Tuesday, October 24, 2006

My little creation 2

Just My Little Creations of Essential Oil....

Teknik Kimia dan Kewirausahaan

TEKNIK KIMIA (TK) DAN KEWIRAUSAHAAN
A.D.A. Feryanto
(alumnus Teknik Kimia ITB 1997 – dosen TK-ITENAS – pelaku wirausaha berbasis TK)
0811-1100720, mantra_mantra_jingga@yahoo.com
posted to milis teknik-kimia
pernah dimuat di majalah teknik kimia KINETIKA-UNDIP th 2003.

Teknik Kimia
Zaman dahulu kala, sewaktu kita masih terbuai dengan masa-masa SMA yang (menurut sebagian besar orang) adalah masa-masa indah, serasa asing mendengar istilah teknik kimia. Walaupun tanpa disadari, di sekeliling kita bergelimang harta benda dan materi yang berlandaskan falsafah dasar teknik kimia. Dalam bayangan masa itu, teknik kimia tidaklah lebih dari suatu ilmu yang melulu mempelajari kimia, atau bisa dikatakan perpanjangan tangan ilmu kimia yang dipelajari saat SMA.

Zaman telah berubah, pemikiran dan pengetahuan kian bertambah. Kini setelah terdampar di belantara teknik kimia yang sebenarnya (bukan hanya sekedar angan), sudahkah terpikir dalam benak kita apa hakekat teknik kimia sesungguhnya? Apakah bayangan tentang teknik kimia saat menjadi mahasiswa? Benarkah teknik kimia hanya berkutat pada industri-industri besar seperti minyak dan gas, petrokimia, polimer, atau well established chemical process industries lainnya? Dengan asesori kolom distilasi atau absorber yang seperti MONAS dan cooling tower sebesar gedung tingkat lima, sistem perpipaan dan instrumentasi yang njlimet bak benang kusut. Bahkan mungkin biaya investasi yang mencapai ratusan milyar atau triliyunan rupiah.

Menilik pada makna teknik kimia, yakni suatu ilmu yang mempelajari perubahan (konversi) bahan baku menjadi bahan jadi yang berdaya guna serta berskala besar dan komersial melalui prosesproses kimia dan fisika (kadang-kadang juga ditambahkan sebagai salah satu ilmu yang mempelajari pengelolaan dan konservasi energi), secara eksplisit jelas terlihat bahwa teknik kimia adalah ilmu yang sangat aplikatif. Namun timbul lagi sebuah pertanyaan. Bahan baku apa sajakah yang bisa diolah? Sekelumit cerita di bawah ini mudah-mudahan dapat segera menjawabnya dan sekedar mengingatkan sisi lain dari teknik kimia.

Misalnya kita sedang jalan-jalan di pasar, di sana pasti banyak sampah-sampah organik yang melimpah dan memenuhi lokasi pembuangan sampah, lantas kita berfikir (dalam kerangka teknik kimia yg telah anda pelajari) mengapa hal itu tidak dimanfaatkan, misalnya untuk dijadikan sumber pembuatan kompos atau biogas. Kemudian jalan beberapa meter lagi kita akan melihat banyak bumbu-bumbu dapur dijual. Ada jahe, kunyit, sereh, kapulaga, pala, kemukus, adas, dll. Mengapa mereka menggunakan itu semua? Pasti untuk menambah aroma dan rasa pada masakan. Nah, dari situ kita mulai bisa berfikir bagaimana cara mengambil zat-zat di dalam bumbu-bumbu dapur itu supaya lebih praktis pemakaiannya. Apakah yang diambil minyak atsirinya, oleoresinnya, atau senyawa penebar aroma lainnya. Tidak sampai semenit kemudian, kita akan menemukan orang berjualan ubi atau singkong. Mungkin kita berfikir, kok harganya murah ,ya. Atau mengapa ubi dan singkong selalu dijual dalam bentuk bahan mentahnya saja padahal kandungan pati di dalamnya dapat diolah menjadi aneka produk yang bernilai tinggi dengan sentuhan proses-proses kimia dan fisika, misalnya menjadi alkohol, glukosa, ataupun perekat (modified starch). Atau tiba-tiba di sebelah kanan kita ada tumpukan sisa-sisa sabut kelapa atau bonggol jagung yang sudah tidak terpakai. Kedua bahan tersebut merupakan biomassa yang mengandung selulosa, lignoselulosa, atau lignin yang sangat potensial diolah menjadi kertas atau pulp dan produk sampingnya berupa furfural dan glukosa. Begitu pula batok kelapanya yang bisa dimanfaatkan menjadi arang aktif. Kemudian minyak goreng, selama ini minyak goreng dihasilkan dari CPO (Crude Palm Oil) yg diambil dari kelapa sawit. Kira-kira bisa tidak ya kalau diganti dengan minyak kelapa, minyak kedelai, minyak biji rambutan, minyak jagung, dan lain-lain. Ketika kita tiba di kedainya Mbok Minah yang berjualan teh atau kopi. Kita berfikir, orang sering minum teh dan kopi supaya tidak mengantuk. Zat apa gerangan yg menyegarkan dan merangsang tubuh sedemikian itu? Setelah dibaca-baca di literatur teknik kimia, ternyata kandungan kafeinnya. Padahal kafein itu dibutuhkan di produk-produk minuman energi dan farmasi. Ketika melewati toko eceran benda-benda kebutuhan sehari-hari, anda akan melihat detergen, sabun mandi, pengarum ruangan, pelembut/pengharum pakaian, dan lain-lain. Pernahkan terbersit dalam benak anda bagaimana komposisi dan cara membuat benda-benda tersebut dan mencobanya langsung dalam skala kecil disertai beberapa kreativitas untuk menghasilkan produk yang fungsinya sama tetapi berbeda spesifikasinya (kata Mas Hermawan Kertajaya, salah satu kunci pemasaran adalah diferensiasi). Belum lagi jika anda jalan-jalan di pedesaan yang indah dan permai.

Ibarat buku yang menceritakan potensi teknik kimia dalam diversifikasi produk berbasis Sumber Daya Alam (SDA) terbarukan (tinggalkanlah dahulu paradigma SDA tak terbarukan), cerita di atas hanyalah satu pasal dari ratusan BAB yang ada. Jadi, terjawab sudah pertanyaan di atas, ternyata apa yang ada di sekeliling kitapun bisa dijadikan bahan baku. Setelah mengetahui bahan bakunya, cara mengolahnya, dan penjualannya. Selanjutnya apa yang akan kita lakukan? Jawabnya adalah just make it real by thinking both conceptually and technically.

Kewirausahaan
Telah disinggung di atas, teknik kimia adalah ilmu yang sangat aplikatif. Beruntunglah anda pernah merasakan “kejamnya” pendidikan teknik kimia. Teknik kimia juga berpotensi menciptakan Usaha Kecil Menengah (UKM) berbasis teknologi (sederhana dan kerakyatan) yang memanfaatkan SDA. Jika kita tahu bahan baku dan prosesnya, lakukanlah penelitian skala laboratorium atau pilot. Jika pengetahuan kita bertambah, yakni mengetahui ke mana dan bagaimana cara menjual produknya, aplikasikanlah ke skala komersial. Masalah modal adalah perkara waktu, sedangkan kemauan, usaha keras, dan kerja tim adalah masalah utama. Jika berusaha dengan keras, tak kenal menyerah dalam mencari relasi/jaringan, kapitalpun akan datang dengan sendirinya. Banyak lembaga keuangan, BUMN, dan perorangan yang bersedia memberikan modal untuk UKM. Saat ini juga telah banyak berdiri Pusat/Balai Inkubator Bisnis di setiap universitas dan lembaga pemerintahan yang bersedia memfasilitasi segala keperluan untuk memulai berwirausaha bagi seorang calon pengusaha, termasuk akses pendanaan.

Bersama tim, saya mengembangkan industri minyak atsiri dengan investasi yang cukup lumayan. Pendanaan akhirnya diperoleh setelah 2 tahun lebih melakukan langkah-langkah real seperti percobaan pilot, survey bahan baku, studi literatur, mengamati alur pemasaran, wawancara dengan para pelaku di lapangan berkedok seorang mahasiswa yang ingin penelitian, serta berdikusi dengan para pakar. Selama 2 tahun itu banyak hal yang telah terjadi termasuk apa yang saya istilahkan sebagai ”perselingkuhan idealisme”. Juga seorang teman seangkatan saya yang hanya berbekal, maaf, TAHI SAPI tetapi bisa berkeliling Indonesia menyebarkan reaktor biogas plastik ciptaannya (yang bersangkutan juga pernah nongkrong di rubrik SOSOK harian Kompas) dan secara real cukup membantu dalam mengubah paradigma masyarakat pedesaan akan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Sekali lagi....real....real....real.... tidak hanya sekedar omong-omong dalam seminar, lokakarya, atau forum-forum yang membahas masalah energi.

Berapa banyak penelitian yang dilakukan oleh teknik kimiawan/wati, baik mahasiswa, dosen, maupun peneliti yang benar-benar teraplikasikan meskipun secara bahan baku, teknis-teknologis, ekonomi, dan pemasaran cukup layak. Kita bisa menyimak prosiding-prosiding seminar teknik kimia yang rutin diselenggarakan oleh beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Bundel-bundel laporan penelitian yang memenuhi lemari arsip dan perpustakaan adalah tanpa makna jika tak teraplikasikan kecuali hanya sekedar untuk memenuhi tanggung jawab dana RUT (Riset Unggulan Terpadu), hibah bersaing, dan bentuk-bentuk pendanaan riset lainnya dari pemerintah sehingga menambah credit point / kum dalam rangka mengurus jabatan fungsionalnya sebagai seorang dosen/peneliti. Atau seorang mahasiswa yang sibuk meneliti hanya untuk tuntutan tugas kemahasiswaan (baca=kurikulum) dan menjadi referensi untuk riset-riset berikutnya yang kadang-kadang tidak menampakkan kemajuan yang berarti.

