Friday, November 13, 2009

Minyak Atsiri dan PT. JASAMARGA

Lho apa gerangan hubungannya? Jalan tol?? Minyak atsiri??

Dalam perjalanan menuju Jakarta dari Bandung via tol Cipularang, seraya menyaksikan pemandangan di luar kendaraan pada musim pancaroba ini, tampak sedikit pemandangan yang membuat pikiran saya mengawang-awang sejenak. Bukan dalam skenario yang menunjukkan ohh.. indahnya alam pemandangan di luar sana yang mulai sedikit menghijau diterpa cubitan mesra sang rintik hujan pembawa kesegaran alami. Juga bukan pada irama seorang lelaki tua yang ringkih namun tetap piawai mencangkul centi demi centi tanah untuk sebidang tanaman singkong penambal hidup.

Kalau tulisan saya sudah masuk blog ini, tentu saja nuansa minyak atsiri senantiasa membelai awang-awang itu. Begini ceritanya, saya melihat deretan pagar-pagar sepanjang jalan tol cipularang (dengan panjang sekitar 50 km) sebagai batas tanah antara milik (mungkin) masyarakat dengan milik PT. JASAMARGA. Jarak antara batas terluar sisi jalan tol (yang diaspal) dengan pagar-pagar tersebut cukup lebar. Memang jaraknya bervariasi tergantung kontur tanah dan kondisi lahannya. Mungkin antara 10 m – 20 m, tapi kadang-kadang juga bisa lebih dari 20 m. Konturnya ada yang rata, landai, bahkan banyak juga yang sangat curam. Sebagian besar ditumbuhi oleh alang-alang, tanaman-tanaman perdu, bahkan hanya sekedar semak-semak yang tumbuh dengan sendirinya. Adapula tanaman-tanaman keras baik yang sengaja ditanam untuk penghijauan maupun yang sudah ada di sana sebelum pembangunan jalan tol yang menurut saya cukup spektakuler ini. Namun sepanjang pengamatan saya, sebagian besar lahan tersebut cukup terbuka dan kurang termanfaatkan secara maksimal baik dari sisi estetika maupun komersial.

Waktu itu saya berfikir, mungkin tidak ya kalau lahan-lahan kosong di sisi jalan tol tersebut (masih dalam lokasi tanah milik PT. JASAMARGA) ditanami komoditas minyak atsiri? Kalau mungkin, tanaman apa gerangan? Meskipun saya bukan karyawan atau pejabat JASAMARGA, boleh dong ikut mikirin sedikit…hehe. Sebisa mungkin komoditas atsiri tersebut mendatangkan keuntungan bagi si empunya lahan (meskipun tidak harus dalam bentuk finansial) maupun mendatangkan pekerjaan sampingan bagi penduduk sekitar lahan tersebut untuk menambah kocek mereka.

Kalau melihat kontur tanah curam, maka tentu saja daerah tersebut rawan terjadinya erosi. Bukan tidak mungkin pula suatu saat akan menimbulkan kelongsoran. Titik pemikiran saya dimulai dari fenomena tersebut, tanaman minyak atsiri apa yang bisa berfungsi sebagai penahan erosi. Dari hasil membaca-baca literatur dan diskusi dengan kawan-kawan ternyata tanaman akar wangi dan sereh wangi bisa berfungsi sebagai penahan erosi. Di antara kedua tanaman tersebut, saya lebih berpihak kepada sereh wangi. Upss… bukan karena kami memproduksi dan berkebun sereh wangi, lho.

Jika tanaman tersebut ingin difungsikan juga sebagai lahan bisnis komersial dan memberikan pekerjaan bagi penduduk sekitar secara berkelanjutan, maka sereh wangilah pilihannya. Ada beberapa argumentasi berkaitan dengan hal ini.

1. Daya penahan erosi akar wangi disinyalir memang lebih baik dari sereh wangi karena sistem perakarannya lebih kuat dan lebih dalam menyusur tanah. Tetapi apabila akan diproduksi minyak atsiri akar wangi, maka tanaman tersebut harus dicabut dari tanah mengingat bagian akarnya yang harus disuling. Sehingga keberlangsung hidup tanaman akar wangi tersebut akan terhenti. Artinya harus dilakukan penanaman kembali setiap 1 – 1.5 tahun sekali untuk mendapatkan keuntungan serupa.

