Tuesday, August 12, 2008

KENDALA TEKNIS DALAM MEMULAI/MERINTIS USAHA DI BIDANG MINYAK ATSIRI

KENDALA TEKNIS DALAM MEMULAI/MERINTIS USAHA DI BIDANG MINYAK ATSIRI (Sebuah Pengantar Memulai Bisnis Minyak Atsiri)
[Disampaikan pada pelatihan 'Menguak Peluang dan Kendala Bisnis Minyak Atsiri'
Diselenggarakan oleh Majalah TRUBUS, Bogor-16 Agustus 2008]

Pengantar

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang beberapa diantaranya sudah dikenal luas dalam pedagangan internasional. Sebut saja minyak minyak nilam, minyak pala, minyak cengkeh, dan minyak akar wangi di samping beberapa jenis minyak atsiri lainnya yang juga telah memasuki pasar dunia. Harga minyak atsiri yang cenderung meningkat akhir-akhir ini mendorong para pelaku bisnis dan investor untuk memulai usaha di bidang minyak atsiri baik skala kecil, menengah, maupun besar. Motivasi untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari bisnis ini apabila tidak disertai pengetahuan yang memadai tentang kendala-kendala teknis yang terjadi di lapangan membuat para pengusaha menjadi gigit jari. Makalah singkat ini membahas aneka permasalahan praktis yang bisa saja terjadi belakangan ketika usaha sudah berjalan terutama dari sisi pasokan bahan baku, pemasaran, sistem produksi, dan lokasi penyulingan. Tulisan ini disusun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis yang telah berkecimpung baik pada tataran praktis (bisnis dan lapangan) maupun konseptual (studi literatur dan penelitian) selama kurang lebih 7 tahun di bidang minyak atsiri

Metode/strategi mendapatkan bahan baku (raw material supply)

Pada tahap ini tersedia dua alternatif metode, yaitu:
1. Penyulingan yang terintegrasi dengan usaha agribisnisnya sehingga pasokan bahan diperoleh
dari kebun yang dikelola sendiri atau petani plasma yang dibina oleh manajemen penyulingan
2. Bahan baku dibeli dari pihak lain di luar manajemen

Penyulingan yang terintegrasi dengan usaha agribisnisnya membutuhkan investasi yang cukup tinggi diantaranya adalah untuk sewa lahan (atau membeli lahan), penyediaan bibit, sistem pengairan, penyediaan pupuk dan pestisida, peralatan pertanian, dan tentu saja tenaga kerja padat karya dari pengolahan lahan hingga pemanenan. Banyaknya aktivitas ini akan menimbulkan kompleksitas kerja yang membutuhkan perhatian yang berlebih.

Manajemen harus memiliki seseorang yang berkeahlian teknis untuk masalah-masalah agrinisnis dari tanaman minyak atsiri yang dikembangkan. Manajemen sumber daya manusia dan juga komunikasi selayaknya dikelola dengan baik apalagi jika melibatkan petani-petani plasma yang dibina dan dibiayai untuk menjamin pasokan bahan baku yang dibutuhkan. Jangan sampai terjadi keadaan dimana investasi yang telah dikeluarkan menjadi sia-sia akibat kealpaan dalam mengelola petani plama atau binaan. Kesalahan dalam menerapkan sistem agribisnis dan plasma petani menyebabkan kerugian yang sangat besar. Misalnya produktivitas panen yang kecil dan tidak sesuai dengan nilai investasi yang dikeluarkan, banyaknya tanaman mati pada fase awal penanaman, dana invetasi untuk petani binaan raib atau digunakan untuk keperluan-keperluan lain yang tidak sesuai dengan kepentingan penyuling, tanaman terserang hama atau penyakit di tengah jalan, hasil panen raib dibeli oleh kompetitor/penyuling lain karena petani plasma tergiur oleh harga tinggi yang ditawarkan oleh penyuling lain, dan rendemen dan kualitas minyak yang dihasilkan rendah.

