Kembali menulis di blog ini setelah sekian lama absen karena berbagai kesibukan (juga bisa sedikit bernafas setelah sibuk memikirkan THR bagi para pegawai…hehe).
Minyak daun cengkeh menjadi sebuah trend dalam dunia minyak atsiri akhir-akhir ini, setidaknya mulai awal tahun 2011 sampai saat ini. Sebelum tahun 2011, produksi minyak daun cengkeh hanya terkonsentrasi besar-besaran di Pulau Jawa. Padahal jika ditilik dari data luas perkebunan cengkeh di Indonesia, Pulau Jawa hanya berkontribusi sekitar 32% saja dengan total luas lahan 140.000 ha (kata Data Statistik Perkebunan Indonesia). Di luar Pulau Jawa bukannya tidak ada yang mengolah minyak atsiri dari daun gugur pohon cengkeh ini. Menurut pengamatan saya pabrik penyulingan ada, tetapi persentasenya jauh lebih kecil daripada potensi bahan baku yang ada. Bahkan kala itu, gagang/tangkai/pangkang cengkeh pun masih dianggap sebelah mata oleh para petani cengkeh di luar Jawa. Mereka hanya berkonsentrasi pada produksi bunga cengkeh saja (rempah) untuk keperluan pabrik rokok dan tangkainya dianggap sebagai limbah yang dionggokkan begitu saja. Mereka tak pedulikan akan potensi rupiah dari pengolahan limbah-limbah perkebunan cengkeh menjadi minyak atsiri yang cukup kaya akan eugenol ini.
Time has passed by, yang terjadi kini bukan seperti tahun-tahun sebelumnya. Gerangan apa yang menjadi pemicunya? Sebelumnya saya mau cerita pengalaman-pengalaman masa lalu yang tentunya masih dapat disimak via tulisan di blog ini beberapa tahun yang lampau. Pertama kali saya bergelut dengan minyak daun cengkeh ini pada tahun 2006. Mmmm…..masih terhitung junior lah karena saya punya teman-teman yang sudah menyuling daun cengkeh mulai tahun 1970-an atau 1980-an (menurut pengakuan mereka). Pada waktu itu harga bahan baku daun cengkeh yang saya beli di pengumpul daun “hanya” sebesar Rp 250,- s/d Rp 350,- per kg dengan harga beli minyak daun cengkehnya hanya sekitar Rp 35.000,- s.d Rp 38.000,-. Sementara harga gagang/tangkai cengkeh paling tinggi hanya Rp 1.000,-/kg dengan harga minyak gagang cengkeh pada waktu itu sekitar Rp 42.000,-/kg. Mudah-mudahan saya tidak lupa…hehe.
Pada tahun-tahun berikutnya, harga minyak cengkeh ini menunjukkan trend yang menanjak meski iramanya gradual. Harga minyak cengkeh ini cukup lama stabil di level sekitar Rp 55.000,- s/d Rp 60.000,-/kg untuk minyak daun cengkeh dan Rp 60.000,- s/d Rp 65.000,- untuk minyak gagang cengkeh. Level harga ini berlangsung sampai sekitar akhir kuartal kedua tahun 2010. (Wowww….kuartal-kuartal segala, kayak mau nyusun anggaran pemerintah saja…hehe). Dengan harga minyak sebesar itu, harga bahan baku daun cengkeh berada pada kisaran Rp 400,- s/d Rp 800,- per kg dan harga gagang cengkeh berada di kisaran Rp 1.700,- s.d Rp 2.500,- per kg. PERLU DIKETAHUI bahwa tingkatan harga bahan baku ini tidak bisa dipukul rata dari waktu ke waktu atau dari daerah ke daerah. Harga bahan baku pada musim penghujan tentunya berbeda dengan harga pada waktu musim kemarau. Harga bahan baku di daerah yang tingkat persaingannya (untuk mendapat bahan baku) rendah tentunya berbeda dengan daerah yang tingkat persaingannya cukup tinggi. Bahkan saya pernah menjumpai beberapa wilayah kecamatan dimana terdapat lebih dari 10 pabrik penyulingan (bahkan ada yang sampai 20 unit) dalam lingkup kecamatan tersebut. Harga bahan baku yang “berat” – maksudnya saat disapu dari bawah pohon cengkeh, banyak sekali jumlah material-material asing seperti batu, kerikil, ranting-ranting pohon, tanah, daun-daun non cengkeh, bahkan sandal jepit…hehe, sehingga mempengaruhi bobot “bahan baku”- tentunya berbeda dengan harga bahan baku yang betul-betul murni daun cengkeh yang masih “kinclong”.
