Tuesday, May 15, 2007

Ekstraksi Minyak Atsiri dengan Microwave

Taken from milis Teknik-Kimia

Pertanyaan :

Fer,

Sedikit buat menambah wawasan, boleh dijelaskan soal microwave, kenapa proses distillasi dengan microwave berlangsung lebih cepat. Buat saya hal ini menarik, soalnya pemanasan dengan microwave yg saya tahu, baru merambah barang2 rumahan saja.

pINO


Jawaban Ferry

Mas Pin..
Ini saya kopi paste dari sebagian kecil proposal penelitian aku untuk hal ini.
Semoga dapat sedikit memberikan pengetahuan.

salam,
-ferry-

5.2. Mekanisme Kerja Microwave
Daerah gelombang mikro pada spektrum elektromagnetik terletak di antara radiasi infra merah dan frekuensi radio dengan panjang gelombang 1 cm - 1 m dan frekuensi 30 GHz – 300 MHz (Gambar 5.2). Pada oven microwave komersial biasanya digunakan frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12 cm. Meskipun pada oven microwave terdapat lubang-lubang berdiameter kecil di sisinya, gelombang mikro tersebut tidak akan mampu melewatinya selama diameter lubang tersebut masih jauh di bawah panjang gelombangnya. Oleh sebab itu, kemungkinan lolosnya energi ke lingkungan menjadi sangat kecil.


Gambar 5.2. Spektrum elektromagnetik (http://laps. colorado. edu)
Oven microwave bekerja dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada molekul air, lemak, maupun gula yang sering terdapat pada bahan makanan. Molekul-molekul ini akan menyerap energi elektromagnetik tersebut. Proses penyerapan energi ini disebut sebagai pemanasan dielektrik (dielectric heating). Molekul-molekul pada makanan bersifat elektrik dipol (electric dipoles), artinya molekul tersebut memiliki muatan negatif pada satu sisi dan muatan positif pada sisi yang lain. Akibatnya, dengan kehadiran medan elektrik yang berubah-ubah yang diinduksikan melalui gelombang mikro pada masing-masing sisi akan berputar untuk saling mensejajarkan diri satu sama lain. Pergerakan molekul ini akan menciptakan panas seiring dengan timbulnya gesekan antara molekul yang satu dengan molekul lainnya. Energi panas yang dihasilkan oleh peristiwa inilah yang berfungsi sebagai agen pemanasan bahan makanan di dalam dapur oven microwave ( Kingston , 1997).
Dari penjelasan di atas, pemanasan menggunakan microwave melibatkan tiga kali konversi energi, yaitu konversi energi listrik menjadi energi elektromagnetik, konversi energi elektromagnetik menjadi energi kinetik, dan konversi energi kinetik menjadi energi panas. Proses pemanasan menggunakan microwave berlangsung mulai dari luar permukaan bahan. Selanjutnya pemanasan akan berlangsung secara konduksi sehingga bagian dalam bahanpun akan turut terpanaskan.

