Sunday, August 19, 2007

Asosiasi Petani, Produsen, dan Pelaku Agrobisnis Minyak Atsiri - Jawa Barat

mmmmhhhhh...... Disingkat AP3MA-JABAR??
Makhluk apa sih itu?
Yah... kita lihat saja kiprahnya nanti apakah memberikan kemanfaatan yang baik bagi pengembangan komoditas minyak atsiri dari berbagai aspek di Propinsi Jawa Barat pada khususnya.
Yang jelas, kemarin (Kamis, 16 Agustus 2007) aku ikutan merumuskan draft AD/ART organisasi ini di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prop. Jawa Barat dan dihadiri oleh beberapa penyuling dari 5 Kabupaten di Jawa Barat. Rencananya sih mau diresmikan tanggal 28 Agustus ini. Yah.....aku sendiri tidak bisa berharap banyak dengan organisasi ini (bukan pesimis, lho). Yang penting kenal dengan banyak penyuling, wawasan bertambah, tambah teman, tambah informasi, dan bisa share pengetahuan satu sama lain.

Cengkeh di Pulau Natuna....mmmhhh...

Email dari temanku Andry Hidayat :

Pak Dosen Ferry,
Beberapa hari lalu, saat gw off.
Gw ngobrol banyak ama Doni juga Iqbal…
Mengenai minyak cengkeh ini, gw “sedikit” tertarik ):
Tapi gak didaerah Cilegon. Melainkan didaerah Kepulauan Riau.
Biarlah daerah cilegon dan sekitarnya jadi garapan Iqbal dan Doni…):

Ada teman kerja gw, kami biasa sebut orang Local (pribumi)
Mereka tinggal di Pulau Matak, Tarempa dan kepulauan sekitar Natuna.
Daerah ini awalnya adalah daerah teringgal.
Dengan adanya beberapa perusahaan minyak beroperasi disini maka sedikit demi sedikit membangunlah daerah ini. Mungkin teman2 dari ITB yang di LAPI sedikit banyak tau daerah itu.

Nach, mereka tertarik dengan pembuatan minyak cengkeh.
Ditempat mereka banyak sekali pohon cengkeh.
Kemaren malem, gw minta Iqbal buat kirimin proposal yang dari elo.
Cuma mungkin cilegon dengan daerah Matak sekitarnya berbeda, maka perhitungannyapun akan berbeda

Kalo elo juga mau, mereka berniat untuk mengundang elo buat presentasi dan lain sebagainya.
Biarlah semua biayanya ditanggung oleh mereka… Gw tau, elo paling suka “keluyuran”..Pasti elo pengen juga melihat “dunia lain” di Negeri tercinta kita ini.
Tidak cuma daerah Kuningan, P. Bunyu-Kaltim, Bungbulang-Garut, Bali , ataupun daerah2 yang elo pernah kunjungin. Siapa tau elo juga bisa nemuin daerah seperti di Machu-Picchu, Peru (seperti impian elo!!!).

Kalo oke, akan gw kasih gambarannya daerahnya.
Salam,
Andry

Tanggapan Ferry 1

Hehehehe...Tahu aja lo "selera" gw....:p
Why not, gw sih OK2 aja asal diongkosin, gw khan suka yg gretongan...:p
Malah seneng dong bisa lihat "dunia lain" di negeri tercinta ini, apalagi kalau urusannya masalah perminyakan atsiri...
Lo sendiri ditempatin di Natuna ya.Dri, coba jelasin aja mengenai daerah yg lo maksud di email.

thanks bro,
-ferry-

Tanggapan Andry 2

Nich!!!
Gambaran lokasi:
Beberapa pulau yang terdapat perkebunan cengkeh.,
- Pulau Natuna (Kabupaten)
- Pulau Midai
- Pulau Sedanau
- Pulau Selasan
- Pulau Tembelan
- Pulau Palmatak
- Pulau Tarempa
- Pulau Mubur
Bandara untuk penerbangan perusahaan minyak ada di pulau palmatak (matak).
Pulau yang terdekat dari pulau matak adalah pulau tarempa dan pulau mubur.
Makanya target proyek ini kita prioritaskan didaerah pulau matak, pulau tarempa dan pulau Mubur.

