday, December 30, 2011

Jenis-jenis minyak atsiri Indonesia (bag. 1)

Dear pembaca...
Tulisan ini berawal dari rasa penasaran saya setiap membaca artikel tentang minyak atsiri baik dari para peneliti, pengamat, penulis lepas amatir, maupun jurnalis (dan bahkan pada tulisan saya sendiri) yang selalu mengatakan bahwa "Dari sekitar 250-an (ada juga yang mengatakan 300-an) jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar internasional, Indonesia memiliki potensi sekitar 70-an jenis. Tetapi saat ini yang sudah diproduksi secara komersial baru sekitar 15-an jenis saja". Mmmh....sejak zaman mahasiswa dulu sewaktu pertama kali saya mengenal dan membaca-baca tentang minyak atsiri (pertengahan tahun 2000) sampai dengan kemarin ini, redaksional tersebut tidak pernah berubah. Yang berubah paling juga jumlah minyak atsiri yang telah diproduksi. Kalau dulu pertama kali saya baca artikel-artikel minyak atsiri disebutkan 12 jenis minyak yang sudah diproduksi, tapi saat ini sudah ada penulis yang berani mengatakan 18 jenis. Yah, cukup berbangga dong karena selama 10 tahun ini sudah ada perkembangan ditinjau dari sisi varian minyak atsiri yang diproduksi oleh negara kita.

Well... kembali ke rasa penasaran saya tadi, ya. Woww...70-an jenis?? Apa sajakah itu dan apakah benar memang memiliki potensi untuk dikembangkan di negara kita. Persepsi saya mengenai terminologi "potensi" adalah bahwasannya jenis tanaman ini dapat tumbuh dan mungkin juga sudah ada di negara kita meskipun pengembangan dari aspek agribisnisnya belum maksimal. Pada suatu malam, saya ngoret-ngoret kertas putih. Tetapi bukan menulis puisi/sajak di dalamnya seperti yang biasa saya lakukan sewaktu masih "muda" dulu...hihihi. Kali ini yang saya orat-oret adalah jenis-jenis minyak atsiri yang berpotensi dikembangkan di Indonesia yang konon katanya ada 70-an jenis itu. Yah, saya berfikir dengan membuka telinga, mata, dan hati seluas-luasnya yang tentunya dibatasi oleh pengetahuan/wawasan dan pengalaman saya selama ini. Hasil corat-coret itu (dalam pikiran dan pemahaman saya) berakhir pada poin 85. Artinya, proses membayangkan dalam awang-awang ini menghasilkan 85 jenis minyak atsiri yang "mungkin" berpotensi tadi.

Lalu saya mencoba jelaskan satu-persatu meskipun tidak mendetail. Yang mendetail, mudah2an nanti bisa diimplementasikan dalam sebuah buku besar minyak atsiri yang menjadi salah satu obsesi saya. Tulisan ini saya bagi menjadi beberapa bagian supaya pembaca tidak menjadi bosan. Urutan jenis minyak atsiri yang saya paparkan berdasarkan alfabet (dari A - Z). Berikut ini penjelasannya.

1. Agarwood Oil (Aquilaria malaccensis). Minyak ini sedang ramai diperbincangkan di tanah air karena harganya yang super mahal. Ya gaharu…... jadi ingat peribahasa “sudah gaharu, cendana pula” yang semestinya ditukar “sudah cendana, gaharu pula”. Pohonnya tumbuh liar di hutan-hutan, terutama di Papua dan Kalimantan. Tetapi kini sudah banyak dibudidayakan orang. Dengan melihat situasi pengembangan aspek budidayanya saat ini, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan pasokan minyak ini akan cukup melimpah. Dengan catatan, teknik budidaya untuk menghasilkan kayu gaharu berkualitas dilakukan dengan benar dan juga kehendak alam…hehe.

2. Alpinia Malaccensis Oil. Sesuai dengan namanya, tentunya minyak atsiri jenis ini diambil dari tanaman jenis species Alpinia malaccensis. Saya coba mencari dari berbagai referensi belum menemukan sebutan lain dari minyak ini di dunia perdagangan internasional. Orang Indonesia biasanya menyebutkan Laja Gowa atau lengkuas hutan. Sering dijumpai tumbuh liar di hutan-hutan tropis. Saya sendiri menanamnya satu petak hanya untuk koleksi pribadi dan pernah menyuling rimpang keringnya. Potensi bahan bakunya cukup besar, hanya perlu usaha lebih lanjut memasarkannya terutama untuk pasaran ekspor.

3. Alpinia Purpurata Oil. Orang Indonesia biasanya menyebut tanaman ini honje merah atau kecombrang dan ada pula yang menyebut lengkuas merah, tetapi nama Inggrisnya adalah Red Ginger. Juga banyak dijumpai tumbuh liar di kebun-kebun atau di hutan. Sering dipakai untuk tambahan rasa dan aroma pada sambal di pedesaan. Bunganya cantik, menurut saya cocok untuk tanaman hias…hehe.