Bagi para mahasiswa teknik kimia yang masih idealis dengan ilmu yang dipelajari, fakta-fakta di bawah ini cukuplah menjadi bahan renungan sebelum tidur. Berapa banyak PT di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan tinggi teknik kimia. Tercatat lebih dari 50 institusi. Andaikan setiap tahun sebuah PT mewisuda 50 sarjana teknik kimia (banyak PT yang jumlah mahasiswa per angkatannya lebih dari 100), maka setidaknya terdapat 2500 sarjana teknik kimia baru setiap tahunnya. Apakah jumlah lowongan kerja untuk sarjana teknik kimia mencapai angka sebesar itu? Bahkan saya berani taruhan, setengahnyapun tidak. Akibatnya banyak sarjana teknik kimia yang mulai berbicara kesempatan (baca=pragmatis), bukan lagi idealisme keilmuannya. Apapun jenis pekerjaan akan disambarnya asal “menghasilkan” meskipun harus keluar dari koridor teknik kimia. Jadi konsep link and mach-nya Wardiman Djojonegoro yang dulu pernah didengung-dengungkan hanyalah isapan jempol belaka. Lalu, apa solusinya?

Jawabnya cukup singkat. WIRAUSAHA. Jika diri merasa sadar bahwa kurang cukup kemampuan untuk memenuhi kategori wirausahawan sukses, maka membentuk tim dengan kapabilitas yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan visi adalah salah satu solusinya. Misalnya dengan mengumpulkan rekan-rekan satu angkatan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal bernegosiasi dan hubungan luar, teknis dan engineering, serta organisasi. Jika memang ketersediaan modal yang ditakutkan, maka dengan mengajak rekan yang “cukup berada” juga merupakan sebuah solusi. Namun yang terakhir ini bukanlah “reaksi” yang utama, hanya sebagai katalis saja.

Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan wirausaha (baca=UKM) berbasiskan teknik kimia diperlukan pertimbangan beberapa hal, yakni :
1. Teknologi proses yang sederhana dan aplikatif untuk UKM.
2. Bahan baku berasal dari bumi Indonesia. Lebih baik lagi apabila berasal dari limbah-limbah hasil bumi berbasis agro dan keluaran industri lainnya.
3. Mudah dalam hal teknis pengoperasian. Seorang lulusan SD pun selayaknya mampu mengoperasikan proses dalam tataran teknis.
4. Biaya investasi yang masuk akal untuk industri skala UKM alias tidak sampai puluhan atau ratusan miliar rupiah. Bila memungkinkan cukup yang puluhan juta rupiah saja.

Jadi, siapkah kita terjun ke dalamnya? Jika siap, bentuklah tim yang satu ide, misi, dan visi untuk merealisasikan apa yang dicitakan bersama. Mari kita berjuang untuk bangsa ini sesuai dengan bidang dan profesi kita masing-masing. Teringat sebuah ucapan seorang begawan fisika AlbertEinstein ”Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit? Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin. Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar”.

Sunday, October 22, 2006

Diskusi Minyak Atsiri 3 (Minyak Atsiri di DTT Dieng??)

Taken from milis Teknik-Kimia

Pertanyaan:

Dear Pak Ferry,
Mengenai pertanyaan saya tentang minyak atsiri, dataran tinggi yang dimaksud adalah dataran tinggi Dieng, di daerah sekitar Wonosobo dan Banjarnegara. Mengenai ketinggian persisnya, maaf saya kurang tahu Pak.Menurut pengetahuan dan pengalaman Pak Ferry, kira-kira tanaman apa ya pak yang cukup potensial baik dalam kemudahan penanaman, pemeliharaan, pemurnian dan penjualan?Saya tinggal di Wonosobo cukup lama dan saya ingin membuka kesempatan kerja bersama teman-teman saya disana.

Kemudahan ini cukup penting mengingat teknologi dan pendidikan para pekerja di wonosobo belum terlalu baik seperti daerah-daerah lain. Dengan UMR yang cukup rendah dan banyak area yang belum termanfaatkan, saya dan teman-teman disana ingin melihat peluang di minyak atsiri ini.Atas perhatian Pak Ferry, saya ucapkan terima kasih.

Danu


Tanggapan By. Ferry.

Dear Danu.....and all.
First, please dont call me "Pak". I'm still young learner :p U can call me just even a name.

Menurut saya suatu niat yg mulia utk memulai menciptakan lapangan kerja buat rekan2 kita di sana yg belum beruntung. Sama seperti saya pertama kali memulai hal-hal spt ini (in case for essential oil production), apalagi skripsi saya dulu tentang minyak atsiri. (Terima kasih untuk Pak Arsa dan Pak Tatang Hernas - TK ITB yg sudah membimbing saya, tidak sia-sia Pak karena saya sudah berhasil mewujudkannya menjadi real meski masih harus merangkak2). Harus trs dipupuk idealisme itu supaya tidak lekang dimakan zaman...hehe.

Dataran tinggi Dieng...?? Mmmhhh...ngga jauh2 dari saya, lha wong saya ini aslinya orang Temanggung jee.. Bisa tanam beberapa jenis minyak atsiri di sana, kalau mau cepat panen pilihannya adalah nilam dan sereh wangi. Untuk minyak nilam, di Jateng sudah banyak tuh. Coba deh sekali2 kalau ada waktu senggang (liburan) survey ke karesidenan Banyumas (Purwokerto, Banjarnegara, banyumas, dsk), banyak sekali produsen dan petani nilam di sana. Juga Semarang dan sekitarnya (Kendal, Batang, dll), atau Yogja dan sekitarnya (bantul, sleman). Makanya kalau mau ke minyak nilam nanti malah disangka ikut2an dan ngga kreatif...:p. So...lebih tepat menurut saya minyak sereh wangi, pemasarannya pun msh sangat bagus.

Tapi sebelum beraksi, lebih baik studi kelayakan dl. Bikin demplot 100 - 200 m2 di sana, coba-coba tanam sendiri, nyari bibit yg bagus, pupuk ini - pupuk itu, hitung produktivitasnya, hitung loss-nya, coba suling skala pilot, lihat rendemennya, hitung bahan bakar dan tenaga kerjanya, pikirkan jalur pemasaran, cari jaringannya, pelajari mekanismenya, hitung untung-ruginya, trs berfikir bagaimana menggerakkan masyarakat di sana supaya mau nanam tanaman itu kalau propsektif, studi banding ke penyuling lain di desa2. Tenang aja, itu baru seberapa...msh banyak aktivitas yg harus dilakukan, jangan menyerah ya. Untuk hal-hal seperti inipun (non-teknis), chemical engineers mind sangat berguna lho....percaya deh sama saya...:) Pokoknya ngga sia-sia lah pernah kuliah di Teknik Kimia. Banyak ilmu dasarnya yg bisa dijadikan filosofi kehidupan.

Selamat mencoba.. terus berjuang. Banyak jalan bagi anda jika mau berfikir...berfikir...berusaha..dan berdoa...:) dan jangan manja apalagi males....hehehe.

salam,
-ferry-

Tanggapan By. Ono

Salut euy... Te-O-Pe lah pokoknya. Seorang engineer (eh masih calon yaa) memiliki niat luhur menciptakan lapangan kerja buat masyarakat di sekitarnya. Dari sini dari jauh saya dukung secara moral deh hehehe. Keep spirit...!! Btw, Mas Ferry kalo buku yang ngebahas mengenai minyak atsiri dari mulai potensi alamnya, prospek pasarnya sampai ke proses pengolahannya ada ga yaah...?!Paling tidak ngebahas tentang potensi alam dan proses pengolahannya. Kalo ada let me know dong...!! Best Regards, OTA *** Seorang Pekerja bukan Wirausaha

Tanggapan By. Ferry

Hello Mas Oon....:p
Wah..IKPT mau ekspansi di minyak atsiri nih....hehehe. Tenang aja, ngga perlu pakai engineering2an segala..:)

Untuk buku-buku, rujukan umum adalah Ernest Guenter jilid I - V. Yang terjemahan juga ada. Kamu khan org Bandung, jadi kl pulang ke Bandung mampir ke aja bursa buku Palasari. Di sana msh banyak buku Guenther terjemahan (asli) dan harganya murah. Terus kalau yg lainnya...jalan2 ke toko buku Gramedia atau Gunung, lihat di bagian pertanian/agribisnis, di sana pasti ada buku2 tentang atsiri dan budidayanya.
Kalau pengen lengkap (dari hasil kajian2 peneliti dan akademisi), jalan2 saja ke perpustakaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) di Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian - IPB, Balai Besar Industri Agro (BBIA) di Bogor. Minta cuti lah 1 hari aja, tp waktunya digunakan secara maksimal.
Terus kalau mau yang riil, kalau pulang ke Bandung (Sabtu - Minggu) mainlah sekalian jalan ke Cililin atau Gunung Halu di Kab. Bandung (Selatan) di sana ada pertanian nilam dan sereh wangi. Ngobrol2 sama petaninya atau cari aja koperasi minyak atsiri di sana dan silakan wawancara. Anda akan dapatkan hasil dan data yg real.
Pemasaran, kalau cuma belajar dr buku2 menurut saya tidak akan banyak membantu (tapi bermanfaat) karena hanya memberikan gambaran secara global. Harus turun langsung dan berdiskusi langsung dengan para pemainnya dengan cara ya...jalan2 ke desa2 yg ada penyulingan myk atsiri.
Nah dengan jalan2 itu.....kali2 aja ente bisa kerjasama dengan penyuling2 itu dengan memberikan modal kerja tambahan dengan sistem bagi hasil (itu kalau anda tidak mau susah2 bikin perencanaan bisnis). Tinggal amati dan perhatian orgnya saja apakah dia bisa dipercaya atau tidak.