5.3. Ekstraksi Microwave untuk Isolasi Bahan Alam

5.3.1. Isolasi Minyak Atsiri
Dewasa ini, teknologi microwave tidak hanya diaplikasikan pada pengolahan bahan makanan. Salah satu aplikasi yang saat ini sedang banyak dikaji adalah untuk isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman menggantikan teknologi konvensional seperti distilasi uap (hydrodistillation), ekstraksi dengan lemak (enfleurage), dan ekstraksi pelarut (solvent extraction) (Guenther, 1948). Keuntungan proses ini terutama adalah kecepatan waktu untuk mengisolasi seluruh minyak atsiri dibandingkan proses-proses sebelumnya (Ali et. al., 2001; Gomez dan Witte, 2001 ; Castro et. al., 1999 ; Deng et.al., 2006 ; Alfaro et.al, 2003).
Gelombang elektromagnetik yang disalurkan melalui radiasi microwave akan menembus material transparan seperti gelas atau plastik sebagai wadah bahan tanaman yang akan diisolasi. Radiasi microwave mampu mencapai kelenjar grandular dan sistem vaskular pada bahan tanaman. Kandungan air serta komponen-komponen lainnya termasuk minyak atsiri di dalam bahan tanaman menyerap radiasi tersebut dan akan merubahnya menjadi energi panas. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur di dalam bahan tanaman secara tiba-tiba. Peningkatan temperatur terus berlangsung hingga tekanan internal melampaui kapasitas ekspansi dinding sel. Pada kondisi ini, dinding sel akan pecah dan substansi-substansi yang ada di dalamnya termasuk minyak atsiri akan keluar dengan bebas (Pare, 1992).
Setelah minyak atsiri keluar dari dinding sel, maka akan bercampur dengan air yang juga terkandung di dalam bahan tanaman. Peristiwa ini mempermudah jalannya penguapan minyak atsiri dan air melalui mekanisme hidrodifusi.

5.3.2. Microwave-Assisted Extraction Process (MAE)
MAE merupakan teknik sederhana untuk mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan tanaman dengan bantuan energi microwave. Teknik ini dapat diterapkan baik pada fasa cair yakni cairan digunakan sebagai pelarut maupun fasa gas yakni gas sebagai media pengekstrak (Castro et.al., 1999).
Proses ekstraksi fasa cair didasarkan pada prinsip perbedaan kemampuan menyerap energi microwave pada masing-masing senyawa yang terkandung di dalam bahan tanaman. Parameter yang biasa digunakan untuk mengukur sifat fisik ini disebut sebagai konstanta dielektrik.
Teknik MAE juga tergantung pada konstanta dielektrik dari pelarut yang digunakan. Alfaro et.al. (2003) mengatakan bahwa pelarut etanol menghasilkan rendemen minyak jahe paling baik di antara pelarut lain yang dibandingkan seperti heksana, petroleum eter, dan diklorometana. Lebih lanjut dalam penelitiannya dikatakan bahwa penggunaan proses MAE mampu menurunkan waktu isolasi menjadi 60 detik daripada menggunakan ekstraksi sokhlet dengan waktu 2 jam.
Pada sebuah naskah paten (European Patent 0485668A1) yang diterbitkan oleh Pare (1992) terlihat gambaran umum proses MAE seperti pada Gambar 5.3. berikut ini.



Gambar 5.3. Diagram Alir Proses Microwave-Assisted Extraction (EP 0485668A1)

Bahan tanaman dimasukkan pada tangki 10 dan dicampurkan dengan pelarut yang berasal dari tangki 13. Campuran bahan dengan pelarut dialirkan menuju microwave 17 dimana terjadi pemecahan dinding sel bahan tanaman untuk mengeluarkan minyak atsiri. Ampas bahan tanaman dipisahkan menggunakan filer 19 dan ekstrak dialirkan menuju tangki evaporasi pelarut 21 untuk memisahkan minyak dari pelarutnya. Setelah dikondensasikan, pelarut tersebut ditampung pada tangki 27 untuk digunakan kembali. Selanjutnya minyak atsiri yang dihasilkan dapat diambil dari tangki 21 melalui kerangan 25.

5.3.2. Microwave-Assisted Hydrodistillation Process (MAH)
Proses ini pada dasarnya merupakan kombinasi antara pemanfaatan radiasi gelombang mikro dengan sistem distilasi kering. Oleh sebab itu, pada MAH tidak diperlukan pelarut tambahan seperti halnya MAE. Untuk menjamin berlangsungnya proses difusi antara minyak atsiri dan air, maka bahan yang digunakan harus segar (masih mengandung air).
Secara umum prosesnya adalah sebagai berikut ; bahan tanaman di dalam distillation flask yang terbuat dari gelas atau plastik agar dapat ditembus oleh radiasi microwave akan menyerap radiasi tersebut hingga mencapai kelenjar grandular dan sistem vaskular bahan tanaman di dalam dinding sel. Peristiwa ini menimbulkan panas sehingga dinding sel akan pecah dan minyak atsiri di dalamnya dapat bebas keluar. Adanya air di dalam bahan tanaman yang juga panas akibat menyerap energi elektromagnetik akan berdifusi ke dalam minyak atsiri sehingga menimbulkan peristiwa hidrodifusi. Minyak atsiri dan air menguap bersamaan berdasarkan prinsip distilasi campuran tak saling larut lalu dikondensasikan.