Metode pertama ini cocok untuk tanaman-tanaman atsiri yang memiliki siklus hidup yang singkat dan cepat dipanen seperti nilam, sereh wangi, jahe, dan akar wangi. Meskipun tidak menutup kemungkinan dapat juga diaplikasikan untuk tanaman-tanaman keras yang umur panen pertamanya membutuhkan waktu yang lama seperti pala, kenanga dan ylang-ylang, kayu putih. Meskipun harus menunggu agak lama untuk menuai hasilnya.

Keuntungan dari metode ini apabila dikelola dengan baik, sistematis, dan profesional adalah kualitas bahan baku dapat terkontrol dengan baik sehingga produktivitas panen maupun jumlah minyak yang dihasilkan cukup besar per satuan tanam. Margin keuntungan yang diperoleh pun jauh lebih tinggi dibandingkan membeli bahan baku dari pihak lain.

Sedangkan metode kedua banyak diaplikasikan untuk minyak-minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman keras dan sumber bahan bakunya sudah tersedia di sekitarnya seperti pala, kenanga, dan cengkeh. Mengingat perlakuan pada bahan baku tidak bisa dikontrol sendiri oleh manajemen maka pemahaman mengenai kualitas bahan baku beserta rentang harga belinya sangat penting untuk menjamin bahwa rendemen minyak yang dihasilkan tinggi dan kualitasnya baik. Kesalahan menentukan harga beli dan ketidaktahuan kualitas bahan baku bisa mengakibatkan rendemen minyak yang rendah sehingga menimbulkan kerugian saat bahan baku tersebut diproses menjadi minyak atsiri. Beberapa jenis minyak atsiri memiliki varietas yang berbeda dengan tingkat produktivitas dan rendemen minyak yang berbeda pula.

Masalah yang sering terjadi dari metode ini adalah penipuan oleh supplier bagi para penyuling pemula sehingga pada tahap-tahap awal produksi sering terjadi kerugian yang cukup besar. Penipuan/trik bisa berupa kadar air dari bahan baku yang dibeli dengan basis kering masih cukup besar, dicampur oleh bahan baku dari varietas lain yang harganya murah tetapi harga belinya sama, dicampur dengan materi-materi asing yang menyerupai kondisi bahan baku. Strategi ini memiliki kompleksitas kerja dan investasi awal lebih rendah daripada metode pertama.

Metode/strategi pemasaran

Rantai perdagangan minyak atsiri di Indonesia tercantum pada skema sebagai berikut :

Bagi pengusaha yang bermodal besar dan memiliki jaringan yang cukup luas, memotong satu atau dua rantai perdagangan bukanlah sebuah kendala yang besar. Dengan kekuatan dana, networking, maupun SDM, masalah-masalah tersebut dapat teratasi dengan baik. Sedangkan bagi penyuling pemula yang bermodal kecil agak sulit untuk memutus rantai ini karena posisi tawar yang rendah. Para penyuling skala kecil banyak

menjual produk mereka ke pengumpul lokal tingkat Kabupaten yang banyak beredar di sentra-sentra produksi minyak atsiri. Bahkan terkadang para pengumpul tersebut langsung menjemput minyak hasil produksi penyulingan dan langsung dibeli di lokasi apabila penyuling tersebut sudah dikenal dengan baik oleh pengumpul.

Pemasaran untuk produk minyak atsiri (yang umum) tidak terlalu menjadi masalah dengan catatan kualitas minyak sesuai dengan standar perdagangan, tidak terlalu idealis untuk mendapatkan harga jual yang tinggi (untuk tahap awal), dan minyak dipasarkan melalui pengumpul lokal. Semakin jauh seorang penyuling terlib

at dalam bisnis minyak atsiri ini, maka lambat laun akan mengetahui seluk-beluk perdagangan atsiri yang berimplikasi pada jaringan pemasaran yang kian meluas. Mulai saat itulah, penyuling yang bervisi selayaknya dapat mengembangkan skala produksi maupun jangkauan pemasarannya.