Apalagi ya??? Aku berbicara di atas karena sudah melakukan lho....hehe. Jadi ngga asal ngomong gitu. Atau Ono juga bisa belajar banyak dari teman seangkatanmu, si Awal Ramadhan itu (TK-2000) dari zaman mahasiswa dl sdh sering jalan2 ke penyulingan2 atsiri, khabarnya sekarang mengembangkan penyulingan minyak massoi di Papua. Atau Atip (TK-1999) yg mengembangkan minyak biji bunga matahari di Blitar. Everything is gonna be OK with strong determination.

OK sukses selalu..

Salam,
-ferry-

Diskusi Minyak Atsiri 2 (Minyak Cengkeh Hitam??)

Taken from milis Teknik-Kimia

Pertanyaan :

Salam kenal untuk semuanya, saya baru di sini ... so mohonbimbingannya yah :p ...Begini, saya mau nanya nih. Saya akan melakukan penelitian mengenaidistilasi minyak atsiri dari daun cengkeh. Saya ingin nanya kenapa yahMDC itu warnanya bisa hitam?adakah kandungan2 tertentu yg menyebabkanhal tsb? trus, apa yang bisa dilakukan agar minyak hasil distilasinya jernih? tengkyu ...

Jvo_cynthia

Tanggapan By. Risvank
Setahu saya pengaruh warna jernih atau hita,bergantungdari bahan dari veseelnya. Klo pake besi rata2 hitam,klo pake stainless steel hasilnya bisa kuning jernih.Kalau mau cari minyak daun cengkeh yang kuning ada didaerah yogyakarta dan banten kandungan eugenolnya ugatinggi sesuai standar.

Tanggapan By. Wahyudi
Salam TK
Dalam perdagangan clove leaf oil (CLO)/minyak daun cengkeh, warna tidak jadi pertimbangan. hal yang dipertimbangkan dari CLO adalah kandungan eugenol skitar 78-80%, yang dapat diukur dengan bantuan densitimeter. pasar CLO sebagian besar (80%) diserap di dalam negeri dan pemain utamanya adalah PT. indesso aroma. Kebutuhan mereka sekitar 20 ton CLO/hari.
Rendemen CLO dari daun sangat tergantung dari musim, musim hujan daun cenderung basah sehingga rendemen turun. Selain itu pada musim hujan bahan berupa daun kering susah diperoleh. harga CLO sekarang sekitar Rp. 30.000-32.000/kg.

CLO kemudian difraksinasi dengan produk utamanya adalah eugenol USP, sedangkan produk sampingnya berupa Caryophilene. Caryophilene saat ini belum ada pasarnya. Caryophilene bersifat stabil dan sifat fisiknya mirip dengan kerosin, oleh karena itu mereka menggunakannya sebagai biokerosin untuk bahan bakar boiler. Produk turunan eugenol adalah methyl eugenol, iso-eugenol. dari iso-eugenol dapat dibuat vanillin buatan.

terima kasih

Tanggapan By. Risvank
Memang yang diperlukan kadar eugenolnya, tapi padakenyataannya warna juga sangat dibutuhkan. Saya pernahmendapat order sebanyak 1,6 ton dari amerika dan diaminta warna yang kuning tidak mau yang hitam. Nahkebanyakan di Indonesia minyak daun cengkehnya hitamjadi aga kesulitan kloo mencari yang warna kuning.

Tanggapan By. Ferry
Benar sekali apa yg dikatakan oleh Pak Wahyudi. Saat ini memang pemain utama (di Indonesia) utk produk2 hilir cengkeh adalah PT Indesso Aroma dimana plant-nya terdapat di Cileungsi dan Purwokerto. Pasar minyak cengkeh sangat baik, jadi kalau memang memiliki sumber bahan baku yg baik, bisa lah nyuling minyak cengkeh. Investasinya murah kok.

Warna hitam pd CLO akibat dari ketel suling yg terbuat dari besi biasa (carbon steel). Jika ketelnya terbuat dar stainless, maka minyaknya menjadi jernih. Saya sudah buktikan sendiri di peralatan pilot plant yg saya miliki yg kebetulan terbuat dari stainless steel. Warna hitam terbuat berasal dari adanya ion logam (terutama Fe) yg terkontaminasi di dalam minyak.Kehadiran Fe 10 ppm sudah sanggup menghitamkan minyak cengkeh. Warna hitam akiba kontaminasi fe dapat dihilangkan menggunakan teknik pen-chelat-an atau pembentukan senyawa kompleks logam menggunakan conmplexing agent/chelating agent.

Tertarik dengan diskusi minyak atsiri?? Silakan bergabung ke milis
Atsiri-Indonesia@yahoogrouops.com

Ditunggu....
Salam,
-ferry-

Tanggapan By. Wahyudi
Salam TK
kenapa sebagian besar warna minyak cengkeh di Indonesia hitam? itu karena harga yang hitam dan yang bening (kuning) sama di tingkat eksportir di indonesia. memang kalau menggunakan penyulingan stailess steel warnanya bening (kuning) tapi investasi alatnya 4 kali lipat dibandingkan menggunakan besi biasa.

Untuk proses fraksinasi CLO tidak dibutuhkan warna yang jernih. Mungkin di amerika minyak cengkeh tersebut mau digunakan untuk aroma terapi, tapi untuk menjernihkan warna CLO sangat-sangat gampang, dan hampir semua eksportir bisa menjernihkannya sehingga mereka mau menerima warna yang hitam.
terima kasih

Diskusi Minyak Atsiri 1 (Mesin Penyulingan)

Taken from milis Teknik-Kimia

Pertanyaan:
Dear Netter,
Saya tertarik tentang mesin penyulingan seperti penyulingan minyak atsiri / minyak nilam. Namun saya kesulitan menemukan referensi tentang "Cara kerja/merancang mesin penyilingan"apakah rekan-rekan bisa memberikan informasi tentang judul buku tersebut dan dimana bisa diperoleh? (sebaiknya literatur berbahasa> indonesia)

Salam
Ningsih


Tanggapan By. Ferry

Dear Ningsih,
Gunakan buku : Ernest Guenther "Minyak Atsiri" Vol. 1 (terjemahan Ketaren). Ada baiknya kalau anda survey langsung ke lapangan utk melihat penyulingan minyak atsiri secara real. Atau kalau tidak mau repot2, tinggal cari bengkel yg biasa membuat alat penyulingan minyak atsiri lalu diskusikan dengan bengkelnya (kompilasikan dengan pengetahuan anda di bidang penyulingan minyak atsisi) dan beli jadi. Banyak tuh di intenet. Ini berlaku jika anda ingin meng-create bisnis minyak atsiri skala komersial. Langsung saja, anda ingin menyuling minyak atsiri apa dan dimana?

Salam,
-ferry-

Tanggapan By. Wahyudi

To ningsih,
Sebagai tambahan, memang banyak sekali buku-buku mengenai minyak atsiri, tapi terus terang masih membahas terlalu umum, Kalau kita mau mendesain peralatan, senagai seoranng teknik kimia kita perlu mengetahui kondisi operasi dan teknik ekstraksi dengan uap ini. Hal yang perlu dicari dalam menscale up alat penyulinga dari skala lab ke skala komersial adalam bilangan takberdimensi,seperti data :
1. tinggi tumpukan bahan dengan diameter sulingan
2. jumlah uap yang dialirkan dengan berat bahan yang disuling
3. distribusi uap.

untuk pembuatan alat penyulingan atsiri sebaiknya buat desain yang sedehana, tetapi efektif dan efisien. Desain pembuat uap (kukus) /boiler sudah kita pelajari, data banyak dalam buku kern, tapi sebaiknya menggunakan bahan bakar yang banyak didapat disekitar lokasi penyulingan. Saya memeliki sulingan nilam dan cukup efisien. dan sudah membuat untuk orang lain 5 buah unit sulingan. Dan saya memliki rumus-rumus dan aturan yang sudah saya uji untuk mendesain peralatan penyulingan Untuk membuat alat di bengkel, sebagai orang teknik yang sarjana, kita harus lebih kritis, mereka membuat alat hanya berdasarkan pengalaman. Pengalaman pembuatan alat sangat perlu tapi secara filosofis teknis seharusnya kita (sarjana teknik kimia) lebih unggul dari tukang bengkel tesebut. Itu tip sementara dari saya, kalau ingin diskusi lebih mendetil dapat menghubungi saya di email ini.

