Sunday, June 03, 2012

Pengolahan minyak nilam dengan teknik fermentasi - sebuah komentar

Sebenarnya saya enggan memberikan banyak komentar perihal “gossip” terbaru perihal peningkatan rendemen pengolahan minyak nilam yang konon khabarnya bisa mencapai 10-16% melalui teknik fermentasi yang dihembuskan oleh suatu majalah dan sempat beberapa kali ada program trainingnya. Tetapi karena banyaknya pertanyaan dari rekan-rekan penggemar minyak atsiri mulai dari SMS, inbox FB, email, hingga telpon yang terus terang saja membuat saya ‘bosan’ maka akhirnya saya tuangkan juga melalui tulisan di blog ini. Sehingga jika ada pertanyaan serupa di lain waktu, maka dengan mudahnya akan saya refer saja ke link ini jika ingin tahu komentar saya.

Pengolahan nilam melalui teknik fermentasi?? Ya, saya pernah mendengar dan membaca dari suatu tulisan berkenaan dengan hal ini yang dipublikasikan melalui sebuah paten yang bernomor US20070298482 dan berjudul “Process for increased patchoulol content in essential oil of Pogostemon cablin” atau silakan baca sendiri di link ini http://www.freepatentsonline.com/7879584.html. Akan tetapi teknik yang disampaikan melalui paten tersebut lebih banyak mengulas tentang peningkatan kadar patchoulol-nya (Patchouli Alcohol/PA) dan bukan berbicara mengenai peningkatan rendemen minyak nilam yang demikian revolusionernya seperti yang telah saya sebutkan di atas.

Sebenarnya apa itu proses fermentasi? Dalam pengertian ilmu saya (baca = teknik kimia) secara gamblang, fermentasi berarti proses konversi bahan baku menjadi suatu produk dengan memanfaatkan mikroba sebagai organisme pemroses. Yang pasti dalam proses terjadi suatu reaksi kimia yang dimotori oleh perkembangan, pertumbuhan, serta proses metabolisme mikroba dalam suatu media fermentasi. Mikroba ini bisa merupakan enzim, bakteri, atau bahkan jamur/kapang. Contoh proses fermentasi yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah proses pembuatan tape atau proses pembuatan tempe. Proses pembuatan tape melibatkan suatu mikroba yang dinamakan Saccharomyces cerevisiae (ragi). Sedangkan pembuatan tempe melibatkan jamur yang dinamakan Rhizopus oryzae atau juga Aspergillus niger. Dan masih banyak aneka produk yang dapat dihasilkan melalui teknik fermentasi seperti bioethanol, asam cuka (asetat), asam laktat, minuman-minuman beralkohol, kecap, vetsin (penyedap rasa), aneka jenis gula (fruktosa, maltosa, dll), yoghurt, nata de coco, biogas, asam sitrat,  dan lain sebagainya.

Lalu apa hubungannya ini semua dengan peningkatan rendemen minyak nilam yang lagi-lagi saya sebutkan “sangat revolusioner”. Minyak nilam, seperti halnya minyak atsiri lain pada umumnya merupakan satu kesatuan produk yang tersusun atau puluhan (atau bahkan ratusan) komponen-komponen kimia mulai dari golongan-golongan terpen (monoterpen, diterpen, oxygenated-terpen, seskuiterpen), persenyawaan berantai lurus, dan turunan-turunan benzena. Artinya, jika teknik fermentasi ini berhasil untuk meningkatan rendemen minyak nilam maka “what a fabulous bacteria” yang sanggup melakukan serangkaian reaksi mikrobiogis yang sangat kompleks. Bakteri itu harus sanggup menata aneka jenis reaksi kimia yang menghasilkan satu per satu komponen penyusun minyak nilam, baik melalui reaksi serentak maupun reaksi pararel. Pada naskah paten yang saya baca di atas, hanya terkonsentrasi pada pembentukan satu komponen yaitu patchoulol yang menurut saya masih dapat dimengerti (dan dipahami oleh rasio saya yang masih banyak batasnya ini). Tetapi kalau sampai meningkatkan rendemen hingga berkali-kali lipat, hal tersebut masih jauh dari batas rasio pemikiran saya. Pada sebuah kesempatan, saya pernah tanyakan kepada Dr. Brian M Lawrence – seorang pakar minyak atsiri level dunia yang sudah berpengalaman 45 tahun dalam jagad R & D minyak atsiri (selengkapnya silakan cari di google mengenai siapa dia) – beliau sangat sangat meragukan kebenaran thesis ini yang tentunya dilandasi dengan pemikiran-pemikiran ilmiah dan praktisnya.

