Beberapa waktu lalu saat saya menghadiri undangan (thanks untuk Dewan Atsiri Indonesia-DAI atas undangannya) untuk mengikuti ISEO 2009 (International Seminar on Essential Oil) yang diselenggarakan oleh Departemen Perindustrian RI di Bogor, dipresentasikan sebuah makalah pada sesi panel yang dibawakan oleh salah satu keynote speaker Bapak Robby Gunawan (Predir PT. Indesso Aroma). Pemaparan yang bertajuk “Perspective on Essential Oil Derivatives Industry in Indonesia” cukup menarik perhatian saya. Pertama, selain karena Pak Robby sendiri merupakan orang nomor satu dari perusahaan aroma terkemuka di Indonesia dimana produknya adalah turunan-turunan minyak atsiri (terutama minyak cengkeh). Kedua, topik mengenai turunan minyak atsiri ini sering dilontarkan oleh para peneliti atau pengamat dari berbagai bidang ilmu yang berkaitan dengan minyak atsiri, meskipun masih pada diskursus seputaran aspek ilmiah dan teknologinya saja dan belum menyentuh pada pengembangannya menjadi sebuah entitas bisnis. Sebab kalau sudah bicara bisnis, kita tidak hanya bicara masalah teknis proses dan produksinya saja. Tetapi jauh lebih luas dari itu, mulai dari supply chain management hingga marketing. Ketiga, kebetulan pula kami juga produsen minyak atsiri sereh wangi yang mau tidak mau pada akhirnya akan (bahkan sudah) bermimpi (tapi baru bermimpi, lho…hehe) untuk membuat turunannya seperti citronellal, citronellol, maupun geraniol.
Saat memaparkan presentasinya, Pak Robby menyinggung pula masalah minyak sereh wangi (citronella oil) dan minyak terpentin (turpentine oil) yang potensinya di Indonesia untuk diproduksi turunannya sangat besar. Tetapi beliau belum menjelaskan mengapa sampai saat ini industri turunan kedua minyak atsiri tersebut kurang berkembang (atau bahasa kasarnya TIDAK berkembang). Ada apa gerangan padahal potensi bahan bakunya cukup besar di negara kita? Hal inilah yang pada akhirnya membuat saya ingin bertanya mengapa hal ini terjadi. Apalagi saya tahu bahwasannya PT Indesso Aroma merupakan produsen aroma dari turunan minyak cengkeh yang cukup berhasil di negeri ini tetapi tidak mengembangkan turunan dari kedua jenis minyak atsiri tersebut.
Saat sesi tanya-jawab, saya melontarkan pertanyaan yang isinya kurang lebih demikian.
1.Minyak sereh wangi kandungan utamanya adalah citronellal, citronellol, dan geraniol. Ketiga komponen tersebut jika dilihat perbedaan titik didihnya cukup lebar. Dari sisi teknis, apabila diterapkan konsep fraksionasi vakum untuk memisahkan ketiga komponen tersebut masih memungkinkan diselenggarakan pada skala UKM. Prosesnya juga (mungkin) tidak perlu menggunakan perangkat MD (molecular distillation) yang investasinya miliaran rupiah. Bagaimana potensi ketiga produk turunan minyak sereh wangi tersebut dan mengapa PT Indesso Aroma tidak mengembangkannya sebagai salah satu komoditas unggulannya seperti halnya turunan minyak cengkeh.
2.Kita tahu bahwa minyak terpentin merupakan produk samping dari industri gum rosin (gondorukem) yang diproses dari getah pohon pinus. Potensi bahan bakunya cukup besar dan saat ini memang hanya dikuasai oleh Perum Perhutani sebagai pemegang kuasa dari pemerintah untuk pengelolaan dan konservasi hutan pinus di Indonesia. Sejak zaman penjajahan Belanda ( tahun 1915) negara ini memproduksi minyak terpentin (pernyataan ini mengutif makalah dosen saya dulu Dr. Ir. Tatang H soerawidjaja), tetapi mengapa sampai saat ini dan sudah 90 tahun lebih industri turunannya tidak berkembang. Padahal kalau diruntut, minyak terpentin yang kadar utamanya adalah komponen-komponen atsiri golongan non-oxygenated terpenes (a-pinen, b-pinen, terpinen, dll) bisa dibuat puluhan jenis produk-produk aromatis sebagai turunannya. Menurut pendapat Pak Robby, apa yang mengakibatkan terjadinya stagnasi seperti ini? Dan saran saya kepada DAI sebaiknya mengadakan audiensi dengan Perum Perhutani berkaitan dengan wacana pengembangan minyak terpentin menjadi turunannya.
Kedua pertanyaan saya di atas ditanggapi demikian oleh beliau dan menurut saya cukup clear dan tepat.
1.Pasar dunia untuk ketiga komponen turunan minyak sereh wangi tersebut saat ini sudah didominasi oleh produk-produk sintesis yang harganya lebih murah daripada produk alaminya (eks. minyak sereh wangi). [Catatan: yang dimaksud produk sintesis adalah produk tersebut dibuat dari bahan-bahan lain melalui serangkaian reaksi kimia sehingga menjadi produk yang diinginkan). Bahkan citronellal (sintesis) dan citronellol (sintesis) sendiri merupakan salah satu turunan minyak terpentin. Memang ada pengguna citronellal, citronellol, dan geraniol, tetapi permintaannya tidak banyak. Menghasilkan ketiga komoditas dengan teknik fransionasi vakum bisa saja dilakukan tetapi biaya operasionalnya tidak mampu bersaing dengan produk-produk sintesisnya.