Kendala pemasaran bagi penyuling pemula adalah belum mengetahui karakteristik pasar dan keberadaan para pengumpul, kualitas minyak kurang sesuai standar pasar, terlalu idealis untuk mendapatkan harga jual tinggi atau langsung memutus rantai perdagangan padahal pemodalan maupun infrastruktur internal masih belum memadai, serta mudah goyah dengan tingkat fluktuasi harga yang sangat curam dan cukup cepat.

Mekanisme produksi

Meskipun secara prinsip sama, teknik pengoperasian dan produksi untuk aneka jenis minyak atsiri berbeda. Perbedaan terletak pada perlaku

an awal bahan baku sebelum disuling, sistem penyulingan itu sendiri, maupun kondisi operasi (tekanan dan kecepatan uap). Bahkan kapasitas penyulingan pun dapat mempengaruhi nilai ekonomis dari bisnis ini. Sebagai contoh, menyuling minyak pala 50 kg akan memberikan nilai nominal yang sama dengan menyuling nilam 100 kg atau menyuling daun cengkeh 1000 kg per satuan waktu padahal semakin tinggi kapasitas produksi kompleksitasnya juga semakin menjadi. Oleh sebab itu sebelum mendirikan pabrik penyulingan selayaknya harus dipelajari teknik penyulingan yang baik untuk jenis minyak atsiri yang akan diproduksi dan studi kapasitas produksi minimal untuk minyak atsiri tersebut. Teknik pengoperasian alat suling yang baik memang lambat laun dapat diperbaiki atau dipelajari seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman melakukan produksi (learning by doing).

Biaya investasi untuk alat-alat produksi sangat variatif, mulai dari yang harganya di bawah Rp 5.000.000,- hingga ratusan juta rupiah tergantung pada tingkat kapasitas produksi yang dikehendaki, kecanggihan dan sistem alat penyuling, nilai estetis alat penyulingan, serta bahan konstruksi alat penyuling. Para calon penyuling hendaknya tidak mudah terjebak pada janji-janji pembuat bengkel yang menggaransi rendemen minyak sekian persen maupun bisa untuk menyuling jenis minyak atsiri apapun. Meskipun aspek alat suling cukup berpengaruh terhadap rendemen, tetapi sebaik-baiknya alat suling maupun teknik operasinya, maka jika bahan bakunya tidak mendukung, rendemen minyak tetap saja kecil.

Secara umum, suatu alat suling dapat dipakai untuk menyuling jenis minyak atsiri apapun (kecuali untuk jenis bunga melati, mawar, dan kulit jeruk yang memerlukan teknik khusus) tetapi efektivitas, efisiensi maupun nilai ekonomi tentu sangat berbeda. Dan aspek inilah yang harus dipelajari terlebih dahulu. Sebagai contoh, alat suling sistem uap-boiler dengan kapasitas 100 kg daun nilam kering memang bisa dipakai untuk menyuling daun cengkeh. Tetapi daun cengkeh yang mampu disuling hanya sekitar 150- 200 kg saja. Berapa nilai ekonominya untuk 150 kg daun cengkeh? Jika asumsi rendemen 2.5% dan harga jual minyak daun cengkeh saat Rp 47.000,-, maka sekali menyuling (8 jam) hanya diperoleh pendapatan Rp 176.000,-. Nilai itu belum dikurangi biaya pembelian bahan baku, tenaga kerja, bahan bakar, dll. Contoh lain, penyulingan sistem uap-boiler yang dipakai untuk menyuling nilam bisa saja dipakai untuk menyuling minyak jahe dengan kapasitas yang lebih besar tetapi rendemennya bisa saja akan turun dan tidak sesuai dengan yang dikehendaki.

Sedangkan dari sisi bahan bakar, pertimbangan cukup serius perlu dilakukan mengingat paska kenaikan harga BBM ini, minyak tanah atau solar harganya cukup mahal dan kian sulit untuk dicari. Alternatif lain yang sangat mungkin dari murah adalah batubara dan kayu bakar. Oleh sebab itu perlu dipikirkan juga bagaimana mekanisme dalam memenuhi kebutuhan bakar bakar untuk produksi. Tentu saja beda jenis bahan bakar, maka teknik produksi dan konstruksi alat sulingnya juga bisa berbeda.

