Tuesday, October 24, 2006

Teknik Kimia dan Kewirausahaan

TEKNIK KIMIA (TK) DAN KEWIRAUSAHAAN
A.D.A. Feryanto
(alumnus Teknik Kimia ITB 1997 – dosen TK-ITENAS – pelaku wirausaha berbasis TK)
0811-1100720, mantra_mantra_jingga@yahoo.com
posted to milis teknik-kimia
pernah dimuat di majalah teknik kimia KINETIKA-UNDIP th 2003.

Teknik Kimia
Zaman dahulu kala, sewaktu kita masih terbuai dengan masa-masa SMA yang (menurut sebagian besar orang) adalah masa-masa indah, serasa asing mendengar istilah teknik kimia. Walaupun tanpa disadari, di sekeliling kita bergelimang harta benda dan materi yang berlandaskan falsafah dasar teknik kimia. Dalam bayangan masa itu, teknik kimia tidaklah lebih dari suatu ilmu yang melulu mempelajari kimia, atau bisa dikatakan perpanjangan tangan ilmu kimia yang dipelajari saat SMA.

Zaman telah berubah, pemikiran dan pengetahuan kian bertambah. Kini setelah terdampar di belantara teknik kimia yang sebenarnya (bukan hanya sekedar angan), sudahkah terpikir dalam benak kita apa hakekat teknik kimia sesungguhnya? Apakah bayangan tentang teknik kimia saat menjadi mahasiswa? Benarkah teknik kimia hanya berkutat pada industri-industri besar seperti minyak dan gas, petrokimia, polimer, atau well established chemical process industries lainnya? Dengan asesori kolom distilasi atau absorber yang seperti MONAS dan cooling tower sebesar gedung tingkat lima, sistem perpipaan dan instrumentasi yang njlimet bak benang kusut. Bahkan mungkin biaya investasi yang mencapai ratusan milyar atau triliyunan rupiah.

Menilik pada makna teknik kimia, yakni suatu ilmu yang mempelajari perubahan (konversi) bahan baku menjadi bahan jadi yang berdaya guna serta berskala besar dan komersial melalui prosesproses kimia dan fisika (kadang-kadang juga ditambahkan sebagai salah satu ilmu yang mempelajari pengelolaan dan konservasi energi), secara eksplisit jelas terlihat bahwa teknik kimia adalah ilmu yang sangat aplikatif. Namun timbul lagi sebuah pertanyaan. Bahan baku apa sajakah yang bisa diolah? Sekelumit cerita di bawah ini mudah-mudahan dapat segera menjawabnya dan sekedar mengingatkan sisi lain dari teknik kimia.

Misalnya kita sedang jalan-jalan di pasar, di sana pasti banyak sampah-sampah organik yang melimpah dan memenuhi lokasi pembuangan sampah, lantas kita berfikir (dalam kerangka teknik kimia yg telah anda pelajari) mengapa hal itu tidak dimanfaatkan, misalnya untuk dijadikan sumber pembuatan kompos atau biogas. Kemudian jalan beberapa meter lagi kita akan melihat banyak bumbu-bumbu dapur dijual. Ada jahe, kunyit, sereh, kapulaga, pala, kemukus, adas, dll. Mengapa mereka menggunakan itu semua? Pasti untuk menambah aroma dan rasa pada masakan. Nah, dari situ kita mulai bisa berfikir bagaimana cara mengambil zat-zat di dalam bumbu-bumbu dapur itu supaya lebih praktis pemakaiannya. Apakah yang diambil minyak atsirinya, oleoresinnya, atau senyawa penebar aroma lainnya. Tidak sampai semenit kemudian, kita akan menemukan orang berjualan ubi atau singkong. Mungkin kita berfikir, kok harganya murah ,ya. Atau mengapa ubi dan singkong selalu dijual dalam bentuk bahan mentahnya saja padahal kandungan pati di dalamnya dapat diolah menjadi aneka produk yang bernilai tinggi dengan sentuhan proses-proses kimia dan fisika, misalnya menjadi alkohol, glukosa, ataupun perekat (modified starch). Atau tiba-tiba di sebelah kanan kita ada tumpukan sisa-sisa sabut kelapa atau bonggol jagung yang sudah tidak terpakai. Kedua bahan tersebut merupakan biomassa yang mengandung selulosa, lignoselulosa, atau lignin yang sangat potensial diolah menjadi kertas atau pulp dan produk sampingnya berupa furfural dan glukosa. Begitu pula batok kelapanya yang bisa dimanfaatkan menjadi arang aktif. Kemudian minyak goreng, selama ini minyak goreng dihasilkan dari CPO (Crude Palm Oil) yg diambil dari kelapa sawit. Kira-kira bisa tidak ya kalau diganti dengan minyak kelapa, minyak kedelai, minyak biji rambutan, minyak jagung, dan lain-lain. Ketika kita tiba di kedainya Mbok Minah yang berjualan teh atau kopi. Kita berfikir, orang sering minum teh dan kopi supaya tidak mengantuk. Zat apa gerangan yg menyegarkan dan merangsang tubuh sedemikian itu? Setelah dibaca-baca di literatur teknik kimia, ternyata kandungan kafeinnya. Padahal kafein itu dibutuhkan di produk-produk minuman energi dan farmasi. Ketika melewati toko eceran benda-benda kebutuhan sehari-hari, anda akan melihat detergen, sabun mandi, pengarum ruangan, pelembut/pengharum pakaian, dan lain-lain. Pernahkan terbersit dalam benak anda bagaimana komposisi dan cara membuat benda-benda tersebut dan mencobanya langsung dalam skala kecil disertai beberapa kreativitas untuk menghasilkan produk yang fungsinya sama tetapi berbeda spesifikasinya (kata Mas Hermawan Kertajaya, salah satu kunci pemasaran adalah diferensiasi). Belum lagi jika anda jalan-jalan di pedesaan yang indah dan permai.