Tanggapan by Alvino Rizaldy

Wow, thank's alot Oom Ferry,

Menarik, kalau boleh disimpulkan bahwa pemanasan dengan microwave bisa menghasilkan kenaikan temperatur yg lebih homogen dibandingkan pemanasan konvensional karena sumber panasnya adalah hasil pergerakan molekul dalam material yg dipanaskan.

Ada sedikit pertanyaan lagi, apakah pergerakan molekul ini cukup kuat untuk merusak sebuah rantai karbon rangkap?

Sebenarnya saya sedang menghayal untuk aplikasi lain (polimerisasi misalnya). Hmm... jadi kepikir sekolah lagi

pINO


Tanggapan by Ferry

Memang kurang lebih demikian, Mas.
Mengenai kerusakan sebuah rantai karbon rangkap, saya belum mempelajari sampai ke arah sana. Kalau dalam terminologi minyak atsiri sendiri, kerusakan pada sebuah komponen di dalam minyak atsiri biasanya terjadi pada suhu yang tinggi seperti hidrolisis ester atau oksidasi aldehid sehingga membentuk asam-asam atau juga adanya reaksi lain seperti resinifikasi atau polimerisasi yg terjadi pada suhu tinggi. Sehingga suhu di dalam labu yang dipanaskan oleh microwave itu juga dikontrol supaya tidak terlalu tinggi.

Dari hasil membaca jurnal2 mengenai distilasi minyak atsiri menggunakan microwave ini, perbandingan antara komponen2 yang terkandung di dalam minyak yang dihasilkan menggunakan hidrodistilasi dgn pemanasan konvensional dan menggunakan microwave tidak menimbulkan perbedaan atau perubahan komponen2 inti minyak (oxygenated terpene) yang signifikan.

salam,
-ferry-


Tanggapan by Alvino Rizaldy

Yah kayaknya triggernya emang tetap limit temperatur, sekilas menggoggle, dapet info bahwa reaksi polimerisasi addisi dg pemanasan microwave bisa berjalan 2-3 kali lebih cepat daripada yg dipanaskan secara konvensional temperatur yg sama.
thank's fer, jadi nambah pengetahuan baru nih

best regards,
pINO

Diskusi Minyak Atsiri 4 (Solvent extraction to Microwave)

Take from milis Teknik-Kimia

Pertanyaan :

Dalam ekstraksi minyak atsiri kita mengetahui dengan menggunakan etanol atau n_hexane... saya agak sedikit tahu ttg kelemahan dan kelebihan... tapi mgkn rekan2 bisa memberikan tambahan yang manakah lebih baik digunakan dalam menggunakan pelarut ini untuk ekstraksi minyak atsiri... atau rekan2 punya alternativ pelarut yang lain..
mohon nasehatnya.. ..

rd2_west@yahoo.com


Tanggapan by Agus Priyono

sekedar memberi info, saya pernah melakukan extracsiessential oil dengan carbondioksida (supercriticalstate) dengan co solvent ethanol dan isopropilalcohol.karena n-hexane dkk cenderung mengganggu kemurnianmaka lebih baik kalo menggunakan extracsi superkritis.