Transportasi:
Jarak perjalanan dengan kapal motor (disini disebut “pompong) adalah:
- Matak ke Tarempa : 1.5 jam
- Matak ke Mubur : 0.5 jam
- Tarempa ke Mubur : 1 jam
Notes, kecepatan pompong normal, tanpa kebut-kebutan maupun salip-salipan…J

Untuk harga pompong dengan kapasitas 1 ton Rp. 12 jutaan
Sekali jalan mengitari ketiga pulau tersebut membutuhkan 10 liter solar.

Penerangan:
- Matak : Listrik hidup dari jam 5 sore sampai dengan jam 7 pagi
- Tarempa : Listrik 24 jam
- Mubur : Gak ada listrik
Jika perlu genset disini dengan kapasitas 3 kwh harganya 5 juta.

Nah, elo coba buat proposal lagi dengan gambaran seperti itu.
So, biar teman2 gw bisa ajuin itu dana ke pemda setempat.
Ya, itung2 membangun daerah lah…
Ntar produknya “lari” ke elo semua.

Soal transportasi buat bawa peralatan dari “ sana ” biar mereka yang urus perijinannya.

Kalo sempet dan kita bisa atur waktunya, elo bisa survey lansung ke lokasi dan bisa presentasi langsung ke masyarakat.
Transportasi dan akomodasi elo, mereka bisa tanggung dari Jakarta-lokasi-jakarta lagi.
Elo juga bisa bawa teman yang jadi “anak buah” elo.
Btw, kalo dari Bandung ke Jakarta ongkos sendiri ya?!?

Kalo project ini bisa jalan lancar, siapa tau elo bisa ketemu jodoh disini….

Ada lagi data yang dibutuhkan?

Ditunggu proposalnya…

Salam,
Andry Kasep

Tanggapan Ferry 2


Dri…..
Ini proposal msh kasar bgt, terutama ekonominya karena gw blm tahu bgt kondisi real-nya. Coba lo cek dlu kalau masih ada yg kurang. Hitungan keuangannya blm gw bikin model seperti kalau mau ngajuin kredit ke bank. Masih sederhana, namanya aja gambaran awal. Gw baru bisa bikin selengkap2nya kalau udah studi dan survey langsung ke lapangan. Baru deh bisa bikin studi kelayakan selengkap2nya apakah proyek ini layak dilaksanakan atau tidak.

Kalau emang mau investasi genset, penyulingan dibikin dimana aja ngga masalah. Biaya solar utk kapal motor ngakut bahan baku sama-sama aja kok. Khan rencananya juga ambil bahan dari 3 pulau yg berdekatan itu (Palmatak, Tarempa, dan Mubur).

Terus, biaya investasinya di proposal itu belum termasuk ongkos angkut alat sulit ke natuna. Perlu diketahui, alatnya nanti itu gede bgt (diameter 1,8 m dan tinggi 2,4 m), pakai besi karbon ketebalan 5 mm. Pokoknya super berat deh. Belum lagi konsender dan alat2 lain yg di Natuna ngga ada dan perlu disediakan dari P Jawa.

Biaya operasional juga belum termasuk ongkos kirim produk ke Jawa, karena pastinya produk minyak cengkeh itu akan dijual di Jawa khan.