Ibarat buku yang menceritakan potensi teknik kimia dalam diversifikasi produk berbasis Sumber Daya Alam (SDA) terbarukan (tinggalkanlah dahulu paradigma SDA tak terbarukan), cerita di atas hanyalah satu pasal dari ratusan BAB yang ada. Jadi, terjawab sudah pertanyaan di atas, ternyata apa yang ada di sekeliling kitapun bisa dijadikan bahan baku. Setelah mengetahui bahan bakunya, cara mengolahnya, dan penjualannya. Selanjutnya apa yang akan kita lakukan? Jawabnya adalah just make it real by thinking both conceptually and technically.

Kewirausahaan
Telah disinggung di atas, teknik kimia adalah ilmu yang sangat aplikatif. Beruntunglah anda pernah merasakan “kejamnya” pendidikan teknik kimia. Teknik kimia juga berpotensi menciptakan Usaha Kecil Menengah (UKM) berbasis teknologi (sederhana dan kerakyatan) yang memanfaatkan SDA. Jika kita tahu bahan baku dan prosesnya, lakukanlah penelitian skala laboratorium atau pilot. Jika pengetahuan kita bertambah, yakni mengetahui ke mana dan bagaimana cara menjual produknya, aplikasikanlah ke skala komersial. Masalah modal adalah perkara waktu, sedangkan kemauan, usaha keras, dan kerja tim adalah masalah utama. Jika berusaha dengan keras, tak kenal menyerah dalam mencari relasi/jaringan, kapitalpun akan datang dengan sendirinya. Banyak lembaga keuangan, BUMN, dan perorangan yang bersedia memberikan modal untuk UKM. Saat ini juga telah banyak berdiri Pusat/Balai Inkubator Bisnis di setiap universitas dan lembaga pemerintahan yang bersedia memfasilitasi segala keperluan untuk memulai berwirausaha bagi seorang calon pengusaha, termasuk akses pendanaan.

Bersama tim, saya mengembangkan industri minyak atsiri dengan investasi yang cukup lumayan. Pendanaan akhirnya diperoleh setelah 2 tahun lebih melakukan langkah-langkah real seperti percobaan pilot, survey bahan baku, studi literatur, mengamati alur pemasaran, wawancara dengan para pelaku di lapangan berkedok seorang mahasiswa yang ingin penelitian, serta berdikusi dengan para pakar. Selama 2 tahun itu banyak hal yang telah terjadi termasuk apa yang saya istilahkan sebagai ”perselingkuhan idealisme”. Juga seorang teman seangkatan saya yang hanya berbekal, maaf, TAHI SAPI tetapi bisa berkeliling Indonesia menyebarkan reaktor biogas plastik ciptaannya (yang bersangkutan juga pernah nongkrong di rubrik SOSOK harian Kompas) dan secara real cukup membantu dalam mengubah paradigma masyarakat pedesaan akan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Sekali lagi....real....real....real.... tidak hanya sekedar omong-omong dalam seminar, lokakarya, atau forum-forum yang membahas masalah energi.