4. Amyris oil (Amyris balsamifera). Jenis minyak ini juga sering disebut West Indian Sandalwood Oil. Sebenarnya saya sendiri masih menerka-nerka akan kebenarannya. Ceritanya begini, saya pernah membeli sekitar 250 cc minyak cendana Papua dari seorang rekan, selain untuk koleksi pribadi juga untuk keperluan penjualan retail bagi rekan-rekan yang memerlukannya. Aromanya memang mirip dengan minyak cendana (ex. NTT). Pada waktu itu pikiran saya belum tertuju pada nama Amyris oil, saya hanya menyebutnya sebagai Papua Sandalwood Oil. Seiring dengan berjalannya waktu disertai dengan proses pencarian informasi dan pembelajaran, akhirnya ada sedikit titik terang bahwa minyak cendana Papua ini sesungguhnya dihasilkan dari tanaman yang memiliki nama latin Amyris balsamifera yang dalam dunia perdagangan internasional sering disebut sebagai “Amyris Oil”. Saya sendiri belum pernah melihat bentuk pohonnya secara nyata. Tetapi kawan saya yang lain mengatakan bahwa tanaman ini banyak tumbuh juga di hutan-hutan Papua. Mohon koreksi bagi teman-teman pembaca jika ternyata analisis saya ini keliru dan tentunya disertai dengan penjelasan supaya bisa menambah wawasan juga.

5. Basil Oil (Ocium basilicum). Kadang sering disebut sebagai Sweet Basil Oil yang diambil dari tanaman selasih, salah satu jenis kemangi-kemangian. Saya sering dengar tanaman ini disebut sebagai kemangi Cina. Bukan tipe kemangi yang sering dipakai untuk lalapan. Bunganya berwarna ungu, meskipun ada juga yang berwarna putih. Pernah coba menyulingnya skala percobaan dengan bahan baku yang ditanam di kebun sendiri.

6. Bay Laurel Oil (Laurus nobilis). Pasti baru sadar deh kalau minyak atsiri jenis ini disuling dari daun salam yang biasa kita jumpai di dapur yang dipakai untuk penambah aroma tumis-tumisan. Banyak informasi mengatakan bahwa jenis daun salam yang banyak tumbuh di Indonesia bukanlah jenis Laurus nobilis, tetapi jenis Syzygium polyanthum. Mmmm….tidak masalah juga, bukan tidak mungkin suatu saat bisa kita ciptakan produk minyak atsiri baru berupa Indonesian Bay Leaf Oil :). Pohon salam ini hampir saya lihat setiap hari, mengingat di samping workshop kami (baca = bengkel pembuatan alat penyulingan) tumbuh membubung tinggi dan sering diambil daunnya oleh masyarakat sekitar untuk bumbu dapur yang gratis.

7. Benzoin Oil (Styrax benzoin). Cukup familiar dengan nama kemenyan. Siapa yang tidak tahu tanaman yang kental dengan aroma mistik ini…hehe. Pulau Sumatra adalah salah satu penghasil kemenyan yang cukup penting di dunia. Beberapa penyuling sudah mulai menyuling minyak kemenyan ini. Cukup berbeda dengan jenis minyak atsiri lainnya, minyak kemenyan dihasilkan dari proses penyulingan getah kemenyan kering (gum benzoin). Hati-hati menyuling minyak ini, salah-salah nanti dikira dukun yang sedang praktek…hahaha.

8. Black Pepper Oil (Piper ningrum). Indonesia merupakan salah satu produsen lada yang cukup diperhitungkan di dunia. Lada yang biasa disuling adalah lada hitam alias lada yang masih diselimuti oleh kulitnya. Sedangkan lada putih telah melalui proses pelepasan kulit sebelum dijual ke pasaran. Beberapa waktu yang lalu saya pernah meng-install alat penyulingan lada hitam milik sebuah perusahaan eksportir rempah-rempah.

9. Cajeput Oil (Meulaleca cajeputi). Di negara kita terkenal dengan nama minyak kayu putih. Banyak tumbuh liar di berbagai lokasi di tanah air dan yang paling terkenal adalah minyak kayu putih dari Pulau Buru. Saya sendiri pernah melakukan penyulingan minyak yang kaya senyawa cineole ini di Pulau Sumba-NTT dan Pulau Bangka. Potensi pengembangannya cukup besar baik ditinjau dari sisi bahan baku maupun dari sisi pasar (baik pasar ekspor maupun domestik). Coba bayangkan, ada berapa banyak merk-merk minyak kayu putih dan dan minyak telon yang beredar di pasaran retail saat ini.

10. Cananga Oil (Cananga latifolia). Salah satu jenis minyak atsiri yang sudah diproduksi secara missal di Indonesia di mana produsen utamanya adalah Kab. Blitar – Jatim dan sebagian di Boyolali-Jateng, Jenis yang disuling adalah jenis kenanga hutan yang tumbuh besar membubung tinggi. Bunga segarnya disuling menggunakan teknik penyulingan air (sistem rebus).

(bersambung ke Bag. 2)