Mengenai peningkatan kadar PA (bukan rendemen lho, ya) minyak nilam melalui fermentasi, saya punya sedikit cerita yang saya bawa pada saat ‘menemani’ para pelaku minyak atsiri dunia berkeliling Bali dan Jawa Tengah (pabrik penyulingan skala UKM dan pabrik ekstrak/turunan minyak atsiri modern) pada acara field trip pasca penyelenggaraan AAIC 2012 (Asian Aroma & Ingredients Congress) Mei 2012 lalu. Seorang ahli minyak atsiri dari India, sebut saja namanya Mr. Raja Varshney (pemilik/pendiri SOM Extract – India http://www.somextracts.com , sebuah perusahaan aroma & perfumery ingredient yang cukup besar di level dunia) bercakap-cakap dengan saya. Kira-kira begini isi percakapannya (sudah saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia).

Beliau bertanya, “Feryanto, berapa lama kamu suling daun nilam setelah dijemur?”
Saya jawab, “Ya langsung disuling saja, Pak. Atau paling lama sekitar 1 minggu disimpan.”
Mr. Varshney langsung berkomentar, “Kamu harus diamkan dulu paling tidak selama 1 bulan (lebih dari 1 bulan lebih baik) dan biarkan dia terfermentasi secara alami. Jangan dijemur seluruhnya di bawah sinar matahari, keringkan dia di bawah teduhan (atau istilahnya diangin-anginkan saja). Hal itu akan membantu meningkatkan kadar PA pada minyak nilammu.” Saya termangu dan berusaha mencerna setiap detail ucapan Bahasa Inggrisnya yang agak-agak sulit saya mengerti. Mungkin inilah apa yang dimaksud dengan istilah "partially fermented" yang sering saya jumpai pada artikel-artikel mengenai pengolahan minyak nilam.
Lanjutnya, “Pada proses fermentasi alami itu terjadi suatu biokonversi yang menghasilkan patchouli alcohol. Coba kamu cium daun segar nilam ini dan bandingkan dengan daun nilam yang sudah kering. Pasti akan terasa jauh berbeda dari sisi aromanya.” Saya pun mengiyakan apa yang beliau ucapkan sambil mencium-cium daun nilam. Mr Varshney melanjutkan kuliahnya kepada saya, “Kemarin kita khan baru saja kunjungi pabrik pengolahan ekstrak vanilla di Bali (PT. Tripper Nature – Klungkung, Bali http://www.trippernature.com) dan kamu lihat apa yang dilakukan pada buah-buah vanilla itu sebelum diproses/diekstrak. Mereka melakukan proses curing untuk menciptakan aroma vanilla. Buah dan biji vanilla segar tidaklah memiliki aroma, tetapi setelah dilakukan proses curing akan muncul aroma khas vanilla yang selama ini kamu kenal. Hal yang sama juga akan terjadi pada daun nilam. Tidak cuma vanilla, tetapi juga cocoa, coffee, clove, dll.”

Mmmm….penjelasan beliau ini sangat masuk pada logika saya. Dalam hati saya akan melakukan sedikit penelitian untuk membuktikan statement beliau ini. (note = a little research is still in progress).

Well, kembali ke masalah rendemen minyak nilam 10-16% melalui teknik fermentasi. Saya tidak bisa mengatakan dengan tegas benar atau salahnya, mengada-ada atau tidaknya. Saya cuma berusaha mencerna baik dari sisi ilmiah (sejauh batas pengetahuan ilmiah saya) dan tentunya juga bila ditinjau dari aspek bisnis.