Kalau emang bakal dirintis sebagai proyek PEMDA, sebenarnya khan ngga usah ambil untung gede2 untuk pabrik penyulingannya, asal dikelola secara profesional dan berkelanjutan. Jangan cuma proyek aja, trs habis itu ditinggalin. Atau ada masakah dikit, ditinggalin. Kalau untuk PEMDA sih yang penting untuk pengembangan masyarakat lah....hehe (ideal-nya, sih.. :p). Dalam bentuk apa??
1. Limbah daun dan tangkai cengkeh termanfaatkan à petani dapat duit tambahan dari komoditas cengkeh selain bunganya.
2. Menyerap tenaga kerja, gw perkirakan butuh (3 x 2) + 2 = 8 orang.
3. Sisa laba pengoperasian pabrik, buat pengembangan pabrik dan proyek2 lain yg sifatnya bergulir utk kesejahteraan masyarakat. (hehehe....bahasa gw dah kayak pejabat aja, nih.... :p)

Tapi kalau emang harus dibuat swasta (pakai investor pribadi), ya pastinya harus nyari untung dong...hehehe.

Gw tunggu tanggapannya.

-ferry-

Wednesday, August 01, 2007

Tanya : Minyak Nilam

Question from Joni Minggu
Salam kenal Mas Ferry,Saya Jon dari makassar dan saat ini mencoba memulai usaha minyak nilam. Saya menjalin kerjasama dengan para petani dari daerah saya, dan saat ini mereka mulai menanam nilam (sebagian sudah siap panen) dan mereka meminta saya untuk memasarkan daun nilam kering, tapi pertimbangan saya biaya transportasi ke luar sulawesi lumayan besar maka saya berpikir untuk menyediakan alat penyulingan. Saya mau membuat alat penyulingan untuk kapasitas 200 kg/batch dan sedang mencari jalur pemasaran minyak nilam.Saya mulai surfing dan ketemu sama blognya mas Ferry dari PT Pavettia dan tentunya berharap saya bisa menjalin kerjasama dalam jangka panjang dengan Mas Ferry. Apakah Mas Fer bisa membantu saya desain alat penyulingan minyak nilam sesuai kapasitas 200 kg/batch (desain teknis dan sistim kontrolnya), dan apakah Mas Fer bisa menampung hasil produksi kami nantinya. Kemudian apakah sekarang ini minyak nilam masih prospek untuk dikembangkan?
Sekian dulu Mas Fer, saya tunggu jawaban secepatnya.

Joni Minggu

Jawaban Ferry
Dear Pak Joni…
Terima kasih atas emailnya dan salam kenal kembali. Langsung saja.....
Untuk membuat unit produksi minyak nilam kapasitas 200 kg daun kering (campuran batang dan daun yang dirajang)/proses dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Membuat 2 unit penyulingan masing-masing 100 kg/proses
2. Membuat langsung 1 ketel suling ukuran besar untuk 200 kg/proses
Cara penyulingannya pun biasanya dilakukan 2 cara :
1. Sistem kukus (tanpa boiler)
2. Sistem penyulingan uap (menggunakan boiler).
Sistem kukus tentu saja lebih murah karena tidak menggunakan boiler. Untuk sistem kukus ini dengan ketel suling yang memuat 200 kg nilam/proses dengan bahan stainless steel (SS-304) 3 mm membutuhkan dana pembuatan sekitar 35 juta rupiah (termasuk ketel suling, kondensor, dan pemisah minyak), tetapi tidak termasuk pembuatan tungku pembakaran. Sedangkan sistem boiler tinggal ditambahkan saja untuk harga boiler sekitar 35 juta utk boiler yang otomatis dan lebih modern atau boiler sederhana 8 - 15 juta (tergantung desain). Keduanya dari material mild steel/carbon steel. Itu hanya contoh-contoh saja Pak Joni.

Menurut saya, untuk membuat/mendesain alat penyulingan nilam kapasitas 200 kg/proses, biayanya bisa bervariasi antara 15 juta – sekitar 100 juta. Jadi tergantung budjet yang diinginkan untuk investasi alat. Semakin besar investasinya maka alatnyapun semakin modern dan penanganannya lebih mudah/praktis.

Contoh : untuk 15 juta (ketel suling dari besi biasa/mild steel 3 mm, pendingin/kondenser stainless steel model spiral, tidak menggunakan boiler alias sistem kukus). Harga tersebut berlaku untuk di Jawa, Pak. Dan belum termasuk untuk pembuatan tungku pembakarannya.