M Yudi wahyudi

Tanggapan By. Ferry

Benar sekali Mas Wahyudi..
Banyak pengetahuan2 fundamental teknik kimia ygdiaplikasikan utk desain alat penyulingan minyakatsiri, in case = bagaimana memperoleh rendemenmaksimal (tapi ini tergantung bahan bakunya juga) danefisiensi penggunaan energinya. Di sini kita bisakompilasikan pengetahuan teknik kimia (proses) denganpengalaman tukang bengkel dalam mengkonstruksipenyulingan.Saya juga menerapkan konsep2 ini ketika membangunpenyulingan minyak pala, dan sekarang sedang dalamtahap pendirian penyulingan minyak daun cengkeh.Buku-buku yg membahas alat penyulingan memang masihterlalu umum, tapi cukuplah untuk pemula yang masihbelajar apa itu penyulingan dan bagaimana seluk beluk serta mekanisme kerjanya.

Salam,
-ferry-

Economizer di IKM Penyulingan Minyak Atsiri

Pemanfaatan Panas Buang Gas Cerobong untuk Pemanas Mula Air Umpan Boiler di IKM Penyulingan Minyak Atsiri
(Studi Kasus : PT. Pavettia Atsiri Indonesia)

A. D.A. Feryanto
Jurusan Teknik Kimia – Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung
Jl. PHH Mustapha No. 23 Bandung
mantra_mantra_jingga@yahoo.com



ABSTRAK

Membengkaknya harga BBM yang hampir dua kali lipat beberapa waktu lalu sangat memukul sejumlah Industri Kecil Menengah (IKM) yang sangat bergantung pada ketersediaan sumber energi yang murah untuk menyokong keberlangsungan proses produksinya. Salah satu IKM tersebut adalah industri penyulingan minyak atsiri yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memproduksi kukus. Dengan semakin tingginya harga BBM yang tidak diimbangi oleh kenaikan harga minyak atsiri, maka keuntungan yang diperoleh pengusaha semakin menipis. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi konsumsi energi, salah satunya dengan memanfaatkan panas buang gas cerobong untuk pemanas mula air umpan boiler melalui sebuah economizer.

PT. Pavettia Atsiri Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Ciawi – Bogor memproduksi minyak pala (nutmeg oil) dengan konsumsi kukus jenuh 1 atm sebesar 100 kg/jam. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan minyak tanah 13.5 liter/jam dengan waktu produksi rata-rata 24 jam/batch. Selama sebulan dapat dilakukan 20 batch produksi. Biaya operasional yang dibutuhkan untuk pembangkitan kukus adalah Rp 810.000,-/batch. Panas sensibel gas cerobong dimana temperaturnya masih sangat tinggi akan digunakan untuk pemanas awal air umpan boiler sehingga air dapat masuk boiler dengan temperatur 80 - 90oC sedangkan sebelumnya hanya 25 – 27oC.

Hasil kajian teknis dan ekonomis menyimpulkan bahwa secara keseluruhan efisiensi boiler meningkat 5,2% dengan penghematan bahan bakar 1,26 liter/jam atau setara dengan 30,2 liter/batch. Dengan harga minyak tanah di pasaran Rp 2.500,-/liter, maka dalam satu bulan diperoleh tambahan pendapatan Rp 1.510.000,-. Sementara itu, nilai investasi untuk modifikasi cerobong asap dengan menambah economizer dapat kembali dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan (Pay Out Time).

Minyak Sereh Dapur / Lemongrass Oil


Posted by Ferry to milis Atsiri-Indonesia
12 Dec 2005

MINYAK SEREH DAPUR / LEMONGRASS OIL

Pernah mendengar sereh dapur? Membaca namanya, sudah semestinya benda yang satu ini akan sering kita jumpai di dapur. Ibu-ibu sangat familiar dengannya sebagai bumbu dapur seperti lengkuas, daun salam, jahe, kunyit, dll. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bumbu dapur adalah pangkal tangkainya, Jika pernah sarapan nasi uduk, pasti akanjelas tercium aroma sereh dapur yang khas sebagai bumbu campurannya.

Karena beraroma seperti lemon, sereh dapur sering disebut lemongrass (rumput lemon)Menurut ilmu taksonomi, bumbu dapur yang sering terdapat dalam opor ayam ini termasuk dalam famili gramineae (rumput-rumputan)dan genus Cymbopogon. Sereh dapur merupakan tanaman tahunan (perennial) dan stolonifera (berbatang semu). Berdaun memanjang seperti pita, makin ke ujung main meruncing dan berwarna hijau, sebagaimana layaknya famili rumput-rumputan yang lain seperti ilalangdan padi. Panjang daunnya berkisar 0,6 – 1,2 m yang tersusun pada stolon. Rumput ini tidak berbunga dan tidak menghasilkan biji meskipun dibiarkan tidak dipangkas dalam kondisi dan waktu tertentu.

Jenis-Jenis Sereh Dapur
Sebelum membicarakan sereh dapur, ada baiknya jika membahas macam-macam sereh. Secara umum, sereh dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sereh dapur (lemongrass) dan sereh wangi (sitronella). Keduanya memiliki aroma yang berbeda. Minyak sereh yang selama ini dikenal di Indonesia merupakan minyak sereh wangi (citronella oil) yang biasanya terdapat dalam komposisi minyak tawon dan minyak gandapura.

Minyak sereh wangi telah dikembangkan di Indonesia dan minyak atsirinya sudah diproduksi secara komersial dan termasuk komoditas ekspor. Sedangkan minyak sereh dapur (lemongrass oil) belum pernah diusahakan secara komersial. Dari segi komposisi kimianya, keduanya memiliki komponen utama yang berbeda. Sereh wangi kandungan utamanya adalah citronella, sedangkan sereh dapur adalah sitral.

Sereh dapur terbagi menjadi 2 varitas, yaitu sereh flexuosus(Cymbopogon flexuosus) dan sereh citratus (Cymbopogon citratus). Dalam dunia perdagangan minyak atsiri, minyak sereh flexuosus disebut sebagai East Indian lemongrass oil (minyak sereh dapur India Timur). Sedangkan sereh citratus dikenal dengan West Indian lemongrass oil (minyak sereh dapur India Barat). Keduanya dapat tumbuh subur di Indonesia meskipun yang terbanyak adalah jenis West Indian. Perbedaan yang sangat jelas dari keduanya terletak pada sifat-sifat minyakatsiri yang dihasilkan. Minyak sereh India Timur lebih berharga dari pada India Barat, terutama karena kandungan sitralnya yang lebih tinggi.

Syarat Tumbuh dan Budidaya
Sereh dapur tumbuh liar di daerah-daerah tropis sepertiIndonesia, Malaysia, Vietnam, India, Amerika Tengah, sebagian Amerika Selatan dan Afrika. Meskipun dapat juga tumbuh pada iklim dingin namun produktivitasnya akan menurun. Sereh dapur lebih menyukai daerah dengan limpahan cahaya matahari yang besar, curah hujan tidak terlalu berlimpah (min 1500 mm/tahun), serta ketinggian sampai 1000 m dpl (paling baik 100-400 m). Cuaca yang panas dan sinar matahari akan merangsang pembentukan minyak dalam tanaman. Di daerah yang curah hujannya melimpah, sereh dapat dipanen lebih sering dibandingkan dengan daerah kering, namun minyak yang dihasilkan berkadar sitral lebih rendah.

Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik, bertekstur ringan, lempung berpasir, sampai pasir berdebu. Namun hasilnya kurang pada tanah bertekstur berat, keras, dan dapat menahan air. Tanaman yang dibudidayakan di atas tanah yang baik dapat meningkatkan rendemen minyak serta kandungan sitralnya lebih tinggi. Sereh dapur masih belum banyak dibudidayakan di Indonesia, karena sebagian besar digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sebagai campuran makanan/rempah-rempah. Padahal sereh dapur termasuk jenis tanaman yang mudah dalam hal budidaya dan perawatan. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman ini boleh dikatakan tidak ada. Begitu pula minyak atsirinya lebih bernilai dibandingkan minyak sereh wangi.

Perkembangbiakan dilakukan dengan sistem bonggol akar pada batang semu (stool). Batang semu yang telah dewasa (minimal terdiri 10 pelepah daun) digunakan sebagai bibit. Satu rumpun sereh dapur yang telah dewasa yang berumur lebih dari 1 tahun dapat menghasilkan bibit di atas 50 batang. Tanaman sereh yang telah dewasa dicabut dan akarnya dipotong seperlunya. Daun dan batang semu dipangkas hingga keseluruhan bibit mencapai panjang kurang lebih 20 - 30 cm.

Persiapan lahan dilakukan dengan pencangkulan dan pemberian pupuk kompos agar produktivitas daun segar yang dihasilkan mencapai maksimal. Untuk penghematan, pupuk kompos ini dapat diperoleh dari ampas daun sisa penyulingan. Lebih bagus lagi apabila dibuat bedengan- bedengan. Pada lahan yang telah diolah, bibit sereh ditanam pada jarak 75 cm x 75 cm pada lubang tanam yang dibuat menggunakan linggisdengan kedalaman 10 – 15 cm . Lubang tanam harus benar-benar tertutuprapat dengan tanah agar pertumbuhan sistem akar cukup baik. Penamananhendaknya dilakukan pada awal musim hujan untuk merangsangpertumbuhan sehingga lebih cepat dipanen untuk pertama kali. Bagianbibit yang muncul di permukaan tanah kira-kira memiliki panjang 10 –15 cm.