Tanggapan by Ferry

Sedikit share ttg essential oil....
Ekstraksi menggunakan CO2 superkritik memang sedang marak dilakukan dalam skala penelitian akhir2 ini, khususnya utk ekstraksi minyak atsiri menggantikan pelarut2 konvensional seperti heksan, ethanol, petroleum eter, benzen, aceton, naphta, chlorinated hydrocarbon, dll. Seperti juga teknologi terbaru yg lain yg masih diteliti dalam kancah laboratorium, yatu solvent extraction accelerated by microwave energy yg mereduksi waktu distilasi uap (sistem konvensional) dari beberapa jam menjadi hanya beberapa menit. Bisa dibaca di jurnal2 seperti Journal of Essential Oil Record, Parfumer and Flavourist, dan Parfumery and Essential Oil Record. Tetapi dari pengalaman saya berkecimpung dalam produksi minyak atsiri (skala komersial), kedua teknologi itu masih sangat mahal. Bayangkan jika anda ingin membuat vessel berkapasitas besar yang mampu menahan tekanan di atas 100 bar demi membuat si CO2 itu menjadi superkritik, berapa biaya yang harus diinvestasikan. Sementara itu, penyuling2 skala kecil modal investasinya juga pas-pasan. Kalau saya pribadi, lebih baik membuat vessel + boiler + kondensor dari bahan stainless steel utk mendapatkan minyak atsiri dengan teknologi sederhana (penyulingan) tapi bisa kualitasnya baik dan yang penting menguntungkan secara ekonomi. Yang penting juga khan pengaturan kondisi operasinya yg tepat utk menghasilkan rendemen sebanyak mungkin, dengan waktu sesingkat mungkin.

Utk microwave extraction, saya sudah membuat seperangkat alat mini dengan memodifikasi microwave yg dijual di pasaran dilengkapi dengan perangkat hidrodistilasi lalu diintegrasikan keduanya. Hasilnya memang seperti yg diceritakan pada artkel2 di jurnal2 tersebut.Namun kembali saya befikir utk aplikasi secara komersial, bagaimana utk membuat microwave sebesar vessel utk memproduksi essential oil serta daya listrik yg dibutuhkan. Mengingat microwave yg ada saat ini utk ukuran rumah tangga dayanya saja sudah 1000 W. Tapi, ini sebuah tantangan kok.....hehehe. Mudah2an suatu saat bisa diwujudkan.

Kembali ke pemilihan solvent utk ekstraksi.
Mungkin harus dipertimbangkan jenis minyak atsiri akan diekstraksi. Biasanya jika minyak tersebut berasal dari rempah2 seperti kunyit, jahe, lada, pala, bunga cengkeh, kemukus, dll maka jika diekstrak dengan pelarut yg salah maka oleresinnya akan ikut terambil juga dan bercampur dengan minyak atsirinya. Saya tidak bisa merekomendasikan jenis pelarut yg cocok supaya oleoresinnya tidak ikut terekstrak. Secara umum, pelarut seperti ethanol dan heksan sering juga digunakan utk ekstraksi minyak atsiri (yg tidak mengandung oleoresin). But be carefull, heksan sekarang sudah dilarang penggunaannya utk ekstraksi dari produk2 yg digunakan sebagai bahan konsumsi karena bersifat karsinogenik. Jadi supaya pelarut2 tersebut tertinggal seminim mungkin dalam minyak atsiri, recovery-nya harus menggunakan pemvakuman yg cukup kuat sehingga pelarut2 tersebut mudah menguap dan tertinggal hanya dalam ukuran sekian ppm saja. Tapi saya belum menerapkannya utk skala komersial. Baru coba2 skala lab.

Mungkin artikel2 ttg pelarut ini bisa dijadikan bahan bacaan :
1. A modern approach to solent selection (Majalah Chemical Engineering, Maret 2006)
2. Important Determinants of Solvent Solection (Majalah Chemical Engineering, Juni 2006)
Bagi member yg berminat, silakan japri nanti saya kirimkan kedua artikel tsb.

