Tuesday, July 24, 2007

Isolasi Eugenol dari Minyak Cengkeh (dengan reaksi soda kostik)

Selain fraksionasi vakum atau distilasi molekuler, cara ini juga banyak dipakai untuk mendapatkan eugenol murni dari minyak cengkeh. Saya pernah melakukannya baik skala lab dengan alat-alat gelas (lihat gambar di bawah ini) maupun skala semi-pilot dengan kapasitas proses 3 kg minyak cengkeh/batch.

Bahan baku tambahan hanya berupa NaOH padat yang dilarutkan, HCl 33%, dan air. Bahan baku pendukung (jika diperlukan : sodium sulfat anhidrat untuk mengikat air dalam eugenol dan bentonit aktif untuk menghasilkan eugenol yang kuning jernih). Kemurnian eugenol yang diperoleh bisa di atas 99%. Yuk....yuk kita bikin eugenol...!! Meskipun harga jualnya tidak tinggi, tapi bisa dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah minyak cengkeh. Tapi.....ada tapinya lho. Banyak eksportir/buyer tidak mau menerima eugenol, maunya cuma minyak cengkeh crude saja so...harus nyari market sendiri...hehe. Pembaca yang merasa kurang jelas mengenai proses ini, boleh bertanya.


Samigaluh – Kulonprogo – DI Yogjakarta


Mmmhhh……. ada yang pernah bepergian ke sana? Kebetulan saya berkesempatan berkunjung ke sana kemarin (23 Juli 2007).

Samigaluh adalah sebuah kecamatan yang menjadi bagian administratif dari Kab. Kulonprogo Propinsi DI Yogjakarta. Daerah ini berkontur perbukitan dengan jalan berkelok-kelok. Wajar memang karena Samigaluh terletak di daerah Perbukitan Menoreh. Mmmhh…. Jadi ingat Judul Film dan Judul Novel “Api di Bukit Menoreh” - merupakan cerita silat klasik yang berkisah tentang berdirinya Kerajaan Mataram Islam karangan HS. Mintardja.

Namun di sini saya tidak ingin bercerita tentang resensi cerita tersebut. Namanya juga “essential oil corner” ya sudah pasti yang akan dibahas adalah minyak atsiri dan romantikanya.

Apa yang menarik dari Kecamatan Samigaluh berkaitan dengan minyak atsiri? Saya berkendaraan dari Jalan Raya Wates – Yogjakarta ditemani seorang kenalan baru yang juga pengusaha minyak atsiri lalu masuk menuju Desa Kemusuk – Godean. Mmmhh.... ada yang familiar dengan nama desa ini. Yak.....benar sekali, kalau anda pernah membaca kisah mengenai Presiden RI ke-2 – Pak Harto – maka anda akan paham apa yang menarik dari Desa Kemusuk ini. Dari desanya Pak Harto ini kami terus naik ke atas menuju Kecamatan Samigaluh. Sepanjang perjalanan ke sana yang berkelok-kelok terlihat di sisi kiri dan kanan jalan hamparan perkebunan cengkeh. Aroma khas cengkeh segera tercium bercampur dengan hawa sejuk pegunungan ketika saya membuka jendela kendaraan. Nah, kisah tentang atsiri di Samigaluhpun dimulai.

Samigaluh merupakan salah satu sentra cengkeh di Yogjakarta. Tidak hanya cengkeh sebagai rempah-rempah tetapi juga minyak cengkeh yang disuling dari daun gugur dan tangkai/gagangnya. Saya mampir dan melongok sejenak pada sebuah pabrik penyulingan cengkeh yang memiliki dua buah ketel suling. Kebetulan keduanya sedang tidak berproduksi karena masih menunggu tercukupinya jumlah bahan baku. Pada musim yang belum sepenuhnya kemarau ini memang agak kesulitan mendapatkan bahan baku daun cengkeh gugur. Meskipun demikian, sebentar lagi akan panen raya cengkeh sehingga kemungkinan produksi bisa berjalan dengan lancar karena para penyuling akan menggunakan tangkai/gagang cengkeh sebagai bahan bakunya. Tapi, jika musim kemarau tiba penyulingan bisa terus berproduksi sepanjang hari. Bahkan sehari bisa melakukan sampai 2 kali batch produksi/alat. Sedangkan pada musim penghujan, paling banyak hanya berproduksi 2 batch/minggu.