Jika tanaman tumbuh baik, sereh dapur dapat dipanen untuk pertamakali setelah berumur 6 bulan atau panjang daun telah mencapai sekitar1 m. Pemanenan dilakukan dengan cara memangkas batang semu yangtersusun oleh pelepah-pelepah daun. Pemangkasan dapat dilakukandengan sabit atau ani-ani. Ketinggian tanaman dari permukaan tanahdipertahankan 15 – 20 cm. Satu rumpun tanaman dapat menghasilkan daunbasah 1 - 2 kg.

Setelah panen pertama, rumpun akan tumbuh kembali dengan cepat dandapat dipanen kembali setelah 3 – 4 bulan tergantung perawatan daniklim daerah tanam. Masa produktif tanaman sereh dapur adalah 4 – 5tahun. Semakin lama, produktivitas daun basah yang dihasilkan semakinsedikit. Dalam 1 ha lahan dapat dihasilkan daun sereh dapur segar 60 –120 ton/tahun
(4 kali panen).

Hasil penelitian mengatakan bahwa penambahan pupuk buatan setelahmasa panen dapat menambah produktivitas tanaman. Pemberian pupuk N(urea) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Sedangkan pupuk K(KCl) berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Sehingga penambahancampuran urea dan KCl dapat meningkatkan hasil panenan.

Penyulingan dan Penanganan Minyak Sereh Dapur
Setelah panen, daun sereh hendaknya langsung disuling untuk menghindari kehilangan minyak karena penguapan. Daun sereh dirajang dahulu sampai panjangnya menjadi sekitar 10 – 15 cm dan secepatnya dimasukkan ke dalam ketel suling. Perajangan ini berfungsi untuk memperbesar bulk density bahan, sehingga secara kuantitas dapat dimasukkan lebih banyak bahan ke dalam ketel suling. Perajangan ini berpengaruh terhadap rendemen minyak yang dihasilkan karena pada saat proses perajangan terdapat sejumlah kecil minyak yang menguap ke udara bebas. Ketel suling bervolume 3000 liter mampu menampung bahan olah 800 – 1000 kg daun rajangan.

Penyulingan dilakukan baik dengan penyulingan uap-air (1 atm)atau penyulingan uap pada tekanan sedikit di atas 1 atm. Waktu penyulingan antara 1 – 3 jam, tergantung pada jumlah uap dan jumlah bahan yang diolah. Rendemen minyak bervariasi antara 0.2 – 0.4% basis basah. Pengalaman penulis yang melakukan percobaan analisis kadar minyak sereh dapur menggunakan metoda Claevenger diperoleh rendemen0.26 – 0.37%. Rendemen minyak pada sereh dapur terutama dipengaruhi oleh:

1. Tingkat kesegaran bahan olah. Semakin segar bahan olah, semakin tinggi rendemennya. Bahan yang kering/layu kemungkinan telah terjadi penguapan sejumlah kecil minyak ke udara bebas.
2. Kualitas bahan olah. Bahan olah yang mengandung banyak batang semu dibandingkan daunnya akan menghasilkan rendemen minyak yang kecil. Minyak atsiri banyak terdapat dalam daun, sedangkan tangkai/batangnya sedikit menghasilkan minyak padahal kehadiran batang pada bahan olah berkontribusi besar terhadap berat bahan olah.
3. Jenis sereh dapur. Sereh flexuosus (East Indian) menghasilkan rendemen minyak yang lebih baik daripada sereh citratus (West Indian)
4. Perlakuan awal bahan olah. Perajangan akan menurunkan rendemen minyak namun memperbesar kapasitas penyulingan. Disarankan agar bahan yang dirajang sesegera mungkin dimasukkan ke dalam ketel suling.

Minyak sereh dapur harus disimpan dalam wadah yang terlindung dari udara dan cahaya, dan bebas dari air sebelum dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan, Media simpan yang paling baik adalah botol-botol tertutup berwarna gelap sehingga tidak tembus cahaya. Penyimpanan minyak sereh perlu diperhatikan dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap kualitas minyak, terutama kadar sitralnya. Apalagi untuk penyimpanan dalam jangka waktu lama yang memungkinkan terjadinya degradasi kualitas minyak, seperti terjadinya oksidasi aldehid, hidrolisa ester, polimerisasi, dan resinifikasi.

Minyak Sereh Dapur (Lemongrass Oil)
Lemongrass oil memiliki aroma khas lemon. Biang keladi aroma tersebut adalah sebuah senyawa bergugus fungsi aldehid, yakni sitral sebagai senyawa utama minyak. Minyak sereh dapur tipe East Indian memiliki kandungan sitral lebih tinggi daripada tipe West Indian. Kandungan sitral kedua tipe minyak itu antara 75 – 88%. Sedangkan standar perdagangan minyak sereh dapur adalah kadar sitralnya minimal 75%.Hal yang paling membedakan kedua tipe itu adalah kelarutan dalam alkohol 70%. Tipe East Indian larut sempurna 1 : 2 volume dalam alkohol 70%, sedangkan tipe West Indian larut pada 1 : 4 volume. Hal ini menandakan bahwa pada minyak tipe West Indian terdapat banyak kandungan terpen-terpen tak beroksigen (terutama mirsen) yang sukar larut dalam alkohol. Terpen-terpen tak beroksigen ini kurang disukai kehadirannya dalam minyak atsiri. Secara visual, warna minyak kedua tipe ini juga berbeda. Minyak East Indian berwarna kuning tua sampai coklat merah tua. Tipe West Indian berwarna kuning muda sampai coklat muda.Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan sifat fisika-kimia kedua jenis minyak sereh dapur.

Sifat fisik-kimia Tipe East Indian - Tipe West Indian
Berat jenis, 25oC = 0.8902 - 0.8731
Indeks bias, 25oC = 1.487 - 1.4587
Putaran optic = +0.25 - +0.2
Kelarutan dalam etanol 70% = 1 : 2 - 1 : 4
Kadar sitral = 80.2% - 76.1%

Selain sitral, minyak sereh wangi juga mengandung beberapa senyawa penyusun minyak atsiri seperti sitronellal, geraniol, mirsen, nerol, farnesol, metil heptenol, dipenten, n-desialdehid, linalool, metal heptenon, dan senyawa-senyawa lain dalam jumlah yang kecil. Minyak sereh wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri terpenting sebagai sumber senyawa sitral. Sitral digunakan sebagai bahan baku pembuatan senyawa-senyawa ionon. Ionon adalah golongan senyawa-senyawa aromatis sintetik yang banyak digunakan sebagai pewangi dalam berbagai macam parfum dan kosmetika. Ionon memiliki bau seperti violet yang intensif dan tahan lama. Di samping itu, sitral sangat penting sebagai bahan baku pada sintesa Vitamin A. Selain kedua penggunaan di atas, minyak sereh dapur juga digunakan secara meluas untuk pewangi sabun, detergen, pembersih lantai, aerosol, dan aneka jenis produk teknis lainnya. Dalam jumlah yang kecil digunakan pada industri makanan dan minuman seperti anggur, saus, permen, rempah, dan lainnya. Sebagai bahan yang digunakan di bagian luar, digunakan untuk keperluan obat sakit kepala, sakit gigi, ramuan air mandi.

Produksi dan Perdagangan
Telah dijelaskan di atas bahwa minyak sereh dapur belum diusahakan secara komersial di Indonesia. Berlawanan dengan minyak sereh wangi yang telah berkembang di Indonesia. Negara penghasil minyak sereh dapur tipe East Indian yang utama adalah India, RRC, Sri Lanka, dan Brasil. Sedangkan tipe West Indian adalah Guatemala dan India. Kebutuhan dunia akan minyak sereh dapur pada tahun 1990 berkisar antara 800 – 1300 ton/tahun. Tahun 2000 permintaan minyak sereh dapur dunia meningkat menjadi 2000 kg/tahun. Harga pasaran internasional minyak sereh dapur saat ini adalah 11 US$/kg. Harga minyak tipe East Indian sedikit lebih tinggi daripada tipe West Indian. Semakin tinggi kandungan sitralnya, maka harga minyak menjadi lebih tinggi.

Sebuah perkebunan sereh dapur yang dikelola dengan baik akan menghasilkan rata-rata sekitar 80-100 ton daun basah/tahun. Jika rendemen rata-rata 0.3%, maka setiap ha lahan akan menghasilkan 240 –300 kg minyak/tahun.

Bahan Renungan
Minyak atsiri yang diperdagangkan di dunia berjumlah sekitar 70 - 80 jenis. Namun Indonesia baru bisa memasok 12 jenis saja dan itupun tidak semuanya rutin. Padahal sebagian besar jenis minyak atsiri tersebut dapat dikembangkan dan dibudidayakan di Indonesia. Bahkan sudah ada di Indonesia sejak zaman dahulu hanya belum diusahakan secara komersial, seperti halnya kasus sereh dapur ini.

Keterlambatan Indonesia dalam memantau perkembangan dan mendivesifikasi komoditas minyak atsiri secara tidak langsung merugikan kompetensi Indonesia sendiri sebagai salah satu negara produsen minyak atsiri. Diversifikasi jenis minyak atsiri merupakan salah satu langkah dalam menaikkan posisi tawar Indonesia dalam dunia perdagangan minyak atsiri.