Mungkin begini Pak Joni, saya nanti akan membantu mendesainkan alat sulingnya tergantung pada budjet yang dianggarkan. Karena seperti saya katakan tadi bahwa investasi untuk unit produksi minyak nilam ini sangat bervariatif.

Mengenai pemasaran, kebetulan di Jawa banyak yang menerima minyak nilam. Untuk masalah pemasaran akan saya bantu selama masih dipasarkan di pedagang-pedagang atsiri di Jawa. Hanya saya harus memastikan dulu kualitas minyak nilam yang ditanam di Sulawesi ini masuk spek tidak untuk diperjualbelikan di Jawa. Mungkin Pak Joni pernah mencoba untuk mengecek kualitas minyak nilam asal Sulawesi.

Salam,
-ferry-

Tanggapan Joni Minggu
terima kasih mas ferry atas tanggapannya....
Saya memulai bisnis minyak nilam ini sama seperti yang mas Ferry ceritain di blognya saat mas Ferry merintis minyak nilam dulu... kesulitan pendanaan :) Dana yang dianggarkan pun tidak gede2 amat (sktr 20 jutaan)... itupun dengan susah payah nyodorin proposal kesana kemari. Supaya biayanya murah saya ingin membuat alat suling sendiri di bengkel2 las lokal. Design kasarnya sudah saya diskusikan dengan pemilik bengkel las, tapi masalahnya belum selesai... metode pengisian air ketel. Sekali lagi mohon bantuan mas Ferry.... jika diisi dengan pompa cara manual apakah untuk mengetahui level air di ketel bisa menggunakan glass level indikator atau ada instrumen lain? Atau mas Ferry ada saran lain? Oh iya, standar spesifikasi minyak nilam yang diperdagangkan seperti apa mas? sekedar informasi daerah pengembangan nilam tempat petani2 mitra saya berada pada ketinggian 600-900 meter dpl, dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Apakah kondisi ini akan mempengaruhi kualitas minyak nilamnya?
Mohon maaf mas Ferry kalo kepanjangan, saya senang sekali atas responnya... dan terima kasih atas bantuan saran pembuatan dan kesediaan membantu dalam hal pemasarannya.

Hormat saya,
Joni Minggu

Tanggapan Ferry:
Mas Joni.....
Kalau standar spesifikasinya sih biasanya kadar PA-nya di atas 30% itu sudah cukup. Dari informasi yang saya dapatkan, nilam dari Sulawesi katanya cukup baik kok, baik ditinjau dari sisi rendemen maupun kualitasnya. Di Jawa juga banyak kok yang ditanam di ketinggian 600 - 900 dpl seperti yang Mas ceritakan. O ya, itu lokasinya di SulSel ya? Bone, Maros, Soppeng?

Mengenai level air, dapat diketahui menggunakan glass level indikator biasa untuk penyulingan sistem kukus. Sedangkan pengisian airnya dapat menggunakan pompa manual biasa. Namun alangkah lebih baik jika air yang diisikan itu adalah air kondensat yang sudah dipisahkan dari minyaknya. Karena air kondensat (biasanya berwarna keruh/berawan) itu masih mengandung sejumlah minyak atsiri yang teremulsi dalam air sehingga jika air yang dikembalikan ke ketel, minyak yang terlarut tersebut dapat di-recovery kembali.
O ya Mas Joni, harga daun nilam kering di sana berapa ya?

salam,
-ferry-

Tanya : Minyak Kulit Jeruk

Question from Reni Juliana
Dear Ferry,Salam kenal, saya membaca blog Anda isinya sangat menari. Saya mempunyai beberapa pertanyaan mengenai cara ektraksi minyak kulit jeruk
1. Apakah sudah ada SNI minyak kulit jeruk?
2. Cara penyulingan yang paling baik?
3. Titik didih minyak kulit jeruk
4. Komponen atsiri utama minyak kulit jeruk apa?
5. Boleh ga saya berkunjung ke tempat penyulingan atsiri Pak Ferry
alamat lengkapnya dimana?