Salam,
-ferry-
(PT Pavettia Atsiri Indonesia)
Essential Oil Production and Consultant.


Tanggapan by Alvino Rizaldy

Allo Oom Ferry,

Selintas terpikir, kalo dengan bantuan microwave bisa secepat itu, mungkin untuk skala menengah - kecil, sistem semicontinous bisa dibuat dengan harga investasi yg ga terlalu mahal (masih pake oven modifikasi?) . Tantangannya sekarang, bisakah feedstocknya dibuat continous? Ngga terlalu jauh menghayal saya pikir...

pINO


Tanggapan by Ferry

Mas Pino...
I think it's a good idea. Ngga terlalu jauh menghayalnya kok. Meski harus berfikir keras untuk merekayasanya...hehe.

salam,
-ferry-

ATSIRI DI BENGKULU.....

Question from furoiddun nais

Salam Kenal, mas ferry...

Sebelumnya perkenalkan, nama saya Furoid, biasa dipanggil OID. Saya dari teknik kimia UPN "Veteran" Surabaya, baru lulus 2006 kmrn...I'm still junior:)
Saat ini saya berada di Bengkulu, jadi dosen di D3 agribisnis Universitas Bengkulu sambil nyambi coba berwirausaha.

Habis baca tulisan2 mas ferry di milis teknik kimia, saya gak sengaja masuk ke blog mas ferry...dan exciting bgt pas tau kalo mas ferry ternyata pakar minyak atsiri (semoga bisa jadi kayak pak ketaren dari IPB:)..

Di tempat saya di Bengkulu ada pabrik minyak atsiri milik BUMD yang lama mangkrak karena alatnya rusak dan dianggap tidak ekonomis, padahal usia pabrik baru 4 tahun. Saya coba memperbaiki, dan Alhamdulillah bisa berhasil dengan baik. Kemudian saya diminta bantuannya untuk ikut mengelola pabrik tersebut dengan menjadi direktur produksinya. Tapi saya masih belum berani mengoperasikannya dengan berbagai pertimbangan.

Daerah Bengkulu pada umumnya baru mengenal tanaman atsiri nilam, dan sudah dibudidayakan dengan cukup luas, kemudian disuling sendiri secara tradsional. Peralatan pabrik yang saya kelola, kapasitas terpasangnya cukup besar, terdiri dari 20 ketel suling dengan kapasitas @ 14.000 liter, dan satu buah steam boiler kapasitas 600 kg/jam, kebutuhan bahan bakar (menurut data spec alatnya) 1,17 - 1,5 liter/jam/ketel.

Setelah saya perbaiki, masalah teknis kemungkinan sudah tidak ada. Akan tetapi ketakutan saya adalah mengenai pilihan komoditas yang akan diolah dan hitung2an ekonomisnya. Hal ini tentunya berkaitan dengan harga jual dan biaya produksi. Permasalahnnya waktu dulu dioperasikan, ketika harga nilam naik masyarakat tidak ada yang menjual / menyulingkan ke pabrik, sedangkan pabrik tidak memiliki kebun inti sendiri. Ketika harga minyak nilam turun, masyarakat berbondong - bondong menjual ke pabrik, sedangkan margin yang diperoleh oleh pabrik sangat kecil.

Daerah bengkulu selain penghasil nilam juga sentra pertanian jahe (gajah & emprit), sedikit pala, dan beberapa petani mulai menanam akar wangi. Menurut mas Ferry, komoditas apa yang sebaiknya saya produksi dan kembangkan, yang cukup layak secara teknis, ekonomis, dan budidayanya. Kemudian kemana jalur penjualan produk minyak atsiri tersebut??
Mungkin segitu dulu mas, semoga kita bisa trs sharing informasi lainnya...
Thx bgt sebelumnya atas perhatian dan sarannya mas ferry...