-ferry-
(Disarikan dari berbagai diskusi dan pustaka)

Pustaka
1. Guenter, Ernest, 1948. The Essential Oil Vol. 4 (Minyak Atsiri, terjemahan Ketaren, pokok bahasan Sereh Dapur). UI Press,Jakarta.
2. Hobir, Emmyzar, 2002, Perkembangan Teknologi Produksi Minyak Atsiri Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
3. Mansur, M, IM Tasma, OU Suryana, 1992, Sereh Dapur. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. VIII No. 2, Balitro,Bogor.
4. Ma'mun, N Nurdjanah, 1993, Pengaruh Perajangan dan Lama Pelayuan terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Sereh Dapur. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. VIII, No. 1, Balitro, Bogor.
5. Rosman, R, H Muhammad, R Suryadi, Emmyzar, Rachman, 1994, Pengaruh Pupuk N, P. dan K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sereh Dapur di Tanah Latosol Citayam. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. IX, No. 2, Balitro, Bogor.
6. Rosman, R, Emmyzar, 1991, Budidaya dan Peluang Pengembangan Lemongrass. Prosiding Pengembangan Tanaman Atsiri Sumatra.
7. Rusli, S, N Nurdjanah, Soediarto, D Sitepu, S Ardi, DT Sitorus, 1985, Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. I No. 2, Balitro, Bogor.

Iseng Nyuling Daun Cengkeh di Lab

Posted By Ferry to milis Atsiri-Indonesia
20 Dec 2005

Dear All...
Kemarin saya iseng nyuling daun cengkeh dengan alat pilot saya. Ngga banyak cuma 5 kg/batch. Lagi bikin feasibility study utk penyulingan minyak daun cengkeh di Kab. Garut.

hasilnya =
*daun cengkeh jelek (low quality) adalah daun cengkeh gugur yg dihasilkan saat musim hujan, jadi pengeringan secara alami dengan matahari lalu terbasahi kembali oleh hujan, busuk, dan kembali kering oleh matahari, demikian seterusnya. Sudah tidak wangi cengkeh --> menghasilkan rendemen rata2 1.3%

*daun cengkeh gugur (kualitas OK) adalah daun cengkeh yg murni kering matahari (tanpa terbasahi hujan), masih berbau harum cengkeh --> menghasilkan rendemen rata2 3.6%

*batang cengkeh (clove stem) / kalau orang Sunda menyebutnya bangkang cengkeh
--> menghasilkan rendemen 5.0%.

Hasil survey lapangan mengatakan bahwa rata2 penyuling daun cengkeh dengan kapasitas 1000 ton/batch mendapatkan minyak 12 - 17 kg (rendemen 1.2% - 1.7%), hanya sekali2 kalau lagi mujur mendapatkan maksimal 2% dengan waktu penyulingan lbh dr 12 jam.

Kalau dianalisa, salah satu faktornya adalah laju alir uap yg tidak sebanding dengan jumlah bahan sehingga proses hidrodifusi tidak berjalan dengan maksimal. Mengingat menyuling daun cengkeh akan ekonomis apabila dilakukan pd skala besar (di atas 800 kg/batch) dengan bahan bakar ampas daun cengkeh (+kayu bakar) --> kalau BBM sudah tdk ekonomis lg. Metode penyulingan yg digunakan penyulingan uap-air dengan ketel terbuat dr besi karbon biasa. Oleh sebab itu, perlu dirancang sebuah alat yg mampu meningkatkan efisiensi pembakaran dan memperluas area perpindahan panas di dasar ketel suling dimana api dan gas hasil bakar panas dapat secara maksimal menyuplai panasnya pada air yg terletak di dasar ketel.

Pernah baca pemenang PIMNAS 2003 dr teknik kimia UNDIP menggunakan metode ekstraksi-distilasi yg menghasilkan rendemen minyak daun cengkeh sampai 6-7% (skala lab). Secara teknis (industrial) masih banyak yg harus dianalisa, misalnya ; kebutuhan energi, loss pelarut, konstruksi alat, jenis bahan baku yg digunakan sampai pada biaya investasinya itu sendiri.

Mohon komentarnya bagi rekan anggota milis sekalian utk menambah khasanah pengetahuan kita tentang minyak atsiri.

Salam,
-ferry-

Oleh-oleh liburan Akhir tahun


Posted by Ferry to milis Atsiri-Indonesia
29 Dec 2005

Kembali berbagi cerita pengalaman liburan akhir tahun…..Selama 4 hari kemarin, saya melakukan “roadshow” kecil-kecilan ke 2 penyulingan nilam dan 2 penyulingan daun cengkeh di Kabupaten Majalengka, Kuningan, Jawa Barat. Sedianya juga mau ke Garut, tapi cuaca yang tak mendukung alias hujan tak henti2nya. Ada banyak hal dan informasi berkaitan dengan suka duka bisnis penyulingan atsiri. Dari hasil jalan-jalan tersebut saya mengambil refleksi sebagai berikut:

1. Adalah benar apa yg dikatakan Mas Harris tempo hari bahwa jika untuk terjun ke bisnis atsiri (baca=nilam), lebih baik memiliki kebun inti sendiri sekitar 10-15 ha agar ketel suling berkapasitas 200 kg/batch mampu beroperasi secara optimal dan kontinu sehingga modal kerja tidak habis terbebani oleh biaya2 operasional (biaya tetap) akibat pabrik tidak beroperasi. Pengendalian lahan olah sendiri (di desa yang saya survey, biaya sewa lahan Rp 1,5 juta/ha/tahun) dapat menaikkan posisi tawar penyuling terhadap masyarakat lain yang bertanam nilam untuk bertindak lebih tegas terhadap nilam-nilam kualitas buruk yang dikirimkan.

2. Andaikan ingin bekerjasama dengan dengan petani, misalnya memberikan bibit utk mereka dan biarkan mereka mengolah sendiri tanahnya dengan bertanam nilam, ada beberapa hal yang harus dilakukan :-kenali dalam-dalam karakteristik dan pola pikir petani setempat. Banyak sekali pengalaman lucu (namun pahit) dari penyuling2 nilam yang saya jumpai berkaitan dengan hal ini. Petani yang tidak peduli akan kebun nilamnya tentu akan menghasilkan daun nilam yang berkualitas rendah dan rendemen minyak rendah. Sementara itu mereka “memaksa” kepada penyuling untuk membeli (dan dengan harga tinggi) daun sudah mereka bawa. Yang terjadi di desa ini, petani nilam enggan merawat kebunnya dengan baik namun menginginkan hasil sebanyak mungkin. Bahkan ada beberapa lahan yang umur tanaman nilamnya sudah tua sehingga menghasilkan rendemen kecil dan kadar PA yang rendah tetapi mereka enggan untuk meregenerasinya. Bayangkan, pengalaman seorang penyuling membeli daun nilam 3 kuintal dan hanya menghasilkan minyak 3.1 kg dan kadar PA 26%. Rendemen 1.05%.......... menangislah!!
-Waspadai terhahap penipuan bahan baku. Penipuan (baca=trik) mencakup hal-hal berikut : *kadar kebasahan (kadar air) daun nilam dan kasus ini yang paling sering terjadi. Banyak petani yang menjual daun masih agak basah tetapi mengaku kering dan tetap ngotot untuk dibayar dengan harga semestinya. Pengeringan daun nilam basah yang baik terdapat penurunan bobot bahan antara 6 – 7 kali. Pengalaman seorang penyuling, mereka membeli daun nilam agak basah (namun dikatakan kering oleh petani) dan dibayar dengan harga kering sebanyak 1 ikat (30 kg), setelah dikering-anginkan kembali, bobot daun nilam tersebut tersebut hanya menjadi 18 kg saja. Bayangkan beberapa kerugian yang harus diderita penyuling. Bahkan seringkali terjadi daun kering hanya nampak dari luar, tapi di dalamnya hanya setengah kering sampai bersuhu hangat karena terfermentasi di dalam.* perbandingan bobot batang dan daun yang tidak imbang. Perlu diketahui bahwa batang nilam memiliki rendemen yang cukup kecil. Dalam memanen nilam, petani tidak memperhitungkan kaidah pemanenan yang baik untuk menghasilkan nilam berkualitas. Nilam dengan yang dipotong 30 cm dari pucuk adalah daun yang memenuhi standar kualitas suling. Namun yang terjadi di lapangan, petani menebas serendah mungkin tanamannya untuk menghasilkan bobot daun (+ batang yang besar-besar) yang tinggi dan menguntungkan mereka. Sebuah pola pikir jangka pendek yang sedikit demi sedikit harus dikikis. Karena pemanenan yang salah selain merugikan penyuling, juga menurunkan produktivitas tanaman nilam itu sendiri untuk panen-panen berikutnya.* kehadiran daun-daun non nilam (tetapi mirip nilam) di dalam karung-karung daun nilam yang jumlahnya cukup signifikan. Daun nilam itu bentuknya sangat umum dan banyak sekali daun-daun mirip nilam yang tumbuh di sawah-sawah atau kebun. Bedanya hanya di aroma saja. Apalagi kalau sudah kering, hampir tak dapat dibedakan secara sekilas. Jika dalam 1 karung daun nilam berisi 30% daun non-nilam, tentu dapat dihitung berapa kerugian yang harus diderita penyuling.* kehadiran benda-benda berat di dalam karung-karung daun nilam. Contohnya adalah batu, kayu, atau potongan2 besi. Bayangkan saja kalau dalam 1 karung nilam berbobot 20 kg terdapat batu dengan total bobot 3 kg.