So….bagi para pemula yang bermain di penyulingan minyak cengkeh harus banyak belajar dahulu tentang strategi pemasokan bahan baku ini. Kejeblos sekali dua kali tidak masalah, yang penting jadikan sebuah evaluasi untuk kebaikan di masa-masa yang akan datang.
Kembali ke cerita masa lalu, ya. Dengan harga bahan baku minyak cengkeh sebesar itu, ternyata masih belum membuat para petani cengkeh di luar Pulau Jawa untuk bergerak angkat senjata (uppss…maksudnya angkat sapu lidi..;p) mengumpulkan daun cengkeh atau bahkan mengumpulkan gagang cengkeh dan mengeringkannya untuk kemudian disuling atau dijual ke pabrik penyulingan. Mereka belum cukup merasa tertarik dengan harga yang ditawarkan. Istilahnya “ngapain capek-capek ngumpulin daun cuma dihargai segitu, toh dari panen bunganya saja gw bisa memenuhi kebutuhan gw sampai satu tahun”. Mmmm…. It’s OK, setiap manusia tentunya punya standar masing-masing baik standar value maupun standar pemikiran. Tentunya kita tidak perlu banyak berdebat pada masalah ini dan wajib menghargainya. Selain si “standar” ini yang dijadikan kambing hitam, ketidaktahuan para petani akan potensi limbah perkebunan cengkeh ini akibat minimnya sosialisasi dan akses informasi menurut saya juga layak untuk dikedepankan.
Nah, setelah harga minyak cengkeh cukup stabil di level yang telah saya sebutkan di atas, eh…ternyata harga minyak cengkeh semakin terdongkrak bahkan cenderung tak terkendali hingga menembus angka Rp 170.000,- per kg bahkan ada juga yang mengatakan sampai Rp 180.000,- per kg. Meskipun sempat terjun kembali sampai Rp 105.000,- s/d Rp 110.000,- per kg, harga ini terdongkrak kembali sedikit demi sedikit dan sampai tulisan ini diturunkan harga minyak daun cengkeh berkisar Rp 140.000,- s.d Rp 145.000,- per kg. Mmmhh… ..menarik bukan??
Terus apa pemicunya, Fer? Harga minyak naik, ya tentunya harga pembelian bahan baku juga turut terdongkrak sampai dengan harga yang diidealkan oleh para petani atau pengumpul daun. Bahkan para penyuling daun cengkeh di Pulau Jawa beramai-ramai meng”impor” bahan baku daun cengkeh dari luar Jawa. Pertimbangan biaya transportasi menjadi lebih hal yang lebih leluasa diatur-atur untuk tingkatan harga minyak yang bisa dikatakan “baik” ini. Faktor lain yang menjadi pemicunya adalah bahwa tahun ini kebun-kebun cengkeh tidak berbunga dan ini terjadi secara merata di seluruh bumi nusantara. Alhasil, orang mulai berfikir apa kiranya yang masih bisa dijadikan rupiah dari pohon cengkeh ini. Jika tidak berbunga, maka otomatis para petani menjadi tidak berpenghasilan. Inilah sebabnya juga saat ini harga bunga cengkeh juga meroket tak terkendali sampai harga Rp 250.000,- per kg.
Well, saat ini di beberapa daerah harga daun cengkeh cukup tinggi. Terutama daerah-dearah yang tingkat persaingannya cukup ketat. Harga daun bisa mencapai Rp 2.500,- s/d Rp 3.000,- per kg untuk daun yang kualitasnya baik. Misalnya daun-daun cengkeh yang dipungut dengan ditusuk-tusuk menggunakan sekitar lidi sehingga material-material asingnya tidak ikut terambil. Biasanya untuk jenis bahan ini pada musim kemarau bisa menghasilkan rendemen di atas 2,5%. Mmmm…tunggu dulu ya, rendemen ini juga tidak bisa disamaratakan lho. Ada beberapa daerah yang meskipun daunnya bagus tetapi rendemennya tetap di bawah 2%. Sedangkan untuk daerah-daerah yang masih leluasa dalam pengambilan bahan baku, harganya berada pada kisaran Rp 1.300,- s.d Rp 1.700,- per kg.