Saya sempatkan untuk bercakap-cakap lebih lanjut dengan pengelola pabrik penyulingan. Beliau mengatakan bahwa di Samigaluh ini terdapat 20 penyulingan minyak cengkeh yang aktif. Sangat banyak. Sehingga untuk mendapatkan bahan baku kadang-kadang harus bersaing antara satu penyuling dengan penyuling lainnya. Itulah sebabnya saya sempat terkaget-kaget ketika mendengar informasi bahwa harga daun cengkeh gugur kering yang diterima penyuling di Samigaluh ini antara Rp 500 – 600 /kg. Sedangkan harga tangkai cengkehnya Rp 1700 – 1800/kg. Padahal saya sendiri menyuling cengkeh dengan harga beli bahan baku di bawah angka tersebut. Bagaimanapun juga dengan harga bahan baku yang demikian tinggi, para penyuling di Samigaluh berlomba-lomba untuk mendapatkan rendemen minyak setinggi mungkin untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Dan ternyata, mereka cukup sukses untuk bisa survive selama ini. Hal ini salah satunya juga didukung oleh harga jual minyak cengkeh yang menarik. Minyak daun cengkeh di tingkat tengkulak pada saat saya berkunjung dihargai Rp 40.000 /kg sedangkan harga minyak tangkainya Rp 45.000 /kg.

Berbicara masalah rendemen, pada saat musim kemarau rendemen minyak daun cengkeh gugur yang berhasil mereka dapatkan antara 2,7% - 3% dengan waktu penyulingan efektif rata-rata 8 jam. Sedangkan pada musim penghujan hanya 1.5% - 2% tetapi harga daunnya turun menjadi sekitar Rp 400/kg. Untuk tangkai cengkeh kering, mereka bisa dapatkan rendemen rata-rata 5% untuk kapasitas sekali suling 1 ton tangkai cengkeh selama 16 – 18 jam. Tenaga kerja dibayar secara variabel sesuai dengan jumlah minyak yang diperoleh. Per 1 kg minyak cengkeh yang dihasilkan, tenaga kerja produksi dibayar Rp 2000 - Rp 2500. Jika sekali menyuling mendapatkan 30 kg minyak maka ongkos tenaga kerjanya Rp 60.000 – Rp 75.000 yang dibagi-bagi berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Sedangkan ongkos bahan bakar bisa dikatakan nihil karena mereka memanfaatkan ampas sisa penyulingan. Dari data-data primer di atas, pembaca bisa memperkirakan sendiri berapa keuntungan yang akan diperoleh penyuling untuk sekali produksi (misalnya untuk basis 1 ton daun / 1 ton tangkai).

Sayapun tak luput untuk mengamati alat-alat produksinya. Hampir semua penyulingan minyak daun cengkeh skala besar memang menggunakan sistem penyulingan uap-air (kukus) dengan bahan bakar daun ampas penyulingan dan ditambah sedikit kayu bakar (jika dirasa kurang). Ketel pertama berkapasitas 1000 kg daun cengkeh/batch dan ketel kedua sekitar 800 kg/batch. Untuk ketel pertama, diameternya sekitar 1,8 m dan tinggi total 2,5 m. Pada bagian bawah ketel dilengkapi pipa-pipa api untuk mengoptimalkan proses perpindahan panas dari api/gas cerobong menuju air di dasar ketel untuk diubah menjadi uap. Gas cerobong tersebut mengalir melalui pipa-pipa api dan selanjutnya dibuang ke udara atmosfer melalui cerobong asap. Pendingin yang digunakan berasal dari bahan aluminium yang dibuat melingkar dan tercelup pada sebuah kolam pendingin. Sedangkan pemisah minyaknya terdiri dari 7 buah drum yang disusun bertingkat untuk menghindari adanya minyak yang terbuang bersama kondensat. Tidak ada yang menurut saya istimewa tentang proses produksi minyak cengkeh di Samigaluh ini. Untuk menghasilkan rendemen minyak yang setinggi mungkin kuncinya adalah bagaimana mengupayakan proses pembakaran di tungku berlangsung stabil, perpindahan panas baik, dan api yang dihasilkan besar sehingga laju alir uap yang masuk ke tumpukan bahan baku menjadi besar. Sebab jika apinya kecil dan tidak stabil, ada beberapa kerugian yang akan dituai oleh penyuling yaitu ; rendemen rendah, waktu penyulingan lama, dan kadar eugenol rendah.