3. Pendapat saya terdahulu berkaitan dengan pemasaran nilam skala kecil belum berubah, Jangan takut tidak kebagian pasar. Tengkulak-tengkulak minyak nilam selalu berkeliaran di sentra-sentra penyulingan. Kalau mau jual ke eksportir, kapasitas minimal pengirimkan harus 500 kg/kirim, sehingga membutuhkan modal kerja yang cukup besar. Jadi……pemasaran minyak nilam selalu ada dan cukup besar. Hanya pada tahap awal dan skala kecil, tentu harus dijual ke tengkulak dahulu.

4. Efisiensi bahan bakar. Kenaikan harga BBM membawa dampak yang sangat cukup besar bagi biaya energi untuk penyuling-penyuling kecil. Seorang penyuling bahkan harus mencampur minyak tanah dengan oli untuk bahan bakar boiler guna menghemat biaya bahan bakar. Jadi, buatlah alat penyulingan yang benar-benar efisien dalam pemakaian energi atau memanfaatkan sumber energi di sekitarnya yang masih murah dan jumlahnya melimpah. Saya hanya berfikir, alat suling yang modern sekalipun yang diklaim mampu menghasilkan rendemen yang baik akan menjadi sia-sia apabila sistem penyediaan bahan baku, baik dari sisi agribisnis (baca=pertanian) maupun distribusinya masih dipenuhi fenomenan-fenomena yang saya ceritakan di atas. Sebab rendemen dan margin yang diperoleh penyuling akan sangat tergantung pada kondisi bahan bakunya.

Saya juga berfikir, Balitro banyak melakukan penelitian tentang pemuliaan tanaman nilam unggul dan menghasilkan aneka varietas nilam yang berkualitas. Tapi tentu saja dengan perawatan yang sangat ideal di kebun-kebun percontohan. Tetapi di lapangan, perawatan sangat jauh dari ideal. Sebaik apapun bibit yang ditanam namun dengan perawatan seadanya (kalau tidak mau dikatakan tidak dirawat sama sekali) maka hasilnyapun tidak akan maksimal.
Mungkin tulisan di atas sepertinya hanya menyoroti keteledoran dan kesalahan para petani. Namun tentu saya pribadi tidak menjustifikasi petani secara sepihak (masih banyak petani yang memiliki idealisme untuk berkembang). Mari kita kembali berfikir pada budaya dan mental para pelaku minyak atsiri itu sendiri, mulai dari petani, penyuling, peneliti, dan pedagang. Mana yang patut untuk disalahkan?? Tidak ada. Jawabnya hanya mari kita bahu-membahu untuk mewujudkan iklim perminyakatsirian Indonesia yang lebih baik sesuai porsinya masing-masing.

Kembali pada masalah bisnis minyak nilam, memiliki lahan yang disewa untuk diolah dengan tangan dan kontrol sendiri akan meminimalkan masalah-masalah di atas. Kita juga punya posisi tawar yang baik terhadap petani-petani sejenis yang kualitas nilamnya buruk. Atau syukur-syukur malah menjadi lahan percontohan bagi petani-petani bagaimana merawat kebun nilam yang baik dan menguntungkan semua pihak. Tapi hati-hati juga lho, waspadalah terhadap pencuri-pencuri daun nilam di malam hari. Yah….ini adalah satu fenomena tersendiri di tengah-tengah masyarakat yang serba susah dan mental yang rapuh. Beruntung apabila kita bisa mengenal budaya daerah tempat penyulingan dengan baik dan dapat merangkul para petani nilam untuk mengembangkan komoditas ini berazaskan prinsip simbiosis mutualisme.

Jadi…..wah, malas ah berbisnis nilam. Banyak sekali masalahnya….Begini salah, begitu salah. But, that’s the challenge, pals to be the real entrepreneur…..:)
Kiranya cukup saya berkicau untuk hari ini. Semoga memberikan tambahan informasi setidak-tidaknya pengalaman saya menengok dua penyulingan minyak nilam.

Bagaimanakah di daerah anda?? Next time saya akan lanjut cerita hal-hal yang belum tersebut di sini.

Tetap semangat!!.
-ferry-

Mari Berbisnis Atsiri 1

Posted by Ferry to milis Atsiri-Indonesia
30 Nov 2005

Ditemani secangkir kopi panas, saya mencoba memberikan sebuah uraian yg menurut saya dapat dilakukan utk memulai bisnis minyak atsiri (dalam kasus ini minyak nilam, krn yg paling ngetrend). Msh banyak jenis minyak atsiri lainnya yg layak kita bahas di forum ini. Maybe later-lah, br ngga kehabisan bahan diskusi….hehehe.
Ini bukan pengalaman pribadi, lho. At least, hasil diskusi dengan orang2 atau hasil pengamatan selama ini di bidang perminyaknilaman yg bisa saya share pada rekan2.

Yg perlu diketahui oleh pembaca yg budiman bahwasannya minyak nilam selalu ada pasar dan jangan takut utk tidak bisa memasarkannya, bahkan minyak nilam terburuk sekalipun (asal ngga campuran) yg bisa dihasilkan. Hanya tentu saja harganya lebih “njomplang”. So, taken easy… bersabarlah lambat laun pasar akan ada kok asal kita rajin mengamati dan mencari informasi sebanyak2nya. Kata Mas Harris, harus serius memperhatikan segala aspek yg terkait.

Jika takut usaha penyulingan tidak berhasil, mulailah dengan skala kecil katakanlah 50 kg minyak/bulan dengan kapasitas alat suling 100 kg bahan baku kering/batch. Kembali ke hitung2an jumlah bahan baku yg dibutuhkan. Dengan asumsi rendemen minyak nilam rata-rata 2%, (sebab seperti kata Mas Harris kalau lagi mujur bisa dapat 2.5-3%, tp kalau lg apes hanya bisa 1% saja) maka setiap batch operasi (per batchnya paling lama 8 jam, waktu penyulingan yg dipilih juga ada bbrp factor yg menentukan seperti laju alir uap, tekanan uap, dan jumlah bahan baku yg disuling) akan menghasilkan 2 kg minyak. Jadi kalau 50 kg/bln dibutuhkan minimal 25 batch. Bahan baku per bulan ekivalen dengan 3000 kg daun nilam kering/bulan.

Bahan baku
Asumsi setiap 1 ha lahan akan menghasilkan 6 ton daun nilam kering/4 bulan, maka dibutuhkan 2 ha lahan utk mengcover kontinuitas supply bhn baku. Bagaimana kalau tidak punya lahan perkebunan sendiri? Buatlah penyulingan di sekitar lokasi bahan baku yg benar2 dimengerti karakteristik petani atau orang2 di sekitar lokasi penyulingan tersebut. Banyak kasus tertipunya para penyuling nilam oleh supplier bahan baku. Contohnya, daun nilam dijual per bal, tampak luar memang daun nilam tetapi dalamnya banyak campuran daun2 lain yg menyerupai nilam karena banyak sekali daun-daunan yg mirip dgn nilam kalau tidak jeli memperhatikannya. Kemudian penipuan yg lain adalah banyaknya batang yg terdapat dalam nilam. Banyaknya batang tentu mengurangi rendemen minyak karena kandungan minyak yg terdapat pada batang tidak sebesar pada daunnya. Kadang ada petani yg menjual daunnya saja dengan harga yg lebih tinggi, tetapi sebagian besar petani memang menjual campuran batang dan daun (harganya sekitar 2000 – 2500 per kg daun kering).

Lokasi penyulingan
Tentulah harus dekat dengan bahan baku utk menghemat biaya operasional dr sektor transportasi. Tidak mungkin saya buat penyulingan di Bandung, tetapi bahan bakunya ada di Garut atau Kuningan, saya rasa akan berat di ongkos saja. Kecuali…..ada kecualinya lho… Saya bisa jual minyak nilam kualitas baik ke end-user dengan harga lebih dari 1.5 kali lipat harga tengkulak….hehehe.

Harga minyak nilam
Informasi terakhir yg saya dapatkan dr penyuling di Kuningan, Ja-Bar (via mahasiswa saya yg pergi ke sana), harga di tingkat tengkulak Rp 170.000,- (lagi2 benar apa kata Mas Harris). Di tingkat eksportir lebih tinggi 10-20% dr harga penyuling. Dan saat ini harga ekspor ke negara lain sekitar 25 US$. Sudahkah anda memperhatikan gejala dan fluktuasi harga minyak nilam ini? Saya ceritakan sebuah fakta ttg harga (dalam kurung artinya harga ekspor internasional). Februari 2003, harga minyak nilam di tingkat eksportir Rp 130.000,- (19-21 USS). Juli 2003 menyentuh level Rp 160.000 (24 – 26 US$). Februari 2004 Rp 180.000 (27 – 31 US$). Juli 2004 msh di sekitar harga itu juga (28 US$). Februari 2005 lumayan tinggi, yaitu Rp 230.000 (35 US$). Juli 2005, back to 180.000-an ribu (26 – 29US$). Dan saat ini sekitar 170.000 (22 – 25US$). So, anda bisa analisis sendiri bagaimana perjalanan harga dari tingkat penyuling kecil sampai dengan ekspor ke luar negeri. Lebih seru lagi apa yg terjadi pada tahun 1998, dimana harga minyak nilam mencapai lebih dari Rp 1.000.000 / kg. Tapi ini khan insidental, sama seperti harga vanili yg setahun kemarin mencapai mencapai Rp 200.000 / kg basah.