Kendala produksi yang biasa terjadi pada penyuling pemula :
- investasi alat yang tidak sesuai dengan kebutuhan (kelebihan spesifikasi atau kekurangan
spesifikasi)
- teknik pengoperasian yang belum sempurna (tekanan dan kecepatan penyulingan)
- sistem perlakuan bahan baku sebelum disuling yang belum sempurna
- kapasitas alat yang terlalu kecil sehingga kurang ekonomis untuk menyuling minyak atsiri
jenis tertentu atau bisa jadi justru malah terlalu besar
- ketiadaan pasokan bahan bakar
- ketidaktahuan dalam melakukan analisis standar kualitas minyak atsiri yang dihasilkan
- terjebak pada janji-janji bengkel pembuat alat suling yang kurang berpengalaman dalam
penanganan masalah-masalah praktis minyak atsiri.

Aneka masalah di atas dapat mengakibatkan rendemen minyak yang rendah serta kualitas minyak yang dihasilkan kurang sesuai dengan standar pasar.

Lokasi penyulingan

Lokasi penyulingan sangat menentukan besaran investasi dan biaya operasional produksi. Lokasi penyulingan yang dekat dengan sumber air mengalir (sungai, parit, atau aliran irigasi) sangat membantu dalam menyediakan air pendingin untuk kondensor sehingga tidak dibutuhkan investasi yang lebih besar dalam hal penyediaan kolam pendingin, sistem menara pendingin, maupun mekanisme penyediaan air pendingin itu sendiri (sumur bor, pemompaan dan perpipaan dari sumber air ke lokasi, dll).

Lokasi penyulingan yang dekat dengan sumber bahan baku akan mengurangi biaya operasional produksi terutama dari aspek transportasi bahan baku menuju lokasi penyulingan. Untuk jenis minyak atsiri yang memiliki bulk density besar maka sah-sah saja lokasi penyulingan jauh dari sumber bahan baku. Tetapi untuk jenis minyak atsiri dengan bulk density kecil (ringan) maka mutlak harus dekat dengan sumber pasokan bahan baku seperti dauncengkeh, nilam, dan sereh wangi. Sebagai catatan, dengan harga minyak nilam yang masih dirasa cukup menarik saat ini, maka mengambil bahan baku nilam kering dari lokasi yang cukup jauh asal harga belinya ditambah ongkos transportasi masih rasional masih dapat dilakukan.

Lokasi penyulingan juga harus mempertimbangkan kemudahan supply bahan bakar. Ketiadaan bahan bakar akibat lokasi yang kurang menguntungkan justru akan menghambat proses produksi kelak atau mempertinggi biaya operasional dari aspek pengangkutan dan harga beli bahan bakar.

Pertimbangan serius perlu diperhatikan apabila memutuskan untuk melakukan aktivitas penyulingan di lokasi dimana sudah terdapat beberapa penyulingan lain yang sejenis apalagi jika tidak memiliki kebun inti sendiri. Hal ini bisa mengakibatkan gejolak atau friksi dengan sesama penyuling (dan pengumpul bahan baku) yang berimplikasi pada kompetisi yang tidak sehat dalam memperebutkan pasokan bahan baku. Penyuling pemula yang kurang gigih, kurang memiliki jejaring dan wawasan, dan miskin pengalaman akan mudah tergilas pada kondisi seperti ini.

Kendala yang sering terjadi sehubungan dengan lokasi penyulingan yang kurang tepat adalah :
- persediaan bahan baku terhambat serta tingginya biaya transportasi
- persediaan air pendingin terhambat terutama jika musim kemarau tiba
- persediaan bahan bakar terhambat, misalnya minyak tanah harganya mahal sedangkan kayu bakar dan
batubara sulit dicari di sekitar lokasi penyulingan.
- harga beli bahan baku tinggi dan kesulitan untuk memenuhi kapasitas produksi yang dikehendaki.


No comments:

Post a Comment

Silakan memberikan komentar untuk tulisan ini.......