2. Waktu tumbuh tanaman akar wangi lebih lama untuk dapat menimbulkan perakaran yang baik guna menahan erosi.

3. Sereh wangi yang disuling adalah daunnya. Daunnya mulai dipangkas pada umur 6 bulan setelah mulai ditanam dan setelah itu setiap 2-3 bulan sekali. Sehingga sistem seperti ini tidak memutus daur kehidupan sereh wangi. Setiap dipangkas daunnya, dia akan tumbuh kembali dan tumbuh kembali tanpa harus dilakukan penanaman ulang. Akarnya pun akan semakin kuat mencengkeram dan menjalar di dalam tanah.

4. Menurut rekan saya seorang praktisi yang sudah lama mengembangkan tanaman sereh wangi, dengan sistem panen seperti di atas usia produktif tanaman ini bisa mencapai 5 – 10 tahun. Setelah itu baru dilakukan peremajaan. Usia produktif yang jauh lebih lama daripada tanaman akar wangi.

Secara finansial, mari kita berandai-andai dengan hitung-hitungan sederhana saja. Apabila setiap 6 m (kalau 2 sisi kanan dan kiri maka menjadi 12 m) lahan kosong (6 m ini dihitung dari pagar pembatas lahan, atau disesuaikan dengan kebutuhan penahanan erosi tadi), maka setiap KM di kedua sisi jalan tol ini akan ditumbuhi sekitar 14.000 batang sereh wangi dengan asumsi jarak tanaman 1 x 1 m. Kalau lebih rapat lagi misalnya 80 x 80 cm maka populasinya akan lebih banyak lagi. Nah, jika 50 KM kedua sisi jalan tol tersebut ditanami sereh wangi, maka akan terdapat 700.000 tanaman. Dengan asumsi 1 tanaman akan menghasilkan 1 kg daun segar, maka setiap kali panen akan menghasilkan 600 ton bahan baku segar yang ekivalen dengan 4.9 – 5.6 ton minyak sereh wangi (rendemen minyak 0.7 – 0.8% basis basah). Jumlah ini setara dengan Rp 392.000.000,- s/d Rp 448.000.000,- per 2-3 bulan sekali. Dengan Harga Pokok Produksi (HPP) sekitar Rp 50.000,- per kg minyak maka keuntungan bersih yang akan diperoleh sekitar Rp 150jt – Rp 170jt per 2-3 bulan. Memang jumlah ini sangat sangat kecil bagi perusahaan sekelas JASAMARGA. Tetapi JASAMARGA dapat mengambil keuntungan dari community development dengan memberdayakan masyarakat sekitar maupun dari kelestarian lahan akibat terhambatnya proses erosi tanah akibat kehadiran tanaman sereh wangi ini.

Untuk menambah pemasukan, di sisi-sisi jalan tol juga bisa ditanami aneka tanaman keras minyak atsiri yang pemasarannya tidak terlalu sulit. Sebut saja tanaman pala, ylang-ylang, kenanga, atau bahkan kayu putih.

Tentu gagasan di atas masih sangat mentah. Ini khan cuma sekedar mengawang-awang sepanjang selintasan perjalanan…hehe. Banyak hal-hal teknis yang perlu dikaji dan dipelajari untuk mewujudkan gagasan ini. Terutama berkaitan dengan pelayanan terhadap pengguna jasa jalan tol sebagai bisnis utama JASAMARGA. Apakah dengan adanya aktivitas ini akan mengganggu kelancaran berlalu lintas atau tidak, terutama pada saat panen sereh wangi yang membutuhkan banyak orang juga sistem transportasi untuk mengangkut hasil panen ke pabrik penyulingan terdekat. Menurut hitungan saya setidaknya dibutuhkan 4 ketel penyulingan (yang pastinya letaknya harus terpisah untuk efektivitas pengangkutan) kapasitas 1 ton sekali masak. Nah, pabriknya mau di mana saja itu supaya simpel dan efisien khan perlu dipelajari juga..hehe.

2 comments:

  1. Dh, Wah idenya bagus juga mas, dapat info dari mana ph CSR tersebut ? apa bisa kita sharing ? gumbi 081326460743 semarang.
    semoga ada jalan baik trims

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum.
    Pak Ferry ide ini harus kita realisasikan secepat mungkin.
    Sebab sy rasa kedepan minyak atsiri semakin menjadi kebutuhan utama industri.
    Saya harap kita bisa saling memberikan informasi.
    Fajar
    Bio Aditif
    085719418005

    ReplyDelete

Silakan memberikan komentar untuk tulisan ini.......