Pemasaran
Kalau hanya memproduksi 50 kg/bulan bagi pemula (skala kecil), memasarkan ke tengkulak merupakan suatu alternatif awal yg cukup baik. Di mana ada perkebunan nilam, di situ ada penyuling, dan di situ pulalah tengkulak berkeliaran. Kita tidak bisa terlalu idealis dalam hal ini. Ah….ngapain gue capek2 nyuling kalau cuma dijual ke tengkulak. So….modal kerja utk 50 kg minyak/bulan, tidak bisa muluk2 jual langsung ke eksportir (misalnya Djasula Wangi, Sarana Bela Nusa, CV Aroma, dll). Mereka akan meminta pengiriman minimal 200 kg/kirim dan kontrak untuk menyuplai kontinu. Bagi penyuling pemula dengan kapasitas dan modal terbatas tentu tak sanggup utk memenuhi persyaratan ini. Andaikan dijual ke end-user lokal (misalnya Mustika Ratu, Indesso Aroma, Haldin, Sido Muncul, Unilever, IFF, dll), tentu pembayarannya tidak cash and carry (harus pakai in-voice dan tetek bengek lainnya) yg paling tidak pembayarannya menunggu waktu 2-3 bulan selanjutnya sehingga butuh modal kerja yg lebih besar lg. Persyaratan kualitasnya pun cukup kompleks. Dan yg pasti membutuhkan legalitas baik dalam bentuk PT atau CV dengan membuat surat penawaran terlebih dulu. Jadi, tengkulak mungkin cocok utk pemasaran awal. Nah…..apa tantangan selanjutnya? Sebagai seorang yang berpendidikan (saya yakin di milis ini semuanya orang berpendidikan karena sudah kenal internet….hehehe) selayaknya memikirkan alternatif2 pengembangan usaha mulai dari pemasaran, perluasan jaringan, efisiensi proses produksi, manajemen keuangan, dll. Contohnya, di milis ini anda bisa kenal Mas Harris atau siapapun yg mungkin bisa membantu pemasaran yg lbh baik lagi. Anda bisa surfing di internet utk mencari2 informasi pemasaran minyak atsiri.
Sebuah unit yg kecil bisa menjadi ajang pembelajaran dan pengalaman dalam berbisnis minyak atsiri drpd tidak ada sama sekali. Siapa saja yg mampu belajar dari pengalaman dgn baik, mudah2an usaha penyulingannya akan menjadi besar. Kebetulan saya dan tim di Bogor sedang meng-create unit penyulingan minyak pala (nutmeg oil) dan sedang dalam proses studi kelayakan utk penyulingan minyak daun cengkeh di Kab. Garut. Kita bukan orang kaya atau pemilik modal, hanya modal semangat dan kemauan saja…hehe. Selama 2 th kemarin tersandung di masalah investasi, akhirnya ada juga yg mau membiayai proyek pertama kita. Sebelumnya hanya makloon kecil2an saja.
Jika kebetulan dinas atau main di sentra2 usaha nilam, bisa menyempatkan waktu sejenak utk berdiskusi dengan para penyuling. Serendah apapun pendidikan mereka, mereka tetaplah “guru” yg sangat baik oleh karena pengalamannya dan tetap harus mengapresiasi usaha dan pengalaman mereka.

Bibit nilam
Jika ingin membuat kebun sendiri, bibit nilam bisa dicari di sentra2 perkebunan nilam. Di situ pasti ada petani yg juga membuat lahan persemaian nilam utk dijual sebagai bibit. Di mana sentra nilam? Jawa Barat = Kuningan, Garut, Tasikmalaya, Majalengka. Jawa Tengah & DIY = Banyumas, Bantul. Informasi ini mudah saja disearch via google (karena internet menurut saya adalah “guru” yg sangat luas). Atau silakan datang ke perpustakaan2 lembaga penelitian atau universitas yg intens mengkaji masalah ini, seperti Balitro, BBIA, LIPI, IPB, UGM, dll. Di sana banyak sekali sumber informasi perihal minyak nilam. Kalau sudah dapat informasinya, bolehlah menyempatkan waktu utk mengunjungi perkebunan dan silakan berdiskusi mengenai seluk-beluk pertanian nilam. Baca dari buku2 ttg budidaya Nilam di Gramedia saja mungkin kurang memadai karena kajian pada masalah2 teknis dan faktor X-nya yg terjadi di lapangan masih kurang. Buku2 dan hasil2 penelitian mengenai teknik budidaya dapat diterapkan saat sudah memiliki kebun sendiri sebagai salah satu upaya pengembangan produktivitas tanaman nilam. Itung2 memberikan pencerahan bagi petani nilam tradisional yg kadang2 enggan menerima hal2 baru dalam hal pembudidayaan nilam. Kalau memang terbukti berhasil dalam menerapkan teknik budidaya yg dihasilkan oleh para peneliti dan meningkatkan produktivitas lahan, tentunya ada nilai positif yg bisa diadopsi oleh petani. Inilah yg mungkin dimaksud oleh Mas Harris sebagai edukasi bagi para petani/penyuling utk membiasakan diri menyuling/bertanam dengan baik dan benar.

Proses produksi
Terutama adalah alat produksi utama dan pendukung. Untuk tahap awal mungkin bisa membuat alat suling sederhana dengan investasi serendah mungkin tetapi tetap menghasilkan minyak yg baik dan layak jual secara ekonomis. Berapa harga alat yg paling sederhana utk kapasitas 100 kg/batch. Saat ini saya blm punya data yg pasti, bisa disurvey pada bengkel2 logam terdekat. Kalau untuk penyulingan modern dengan kapasitas 250 kg/batch (2 alat suling) + boiler standar dengan bahan bakar yg bisa di-switch padat atau cair (atau keduanya sekaligus) + condenser + pemisah minyak + support + instalasi + lain-lain pernah ada yg menawarkan Rp 150 – Rp 250 juta. Tetapi, dengan biaya kurang dari 30 juta saya yakin masih bisa diwujudkan alat penyulingan nilam (cuma alatnya, lho) kapasitas 100 kg/batch dengan penyederhanaan di sana sini. Silakan dikonsultasikan dengan bengkel pembuatnya. Bengkelnyapun yg biasa2 saja, tdk perlu yg terlalu professional karena pasti akan mencharge harga professional juga..:)

Hitung2an ekonomi.
Siapa sih yg mau rugi dalam berbisnis. So…..hitung2an detail sebelum memulai mutlak diperlukan, disertai faktor resiko. Mulai dari hitungan optimis sampai pesimis…hehe. Semuanya disimulasikan. Tenang aja….sekarang khan sudah ada MS-EXCEL yg bisa membantu bikin hitung2an dan disimulasikan dengan mudah. Lalu data2nya darimana? Survey ke lapangan dan pengamatan mengenai bisnis nilam secara factual dan serius menurut saya cukup untuk menghasilkan data2 sebagai dasar perhitungan ekonomi.

Sudah malam, capek nih….hehehe. Mungkin sekian dulu dongengnya. Bolehlah dikatakan konsep teoritis alias “di atas kertas” tulisan saya di atas. Bagaimanapun juga tergantung niat dan keseriusan dalam mewujudkan impian itu semua dalam tataran real. Bagaimana mungkin jika ingin berhasil membuat suatu usaha penyulingan, tetapi hanya duduk2 saja di kantor. Jalan-jalan ke lapangan enggan. Mengunjungi pusat2 informasi tidak ada waktu. Searching di internet tidak pernah. Buka-buka buku tentang atsiri, capek. Yah…apapun itu dengan bergabungnya di milis ini saya kira sudah ada niatan utk terjun ke bisnis minyak atsiri, baik sebagai pedagang maupun penyulingnya. Saya jadi teringat, ada beberapa mahasiswa saya yg memiliki keinginan untuk terjun di bisnis minyak atsiri. Tetapi hanya 2 orang saja yg cukup serius mengerjakan ini sehingga saya terus menemaninya diskusi dan memberikan motivasi2 saat mereka mengalami beberapa kegagalan dan kebimbangan. Mereka survey ke sana-sini, menginap beberapa hari di lokasi perkebunan dan penyulingan demi utk mempelajari aspek2 teknisnya, searching2 di internet, melakukan percobaan penyulingan pada alat milik orang lain dan coba dijual sendiri ke tengkulak, menghubungi orang2 yg kiranya dapat memberikan informasi pasar, mencari2 celah investasi, dan banyak hal yg mereka lakukan. Meskipun saat ini blm punya unit penyulingan sendiri, mereka tetap trs mencari-cari segala kemungkinan. Kelak akan saya ceritakan juga pengalaman mereka di milis ini, terutama saat menyuling kaffir lime oil (minyak daun jeruk purut) secara makloon dan dijual ke eksportir pada kesempatan yg lain pada pembahasan ttg diversifikasi produk minyak atsiri.

Mohon maaf kalau menggurui rekan2 dan seakan2 saya adalah pengusaha minyak atsiri sukses, padahal saya ini juga baru memulai dan belum ada apa2nya. Hanya seseorang yg kebetulan masih menyisakan setitik idealisme utk mengembangkan bisnis ini semaksimal mungkin. Mencoba share dengan yg lain. Siapa tahu ada yg memberikan masukan atau tips-tips yg lebih OK dan bisa diadopsi. Siapa tahu pula ada yg mewujudkan usaha-usaha sejenis dan bisa menjadi mitra bisnis kelak. Siapa tahu bisa membangkitkan semangat orang dalam memulai bisnis atsiri sehingga turut menciptakan lapangan kerja. Siapa tahu….siapa tahu….dan banyak siapa tahunya. Semoga milis-ers tidak bosan membacanya.

Salam,
-ferry-