"oid"

Jawaban Ferry :

Salam kenal kembali Mas Oid…..
Senang sekali bisa kenal dengan Mas yang sama2 teknik kimia dan sama2 tertarik pada komoditas minyak atsiri. Terima kasih atas apresiasinya. Saya juga masih junior kok dan masih sama-sama belajar....:) O ya, Bengkulunya di mana, Mas?

Sebelumnya saya mau tanya nih, apa benar volume ketel sulingnya sampai 14000 Liter? Besar sekali ya. Boleh tahu diameter dan tingginya brp dan menggunakan material apa? Stainless Steel atau besi biasa saja.
Mas Oid, harga minyak nilam kan sedang mahal sekarang2 ini. Mencapai lebih dari 300.000 /kg. Apa para petani nilam di Bengkulu menyuling nilamnya sendiri? Sehingga hingga saat ini pabrik yang Mas Oid kelola masih belum dapat beroperasi. Memang begitu Mas Oid kelemahan penyulingan nilam jika tidak mempunyai kebun inti sendiri, sangat riskan terhadap pasokan bahan baku. Apalagi masing2 petani sudah punya alat suling meskipun sistem tradisional dan sederhana. Selain itu kita juga tidak bisa menjamin kualitas bahan baku yg diharapkan karena tidak bisa mengontrol secara langsung perawatan lahan nilam tsb. Kualitas daun dan minyaknya juga dipengaruhi oleh cara budidaya nilam itu.

Kebetulan saya mengusahakan minyak pala di Kab. Bogor dan daun cengkeh di Kab. Garut (gambar penyulingannya ada di blog saya). Mas Oid sempat juga menyinggung mengenai keberadaan pala di Bengkulu. Jika memang bahan bakunya memadai, mungkin bisa juga menyuling pala di sana dan kita siap untuk membantu memasarkannya. Tapi harus dikaji dulu mengenai kelangsungan supplai raw material dan analisis ekonominya. Utk hal ini nanti akan saya bantu juga.

Kemudian saya juga berfikir untuk pengembangan sereh wangi di sana. Karena sereh wangi dapat dipanen dlm waktu cepat (6 bulan) dan setelah itu setiap 3-4 bulan sekali selama 4 tahun. Yah...mirip2 seperti nilam lah. Jika benar memang punya 20 ketel suling, menurut saya masih cukup memungkinkan utk mengembangkan komoditas minyak sereh wangi. Kalau memang berminat untuk mengembangkan itu, saya bisa membantu utk mensupport segalanya termasuk budidaya, studi kelayakan, dan aneka literatur2 pendukungnya sampai dengan ke pemasaran. Karena sereh wangi blm dikenal di sana, jadi saya pikir lebih mudah dalam hal pasokan bahan baku. Selain punya kebun inti sendiri juga membina plasma2 petani. Sereh wangi harus disuling dgn kapasitas besar sehingga kecil kemungkinannya petani plasma utk ikut2an menyuling, lagipula mereka blm paham akan marketnya. Mungkin hal ini bisa jadi bahan kajian tersendiri dengan pihak BUMD yg dalam hal ini Pemerintah Daerah utk mengembangkan komoditas atsiri lain selain nilam.

Akar wangi?? It's OK. Meskipun harus dilihat dahulu kualitas akar wangi yg dihasilkan apabila ditanam di Bengkulu. Akar wangi itu komoditas spesial dari Garut (Jawa Barat) dan dunia perdagangan internasional sudah sangat mengenalnya. Setahu saya, beberapa daerah sempat mengembangkan komoditas ini di luar garut tetapi tidak ada yang berhasil. Nanti kita lihat apakah di Bengkulu dapat berhasil baik dari sisi produktivitas terna/akar maupun rendemen serta kualitas minyak.

Jahe emprit juga baik utk disuling, hanya memang marketnya tidak sebesar minyak pala dan nilam. Saya ada beberapa market juga yg menampung minyak jahe di Jakarta.

Mungkin nanti kalau ada waktu, bolehlah saya main2 ke Bengkulu...hehe.