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih
Salam,
Reni Yuliana

Jawaban ferry
Dear Mbak Reni...
Salam kenal kembali.
Sebelumnya saya mau tanya nih. Jenis jeruknya apa? Karena ada banyak jeruk dengan karakteritik minyak atsirinya yg berbeda satu dengan lainnya. Ada petitgrain, sweet orange, bergamot, kaffir lime, lime, lemon, tangerine, grapefruit.
OK, saya jawab satu persatu ya. Saya asumsikan jeruknya adalah jeruk biasa (orange oil).

1. Setahu saya belum ada SNI utk minyak kulit jeruk karena di Indonesia sendiri produksi minyak kulit jeruk belum berkembang dengan baik. Atau msetidak2nya saya beum pernah dengar ada SNI untuk minyak kulit jeruk.
2. Berdasarkan literatur yang saya baca, dahulu minyak kulit jeruk dihasilkan melalui cara pengepresan. Tetapi menggunakan penyulingan biasa juga baik meskipun secara kualitas harus dicoba dan dianalisis telebih dahulu. Bisa digunakan penyulingan uap atau penyulingan uap-air.
3. Titik didih minyak kulit jeruk secara keseluruhan menurut saya sulit untuk diketahui karena minyak ini terkandung beberapa jenis campuran zat kimia mulai dari terpen, seskuiterpen, hingga oxygenated terpen yang masing2 memiliki titik didih berbeda. Contohnya : kandungan utama minyak kulit jeruk biasanya adalah limonene (titik didih limonene 176 oC)
4. Lihat jawaban no. 3
5. Boleh saja Mbak, mau berkunjung ke penyulingan yang mana nih? Posisi Mbak Reni dimana?

Sekian informasi yg dapat saya berikan.

Salam,
-ferry-

Tanggapan Reni
Dear Mas Ferry,
Saya berterima kasih sekali atas jawaban Mas Ferry.
Jeruk yang saya maksud adalah jeruk pontianak jenis keprok.O ya, ideal tidak kalau digunakan detilasi vakum untuk ekstraksi minyak jeruk ini.
Dan apakah Mas Ferry mempunyai alat penyuling vakum ini?
Makasih banyak Mas, atas kesediaannya apabila saya berkunjung ke penyulingannya. Posisi saya di Serpong (Situgadung Legok).
Terima kasih
Salam
Reni Yuliana

Tanggapan Ferry :
Mbak Reni...
mmmhhh.....jeruk pontianak mungkin bisa saya definisikan sebagai sweet orange oil. Karena minyak jeruk itu banyak sekali dalam dunia perdagangan minyak atsiri, misalnya petitgrain oil, tangerine oil, lime oil, lemon oil, kaffir lime oil, grapefruit oil, dan sweet orange oil. Semunya dari jenis atau genus citrus sp.

Kalau untuk penyulingan vakum, hasilnya akan lebih baik karena tentu saja minyak jeruk tersebut dalam tersuling pada temperatur yang lebih rendah. Saya sendiri belum membuat alat tersebut, namun secara prinsip sama dengan penyulingan hanya menggunakan tambahan pompa vakum untuk mempertahankan tekanan di dalam ketel suling di bawah tekanan atmosferik (1 atm). Dengan adanya tekanan rendah, tentu temperatur penguapan minyaknya juga semakin rendah. Saya tidak tahu nih background pendididikan Mbak Reni apa, mohon maaf kalau ngga nyambung. Tetapi untuk penyulingan jenis ini membutuhkan biaya investasi sedikit lebih tinggi daripada penyulingan uap/uap-air konvensional karena menambah alat berupa pompa vakum, kondensor yang lebih panjang, serta penampung kondensat yang memungkinkan terlaksananya kondisi vakum.

Gambar sketsa sederhananya, Mbak bisa lihat di bawah ini. Mudah2an bisa lebih jelas jika disertai dengan gambar.

salam,
-ferry-