Berapa banyak penelitian yang dilakukan oleh teknik kimiawan/wati, baik mahasiswa, dosen, maupun peneliti yang benar-benar teraplikasikan meskipun secara bahan baku, teknis-teknologis, ekonomi, dan pemasaran cukup layak. Kita bisa menyimak prosiding-prosiding seminar teknik kimia yang rutin diselenggarakan oleh beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Bundel-bundel laporan penelitian yang memenuhi lemari arsip dan perpustakaan adalah tanpa makna jika tak teraplikasikan kecuali hanya sekedar untuk memenuhi tanggung jawab dana RUT (Riset Unggulan Terpadu), hibah bersaing, dan bentuk-bentuk pendanaan riset lainnya dari pemerintah sehingga menambah credit point / kum dalam rangka mengurus jabatan fungsionalnya sebagai seorang dosen/peneliti. Atau seorang mahasiswa yang sibuk meneliti hanya untuk tuntutan tugas kemahasiswaan (baca=kurikulum) dan menjadi referensi untuk riset-riset berikutnya yang kadang-kadang tidak menampakkan kemajuan yang berarti.

Bagi para mahasiswa teknik kimia yang masih idealis dengan ilmu yang dipelajari, fakta-fakta di bawah ini cukuplah menjadi bahan renungan sebelum tidur. Berapa banyak PT di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan tinggi teknik kimia. Tercatat lebih dari 50 institusi. Andaikan setiap tahun sebuah PT mewisuda 50 sarjana teknik kimia (banyak PT yang jumlah mahasiswa per angkatannya lebih dari 100), maka setidaknya terdapat 2500 sarjana teknik kimia baru setiap tahunnya. Apakah jumlah lowongan kerja untuk sarjana teknik kimia mencapai angka sebesar itu? Bahkan saya berani taruhan, setengahnyapun tidak. Akibatnya banyak sarjana teknik kimia yang mulai berbicara kesempatan (baca=pragmatis), bukan lagi idealisme keilmuannya. Apapun jenis pekerjaan akan disambarnya asal “menghasilkan” meskipun harus keluar dari koridor teknik kimia. Jadi konsep link and mach-nya Wardiman Djojonegoro yang dulu pernah didengung-dengungkan hanyalah isapan jempol belaka. Lalu, apa solusinya?

Jawabnya cukup singkat. WIRAUSAHA. Jika diri merasa sadar bahwa kurang cukup kemampuan untuk memenuhi kategori wirausahawan sukses, maka membentuk tim dengan kapabilitas yang berbeda-beda namun memiliki kesamaan visi adalah salah satu solusinya. Misalnya dengan mengumpulkan rekan-rekan satu angkatan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal bernegosiasi dan hubungan luar, teknis dan engineering, serta organisasi. Jika memang ketersediaan modal yang ditakutkan, maka dengan mengajak rekan yang “cukup berada” juga merupakan sebuah solusi. Namun yang terakhir ini bukanlah “reaksi” yang utama, hanya sebagai katalis saja.

Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan wirausaha (baca=UKM) berbasiskan teknik kimia diperlukan pertimbangan beberapa hal, yakni :
1. Teknologi proses yang sederhana dan aplikatif untuk UKM.
2. Bahan baku berasal dari bumi Indonesia. Lebih baik lagi apabila berasal dari limbah-limbah hasil bumi berbasis agro dan keluaran industri lainnya.
3. Mudah dalam hal teknis pengoperasian. Seorang lulusan SD pun selayaknya mampu mengoperasikan proses dalam tataran teknis.
4. Biaya investasi yang masuk akal untuk industri skala UKM alias tidak sampai puluhan atau ratusan miliar rupiah. Bila memungkinkan cukup yang puluhan juta rupiah saja.

Jadi, siapkah kita terjun ke dalamnya? Jika siap, bentuklah tim yang satu ide, misi, dan visi untuk merealisasikan apa yang dicitakan bersama. Mari kita berjuang untuk bangsa ini sesuai dengan bidang dan profesi kita masing-masing. Teringat sebuah ucapan seorang begawan fisika AlbertEinstein ”Mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit? Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin. Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar”.

2 comments:

  1. salam kenal dari saya,wah bagus banget artikel ini pak.saya ugi saya lulusan teknik kimia juga. sukses terus buat bapak

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas apresiasinya.
    Salam kenal kembali dan sukses selalu buat anda.

    -ferry-

    ReplyDelete

Silakan memberikan komentar untuk tulisan ini.......