Salam,
-ferry-

TANYA REFERENSI MINYAK AKAR WANGI

Question from Ariel Hazril

TANYA REFERENSI MINYAK AKAR WANGI

Assalamu'alaikum
Kang ferry apa kabar? saya Ariel Hazril G, alumni TK-2000 saya sekarang lagi S2 di TK ITB dan jadi asisten peneliti bantuin pa tatang dan pa tirto. Saya asli garut dan sekarang saya lagi aktif di Asgar muda, kebetulan sekarang asgar muda lagi mau ngadain bakti sosial di bidang teknologi untuk Garut. Salah satunya bidang yang akan digarap adalah akar wangi. Mungkin kang ferry juga sudah tau bahwa akar wangi merupakan khas garut dan sekarang lagi ada masalah, terutama efisiensi dan bahan bakar. Dan tentu saja masalah tata niaga. kayaknya ini mah masalah semua minyak atsiri....

kemaren kita punya ide untuk menggunakan uap panas bumi untuk industri akar wangi, karena lokasi industri akar wangi (samarang dan pasirwangi) berdekatan dengan PLTP baik itu kamojang ataupun darajat. Kemarin kita sudah menghubungi pihak PT Indonesia Power, PT chevron, Pertamina, BPPT dan Dinas pertanian Kab Garut. Alhamdulillah kita mendapatkan respon dan dukungan yang bagus dari semua pihak.

Nh untuk menunjang kegiatan tersebut, saya bermaksud meminta bantuan kang ferry mengenai referensi atau jurnal-jurnal ilmiah yang bagus tentang akar wangi. Karena saya sendiri belum punya pengalaman praktis di lapangan tentang minyak atsiri, hanya baca-baca aja. Mungkin Kang ferry punya referensi yang direkomendasikan buat kami.

Atau mungkin kita bisa ketemu untuk berdiskusi? soalnya saya memerlukan masukan banyak pihak untuk kesuksesan program tersebut. mengenai waktu dan tempat terserah kang ferry saja, saya insya Allah setiap hari kerja ada di bandung terus.

Hatur nuhun
wassalam
Ariel Hazril G

Jawaban Ferry :

Waalaikum'salam....
Dear Ariel..
Bagus sekali kalau punya ide2 seperti itu utk mengembangkan daerahnya sendiri.
Memang akar wangi itu banyak sekali masalah, baik agrobisnisnya sampai dengan pemasaran minyaknya. Cukup kompleks. Kebetulan saya juga mengusahakan sebuah penyulingan minyak daun cengkeh di Garut Selatan (Kec. Bungbulang), sekarang lg off karena musim hujan dan bahan bakunya tdk ada. Yg masih rutin jalan, penyuluingan myk pala di Kec. Ciawi - Bogor.

Kebetulan waktu kul di TK dulu saya sempat ikut KKN-ITB dan ditempatkan di Kec. Pasirwangi (dulu masih jadi satu dengan Kec. Samarang, tp sekarang sudah kec sendiri). Sempat juga kunjungi penyulingan minyak akar wangi di (kalau tidak salah desa Cintarakyat - Samarang). Juga sempat main2 ke PLTP Drajat - Chevron. Ide utk memanfaatkan waste steam dr PLTP sangat baik karena tentu saja akan memotong fuel cost. Meskipun memang harus dibangun di sekitar lokasi PLTP. Kalau tidak khan report bikin piping-nya, jgn2 energy-nya sudah loss begitu sampai ke lokasi penyulingan..hehe. Kemudian kalau org menyuling akar wangi biasanya menggunakan tekanan agak tinggi (sekitar 4 bar) krn kalau ketinggian minyaknya bisa gosong.
Kalau mau diskusi, Ariel bisa datang saja ke TK-ITENAS. Hubungi saja dulu di No.
0811-1100720. Hari Kamis - Minggu ini saya di luar kota.

OK, good luck buat program2nya.

-ferry-