Monday, June 25, 2007

Harga Minyak Nilam OK !!

Mmhhh...... wah harga minyak nilam 3-4 bulan terakhir sangat baik nih. Di tingkat tengkulak/bandar saja nilai Jawa sudah dihargai sekitar 300rb/kg. Teringat tahun lalu yang turun sampai dengan 130rb, makanya banyak petani nilam yg membabat kebunnya. Mau gimana lagi? Daun nilam basah cuma diharga 250-300 perak.

Itung2an simple ya. Kalau rendemen nilam Jawa serendah2nya cuma 1.5%. Artinya 100 kg daun kering, bisa dapat 1,5 kg (sekita Rp 450.000,-). Bahan bakunya misalnya Rp 2.500,-/kg, jadi modal utk bahan baku Rp 250.000,-. GPM sekitar Rp 200.000,- . Setelah dikurangi bahan bakar, ongkos tenaga kerja, dll. Dijamin masih ada lebihnya. Itu rendemen pesimis lho... Siapa tau lagi mujur dapat rendemen di atas 2%. Dan itu kalau nyulingnya 100 kg. Kalau 200 kg, ya tinggal dikalikan saja.

Makanya, ayo ramai2 tanam nilam.....hehehe. Eitsss.... tunggu dulu, hukum ekonomi selalu berlaku lho. Di mana supply melimpah, maka harga dipastikan akan turun. Apakah demikian pulalah yang terjadi pada minyak nilam? Kita kesampingkan dulu asumsi bahwa naik-turunnya harga minyak nilam karena permainan broker2 luar negeri dengan jaringan sindikatnya.

Zis...... buruan nyuling nilam sebanyak2nya mumpung harganya masih OK. Ngga tahu deh 3-4 bulan lagi....hehehe. Makanya, banyak2 bikin analisis harga supaya lebih peka :p

Supercritical fluid extraction (Ekstraksi fluida superkritik)

mmmmhhhh........ beberapa waktu lalu dapat email dari seorang kawan yang sedang mengambil Doktor-nya di Korea Selatan (Si Bamby), katanya "Fer, kayaknya suatu saat lo bisa mengaplikasikan teknologi ini di pabrik lo. Emang sih investasinya mahal, tapi BEP nya bisa 2 tahun lho". Menarik juga... Si Bamby emang sedang ambil spesialisasi penelitian di bidang aplikasi supercritical fluid.

Sebenarnya aku sudah tahu sejak zaman mahasiswa mengenai teknologi ini yang bisa diaplikasikan untuk menghasilkan minyak atsiri dari bahan tanaman. Dari berbagai jurnal, prosiding, dan artikel ilmiah lain yang kubaca, hasilnya OK, rendemennya OK, insting engineeringku mengatakan bahwa penggunaan energinya bisa lebih rendah daripada sistem konvensional (apalagi kalau bukan penyulingan/steam distillation), prosesnya juga ngga rumit2 amat lah (kalau ngerti...hehe). Cuma.....ada cumanya, lho. Salah satu fluida yang sering digunakan untuk ekstraksi superkritik adalah CO2. So...berapa kondisi operasi minimum supaya si CO2 itu berada dalam keadaan superkritik??

(Mohon maaf kepada para pembaca yang bukan background teknik kimia atau kimia yang tidak paham mengenai beberapa terminologi di atas).

Sekedar pengetahuan bahwa tekanan kritik CO2 itu sekitar 73 bar. Kalau superkritik?? Artinya harus di atas tekanan itu. Kalau saya jelaskan melalui diagram fasa CO2...weleh...weleh... ntar malah banyak yang bingung. Begini saja, kondisi superkritik itu fasanya ngga jelas, apakah cair atau gas.... clear?? Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa tekanan yang digunakan berada pada kisaran 80 - 200 bar.

mmmmhhh..... mmhhhh lagi deh. Waduhh.... berapa tebal ya ketelnya yang digunakan untuk mendapatkan CO2 superkritik. Kemarin aja waktu jalan-jalan ke Garut, lihat2 penyulingan minyak akar wangi (alias vetiver oil) yang biasanya pakai tekanan tinggi sekitar 6 - 7 bar (mereka sih bilangnya 5 -6 yang ditunjukkan oleh skala pressure gage). Kalau yang paham beda tekanan absolut dan tekanan gauge, pasti ngertilah kenapa saya sebut tekanan 6 - 7 bar. Dengan tekanan sebesar itu, ngga heran kalau kadang2 minyak mereka berbau gosong. Tapi kalau tekanan diperkecil rendemennya turun dan waktu nyulingnya jadi tambah lama. Memang benar sih. Nah, kembali ke tekanan. Dengan tekanan sebesar itu, tebal ketel yang mereka gunakan sekitar 8 mm dengan material carbon steel. Kira2 berapa tebalnya ya Bam kalau 100 bar...hehe. Bisa sih dihitung pakai rumus mechanical design.

Menurut diskusi di salah satu milis keprofesian (teknik-kimia@yahoogroups.com), pernah terbesit suatu kalimat oleh seorang praktisi kalau di Indonesia belum ada industri manufacturing yg bisa membuat pressure vessel yang tahan sampai 100 bar. Artinya vesselnya harus dibuat di luar negeri. Weleh....weleh.... berapa besar ya investasinya??

Bam, kalau baca ini blog, komentar ya.... gw masih bingung mengenai aspek2 teknis supercritical fluid extraction ini terutama investasi dan keekonomiannya...hehe. Masih awam nih, sekalian belajar. Maklum lah, kita khan industri kecil yang masih kudu itung2an kalau investasinya guedee banget.

Buat pembaca, mohon maaf jika kalimat2nya agak sulit dicerna karena bahasanya terlalu teknis.

Penyulingan Cengkeh si Azis dan Deden



Seminggu lalu menyempatkan diri ke penyulingan minyak cengkeh dan nilam Si Azis dan Deden di Kec. Sagaleharang Kab. Subang - Jabar. Dua orang mantan mahasiswaku yang akhirnya baru saja bisa mewujudkan impiannya untuk membangun sebuah unit penyulingan minyak atsiri.
Teringat sejak awal dahulu mereka sering mendiskusikan tentang bisnis minyak atsiri dan romantikanya, baik di kampus maupun di tempat kostku. Banyak sudah pengalaman di bidang atsiri yang telah mereka jalani sebagai bekal untuk mengembangkan bisnis ini menjadi besar di masa yang datang. Mulai dari keliling dari desa ke desa, menyewa penyulingan orang lain, ditipu oleh bandar/tengkulak minyak atsiri, menyuling aneka jenis minyak atsiri sebagai percobaan, berlarian ke sana ke mari mencari investor, tinggal di desa-desa untuk belajar atsiri, percobaan menanam nilam dengan lahan sewaan, training gratis minyak atsiri selama 10 hari di Surabaya, peserta konferensi nasional minyak atsiri di Solo, bergerak dari bengkel ke bengkel, dll. Sebuah nilai petualangan yang semoga saja berguna di masa-masa mendatang.
Good luck guys and be carefull to conduct your business!!