2.[Untuk jawaban no. 2 ini saya tuliskan dengan kata-kata saya sendiri untuk menghindari kesalahan penangkapan persepsi). Dari dulu hingga sekarang, ada kesulitan/kendala untuk mengambil bahan baku minyak terpentin dari Perum Perhutani atau bahkan pengembangan produk turunan minyak terpentin oleh Perum Perhutani itu sendiri yang disebabkan oleh berbagai faktor. Juga sampai saat ini masih ada pemikiran bahwa menjual minyak terpentin mentah saja sudah untung, sehingga masih enggan untuk memproduksi turunannya. Beliau juga berharap mungkin DAI dan Departemen Perindustrian bisa beraudiensi dengan pihak Perum Perhutani untuk bersama-sama mengembangkan produk turunan minyak terpentin ini.
Demikian salah satu diskusi pada acara ISEO 2009 kemarin. Semoga menambah wawasan bagi teman-teman penggemar minyak atsiri.
Saat memaparkan presentasinya, Pak Robby menyinggung pula masalah minyak sereh wangi (citronella oil) dan minyak terpentin (turpentine oil) yang potensinya di Indonesia untuk diproduksi turunannya sangat besar. Tetapi beliau belum menjelaskan mengapa sampai saat ini industri turunan kedua minyak atsiri tersebut kurang berkembang (atau bahasa kasarnya TIDAK berkembang). Ada apa gerangan padahal potensi bahan bakunya cukup besar di negara kita? Hal inilah yang pada akhirnya membuat saya ingin bertanya mengapa hal ini terjadi. Apalagi saya tahu bahwasannya PT Indesso Aroma merupakan produsen aroma dari turunan minyak cengkeh yang cukup berhasil di negeri ini tetapi tidak mengembangkan turunan dari kedua jenis minyak atsiri tersebut.
Saat sesi tanya-jawab, saya melontarkan pertanyaan yang isinya kurang lebih demikian.
1.Minyak sereh wangi kandungan utamanya adalah citronellal, citronellol, dan geraniol. Ketiga komponen tersebut jika dilihat perbedaan titik didihnya cukup lebar. Dari sisi teknis, apabila diterapkan konsep fraksionasi vakum untuk memisahkan ketiga komponen tersebut masih memungkinkan diselenggarakan pada skala UKM. Prosesnya juga (mungkin) tidak perlu menggunakan perangkat MD (molecular distillation) yang investasinya miliaran rupiah. Bagaimana potensi ketiga produk turunan minyak sereh wangi tersebut dan mengapa PT Indesso Aroma tidak mengembangkannya sebagai salah satu komoditas unggulannya seperti halnya turunan minyak cengkeh.
2.Kita tahu bahwa minyak terpentin merupakan produk samping dari industri gum rosin (gondorukem) yang diproses dari getah pohon pinus. Potensi bahan bakunya cukup besar dan saat ini memang hanya dikuasai oleh Perum Perhutani sebagai pemegang kuasa dari pemerintah untuk pengelolaan dan konservasi hutan pinus di Indonesia. Sejak zaman penjajahan Belanda ( tahun 1915) negara ini memproduksi minyak terpentin (pernyataan ini mengutif makalah dosen saya dulu Dr. Ir. Tatang H soerawidjaja), tetapi mengapa sampai saat ini dan sudah 90 tahun lebih industri turunannya tidak berkembang. Padahal kalau diruntut, minyak terpentin yang kadar utamanya adalah komponen-komponen atsiri golongan non-oxygenated terpenes (a-pinen, b-pinen, terpinen, dll) bisa dibuat puluhan jenis produk-produk aromatis sebagai turunannya. Menurut pendapat Pak Robby, apa yang mengakibatkan terjadinya stagnasi seperti ini? Dan saran saya kepada DAI sebaiknya mengadakan audiensi dengan Perum Perhutani berkaitan dengan wacana pengembangan minyak terpentin menjadi turunannya.
Kedua pertanyaan saya di atas ditanggapi demikian oleh beliau dan menurut saya cukup clear dan tepat.
1.Pasar dunia untuk ketiga komponen turunan minyak sereh wangi tersebut saat ini sudah didominasi oleh produk-produk sintesis yang harganya lebih murah daripada produk alaminya (eks. minyak sereh wangi). [Catatan: yang dimaksud produk sintesis adalah produk tersebut dibuat dari bahan-bahan lain melalui serangkaian reaksi kimia sehingga menjadi produk yang diinginkan). Bahkan citronellal (sintesis) dan citronellol (sintesis) sendiri merupakan salah satu turunan minyak terpentin. Memang ada pengguna citronellal, citronellol, dan geraniol, tetapi permintaannya tidak banyak. Menghasilkan ketiga komoditas dengan teknik fransionasi vakum bisa saja dilakukan tetapi biaya operasionalnya tidak mampu bersaing dengan produk-produk sintesisnya.
2.[Untuk jawaban no. 2 ini saya tuliskan dengan kata-kata saya sendiri untuk menghindari kesalahan penangkapan persepsi). Dari dulu hingga sekarang, ada kesulitan/kendala untuk mengambil bahan baku minyak terpentin dari Perum Perhutani atau bahkan pengembangan produk turunan minyak terpentin oleh Perum Perhutani itu sendiri yang disebabkan oleh berbagai faktor. Juga sampai saat ini masih ada pemikiran bahwa menjual minyak terpentin mentah saja sudah untung, sehingga masih enggan untuk memproduksi turunannya. Beliau juga berharap mungkin DAI dan Departemen Perindustrian bisa beraudiensi dengan pihak Perum Perhutani untuk bersama-sama mengembangkan produk turunan minyak terpentin ini.
Demikian salah satu diskusi pada acara ISEO 2009 kemarin. Semoga menambah wawasan bagi teman-teman penggemar minyak atsiri.
No comments:
Post a Comment
Silakan memberikan komentar untuk tulisan ini.......