Bro, kita itung-itungan, yuk. Misalnya anda membeli alat suling daun cengkeh kapasitas 1000 kg daun cengkeh per batch suling. Jika harga bahan baku (misalnya kita ambil dari pengunpul Rp 1.500,- per kg – dan ini diambil dari daerah baru artinya sebelumnya belum dikenal penyulingan minyak cengkeh sehingga tingkat persaingannya masih rendah), maka biaya pembelian bahan baku Rp 1.500.000,-. Jika diasumsikan bahan baku baik dan bisa menghasilkan rendemen 2% saja yang ekivalen dengan 20 kg minyak, maka akan diperoleh pendapatan Rp 2.800.000,- (asumsi harga minyak daun cengkeh Rp 140.000,- per kg). Biaya tenaga kerja per batch penyulingan kita asumsikan Rp 100.000,-. Woww…berarti keuntungan bersih per sekali penyulingan Rp 1.200.000,-. Jika bahan baku cukup berlimpah, rata-rata penyuling bisa memaksimalkan penggunaan ketel hingga 2 x per hari (24 jam), maka akan diperoleh penghasilan bersih Rp 2.400.000,- per 24 jam. Andaikan 1 bulan beroperasi 25 hari, maka perdapatan bersihnya bisa sekitar Rp 60.000.000,-. Dengan biaya lain-lain kita anggap Rp 5.000.000,- maka pendapatan bersih mencapai Rp 55.000.000,- per bulan. Hayooo….jangan bayangin yang macam-macam, deh…hehe. Milih mana, jadi anggota DPR/Menteri atau jadi penyuling daun cengkeh…:) :). Mmmm...jadi teringat ucapan seorang rekan yang akhirnya memilih menjadi seorang penyuling di Bali...hehe.
O ya, kok ngga ada operasional untuk bahan bakarnya, Fer? Yuppsss…menyuling daun cengkeh bisa dikatakan bebas bahan bakar. Eh, maksudnya bebas BIAYA bahan bakar. Bahan bakar yang dibeli (ex : kayu bakar) dipakai hanya untuk memulai penyulingan pertama saja, sedangkan untuk batch penyulingan berikutnya cukup menggunakan ampas daun cengkeh yang dihasilkan dari penyulingan sebelumnya. Kalaupun digunakan kayu bakar jumlahnya relatif sedikit hanya untuk pemancing api. So….ngga perlu takut untuk biaya energi khan?
Membuat tulisan dalam blog minyak atsiri yang di-hit lebih dari 150 per hari (cieeeee….narsis dikit, ah. cukup lumayan untuk sebuah blog yang sangat segmented) saya tidak ingin dituduh menggiring opini publik minyak atsiri pada hal-hal yang bersifat “angin firdaus”. Memang sepintas kalau lihat hitung-hitungan di atas, angkanya cukup menakjubkan meskipun untuk menyaingi kekayaan Gayus Tambunan setidaknya membutuhkan waktu 100 tahun lagi…hehe. (Coba hitung sendiri, deh kalau nggak percaya). Angka di atas memang benar adanya dan saya tidak sedang mengajak para pembaca untuk bermimpi di pagi hari. (Bosen kalau saya pakai kata-kata “bermimpi di siang bolong”). Akan tetapi, ada banyak hal yang mengintai di belakang anda. Hantukah? Bisa ya, bisa pula tidak.
1. Anda harus menjamin ketersedian bahan baku di lapangan. Jika sehari membutuhkan 2 ton bahan baku daun cengkeh gugur dan 1 bulan beroperasi 25 hari, maka tentunya dibutuhkan 50 ton daun cengkeh per bulan. Bagaimana strategi pengumpulan bahan baku sebanyak itu? Ingat, banyak sekali lho kendala teknis yang terjadi di lapangan. Mulai dari tipu-menipu, hingga sikut-menyikut. Tapi jika anda bisa menerapkan supply chain management yang baik, pastinya kendala-kendala tersebut lambat laun bisa teratasi.
2. Saat anda beroperasi sendirian di sebuah wilayah tertentu, mungkin tidak banyak timbul friksi karena persaingan relatif tidak ada. Tapi namanya watak orang tiada yang bisa kita prediksikan sebelumnya, ada saja yang iri dan dengki pada keberhasilan orang lain dan mencoba untuk “mengganggu”nya dengan berbagai cara. Atau bisa juga ada orang lain yang ikut-ikutan mendirikan pabrik penyulingan di sekitar lokasi anda. Baik orang asli pribumi, atau orang luar, atau orang luar yang menggunakan tangan-tangan pribumi. Alhasil muncullah pesaing yang pastinya dapat merubah peta pasokan bahan baku anda dan membuat anda hsrus berfikir ekstra keras untuk lebih kreatif. Era informasi seperti sekarang sangat mudah untuk mengakses pengetahuan dan wawasan. Anda tinggal ketik keyword “penyulingan minyak cengkeh” di Kang Mas Google, maka tulisan-tulisan saya maupun orang lain tentang minyak cengkeh sekejab saja sudah tercetak di sanubari si pencari informasi.