Menurut hemat saya masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan terlepas benar tidaknya apa yang disampaikan oleh majalah tersebut dan juga narasumber yang menginformasikannya kepada majalah tersebut. Diantaranya adalah ;

1. Andaikan benar memang demikian, yang menjadi pertanyaan adalah apa motif untuk menyebarkan informasi tersebut? Sebab jika kita bicara dalam konteks bisnis, jika informasi itu benar pasti yang bersangkutan akan menyimpan dalam-dalam rahasia prosesnya. Karena secara finansial hasilnya akan sangat fantastis. Kalau mereka membeli daun nilam kering (katakanlah harganya Rp 5000/kg – sekarang malah cuma Rp 2500,- s/d Rp 3000,-) dan dalam sehari bisa memproses 100 kg saja maka akan menghasilkan 16 kg minyak nilam yang ekivalen dengan nominal Rp 4.800.000,- (asumsi harga minyak nilam Rp 300.000,-/kg - April 2012) padahal ia hanya membeli bahan baku Rp 500.000,- saja. Artinya Gross Profit Margin untuk mengolah 100 kg bahan baku sama dengan Rp 4.300.000,-. (belum dikurangi biaya-biaya produksi lainnya yang menurut saya tidak akan besar). Jika saya ambil keuntungan bersih sekitar Rp 4.000.000,- per 100 kg bahan baku per hari, maka dalam 1 bulan akan menghasilkan keuntungan bersih Rp 120.000.000,- (1 tahun = 2.4M !!). Bayangkan kalau dia memproses 200 kg bahan baku per hari yang tentunya menghasilkan keuntungan 2x lipatnya. Dengan hasil sedemikian besarnya, maka saya pikir (dalam logika bisnis) maka mereka tidak perlu menjual alat-alat proses untuk menghasilkan rendemen nilam 16% kepada orang lain (baca=peserta training) dan tidak perlu menginformasikan kepada orang lain perihal apa yang telah ia lakukan.

2. Dengan hitung-hitungan keuntungan seperti di atas, tentunya tidak akan sulit baginya untuk memiliki sebuah pabrik yang sangat representatif, alat-alat proses yang cukup modern, bangunan yang representatif, juga mungkin saja terintegrasi dengan perkebunan nilam yang cukup luas. Tetapi apa yang saya lihat (dari photo-photo yang diambil seorang teman saat mengikuti trainingnya), jauh sekali dari kesan di atas.

3. Jika proses tersebut benar menghasilkan rendemen minyak nilam 16%, dampak apa yang akan terjadi dalam dunia perdagangan nilam Indonesia (atau dunia??)? Kebutuhan minyak nilam dunia sekitar 1600-1800 ton per tahun (saat ini khabarnya sudah menurun sebagai dampak dari tingginya harga minyak nilam pada akhir 2007 dan awal 2008 lalu), yang kalau saya konversikan dengan luas lahan perkebunan setidaknya hanya membutuhkan luas lahan total paling banyak 12.000 – 15.000 ha saja. Jadi kalau saya punya lahan nilam 12.000 – 15.000 ha sudah cukup produksi di pabrik saya saja untuk mencukupi kebutuhan minyak nilam dunia. Hitungan saya tersebut dengan mengasumsikan rendemen minyak nilam rata-rata 2% dan 1 ha lahan akan menghasilkan 8 ton bahan baku kering dlm 1 tahun. Kalau rendemen bisa 16% maka hanya dibutuhkan lahan perkebunan 2000 ha saja. Cukuplah saja 200 orang peserta training masing-masing mengelola lahan nilam 10 ha. Lalu mau dikemanakan minyak nilam yang dihasilkan dari belasan ribu ha lahan yang lainnya? Saat ini akibat oversupply minyak nilam dapat dikatakan harga minyak nilam saja sudah cukup terpuruk.

Yah, silakan berfikir sendiri. Dunia minyak atsiri adalah dunia yang cukup kompleks mulai dari hulu ke hilir, sekompleks komponen-komponen penyusun di dalamnya :)
Good luck untuk semuanya……..

1 comment:

  1. Terima Kasih bung fer saya suka penjelasannya

    ReplyDelete

Silakan memberikan komentar untuk tulisan ini.......