3. Hei….harga minyak atsiri itu cukup dinamis, lho. Demikian juga halnya dengan minyak cengkeh. Tentunya kita harus bisa menyiapkan aneka strategi dan jurus-jurus antisipasi akan merosotnya harga jual minyak cengkeh supaya usaha penyulingan tidak lantas menjadi mandeg. Apalagi jika semakin banyak orang menyuling cengkeh pada musim kemarau dimana pohon cengkeh sedang “berbaik hati” menggugurkan daun sebanyak-sebanyaknya. Sayangnya, saya masih terlalu “hijau” untuk bisa memprediksi dengan tepat kapan harga akan naik dan kapan harga akan turun. Saya hanya punya prediksi untuk diri saya sendiri karena analisis ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah - hanya menggunakan metode pendekatan analisis terka-menerka saja - untuk bisa di-share ke para pembaca. Nanti kalau prediksinya salah, jadi malu sendiri sama pembaca…hehe. Nggak mau sok tahu, ah…
Saya ingin menambahkan sesuatu pada tulisan saya ini yang dikutif dari percakapan saya dengan seseorang yang saya anggap memahami alur-alur pedagangan minyak cengkeh terutama yang berkaitan dengan harga minyak cengkeh yang melambung ini. Berikut pandangan beliau:
"Kelayakan penyulingan harus memperhitungkan rentang harga 5 tahun terakhir...(coba cek datanya)...perkembangan harga komoditas lain dan inflasi. Menurut saya (tidak ada ramalan yang benar 100pct), harga saat ini terlalu "panas", pasti akan turun. Mengapa banyak orang tertarik? Karena ada disparitas antara COGS dan harga jual yang cukup lebar. Kalau dengan harga 70ribu masih bisa kerja, silahkan teruskan proyeknya...Perhitungkan kerapatan antar lokasi penyulingan supaya daun tidak jadi rebutan...Musim kemarau ini sangat kering shg rendemen bagus...mestinya dg harga 70rb pun masih untung (tergantung harga daun)".
"faktor2 yg mempengaruhi tingginya harga minyak cengkeh saat ini: musim hujan sepanjang tahun th lalu (tidak ada bulan kering)...kecilnya panen cengkeh th ini (gagang mahal)...namun semuanya itu hanya "sementara"...sampai kapan...entah, mungkin bulan depan sudah mulai turun, mungkin bulan ini...tapi paling lambat (menurut saya) tahun depan."
Yummyy..... silakan berfikir dan bermimpi akan hari esok yang lebih baik. Masih bingung, silakan bertanya daripada sesat di jalan.
artikel yang menarik mas feri, setelah sekian lama nengokin blognya ga diupdate
ReplyDeleteTerima kasih atas apresiasinya. Ya sudah lama nggak diupdate, tapi semoga berikutnya selalu update dengan aneka informasi dan wawasan seputar minyak atsiri
ReplyDeletehalo Pak Feryanto, artikelnya menarik sekali. tidak heran kalau saya yang tadinya tidak tertarik di bisnis penyulingan minyak atsiri ini menjadi tergoda untuk terjun langsung :)
ReplyDeletekira - kira, apa saja Pak yang perlu di persiapkan dari sekarang (saya masih kuliah tingkat akhir) kalau saya ingin menggeluti bisnis ini?
seperti modal, dan pengetahuan lainnya..
ilmu dan share pengalaman dari Pak Fery pasti sangat membantu..
sebelumnya saya ucapkan terimakasih Pak :)
Mas, Boleh nanya, kalo harga gagang cengkeh di pengepul sekarang kisaran berapa ya?
ReplyDeleteThanks
Nando
boleh saya tau no kontak mas ferry, ada hal yg ingin saya tanyakan mengenai minyak cengkeh mas... kalau boleh silakan email atau YM saya di platoopix@yahoo.com
ReplyDeletesebelumnya thanks mas :D
Terimakasih atas pencerahannya pak Fery, saya salut sekali dengan anda. Oh ya, saya mau nanya nih, untuk daun cengkehnya yang kering atau basah? untuk alat penyuling berapa kisaran harganya?? Mohon jawabannya... terimaksih sebelumnya..
ReplyDeletemau naya pak...
ReplyDeletecara analisis eugenol selain menggunakan GCMS apa kah ada pak ?
apakah bisa mengunakan metode titrasi atau metode gravimetri ?