Yah.....secara teori sih mudah, secara praktek......belum tentu....hehehe. Pokoknya harus dibuktikan lah. Tantangan nih bagi para peneliti, mahasiswa, dosen (termasuk saya....:p) yang gemar menulis tapi tak pernah mengaplikasikan ide-idenya ke lapangan (mudah2an saya bukan termasuk golongan ini...). Malah, jangan-jangan lebih pintar si penyuling daripada orang-orang yang mengaku intelek tapi ngga pernah turun langsung ke lapangan untuk melihat bagaimana sulit dan kompleksnya urusan minyak atsiri ini. Ingat-ingat, faktor X di lapangan jauh lebih kompleks daripada faktor variabel untuk perlakuan obyek pada suatu penelitian. Mmmmhhh... mohon maaf, ngelantur nih.

Apapun itu, Samigaluh tetaplah sebuah daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam yang sedikit banyak turut berkontribusi terhadap kemajuan komoditas minyak atsiri Indonesia. Sebuah daerah yang sejuk dan damai. Cocok untuk belajar dan mengaplikasikan ide-ide keilmuan bagi kaum intelek terkait untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan penyuling di sana baik teknis maupun non-teknis dengan jargon ”pengabdian masyarakat” supaya Samigaluh tetaplah menjadi daerah yang harum mewangi. Dan...... saya pun masih harus belajar banyak dari penyuling-penyuling ini.

NB. Unfortunately, I forgot to bring my camera when I had a trip to Samigaluh. The picture above is taken from http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/atsiri/produksi.asp . The picture is taken from the same location at Samigaluh.

Wednesday, July 11, 2007

Alat Suling Mini untuk Produksi Minyak Skala Kecil


Bagi yang mau nyoba-nyoba nyuling segala jenis minyak atsiri skala kecil (5 - 20 kg/batch) melakukannya dengan alat-alat mini di atas. Bisa dilakukan di belakang rumah sendiri ketika sedang tidak ada kerjaan atau liburan...hehehe. Di atas itu 2 contoh alat suling mini yang saya miliki. Yang mau nyoba-nyoba nyuling minyak tapi tidak punya alat suling mini, silakan datang ke tempat saya...:)
Alat ini juga bisa dipakai untuk percobaan mencari kondisi operasi yang tepat untuk menghasilkan rendemen minyak atsiri tertentu yang optimal. Juga bisa dipakai untuk mendapatkan beberapa sampel minyak untuk ditawarkan ke pasar terlebih dahulu sebelum diproduksi pada skala massif/besar.

Alat ini hanya butuh listrik untuk pompa sirkulasi air pendingin. Bahan bakarnya bisa minyak tanah atau gas LPG. Tergantung burner/kompornya.

Minyak kemangi (basil oil)


Question from Novi

dear Ferry.
Salam kenal, saya membaca blog anda isinya menarik.
Saya mempunyai beberapa pertanyaan mengenai tanaman
kemangi. Tanaman kemangi juga mengandung minyak
atsiri, yang ingin saya tanyakan :
1. jenis atau komposisi minyak atsirinya apa saja?
2. Bagaimana mendapatkan/cara mengekstraknya, mohon

informasinya.
Bisakah dilakukan sendiri atau adakah tempat yang

dapat melakukan ekstraksi tersebut?

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih

salam,
novi
Jawaban Ferry :

Dear Mbak Novi....
Salam kenal kembali. Saya mencoba menjawab sesuai dengan pengetahuan saya ya.
Minyak kemangi (basil oil) diambil dari tanaman kemangi (Ocimum basilicum ) yang juga tumbuh di Indonesia, malah sering menjadi teman makan sebagai lalapan yang mmmhhh.... nikmat..:)

1. Saya sendiri belum pernah coba-coba nyuling kemangi, namun saya punya beberapa literatur dari jurnal2 international bahwa basil oil komposisi utamanya adalah metil kavikol, linalool, geranial, neral, carryophylene, dll. Komposisi tersebut berbeda2 tergantung asal tanaman kemangi tersebut. Mbak Novi bisa baca di abstrak-abstrak jurnal yang saya kirimkan ke email Novi, diantaranya adalah :
-
Essential oil composition from twelve varieties of basil (Ocimum spp) grown in Colombia ,
Journal of Brazilian Chemical Society Vol. 14 No. 5 (2003)
-
Essential oil composition of a new chemotype of Basil (Ocimum basilicum L.) cultivating in
Turkey ,
Journal of Essential Oil - Bearing Plant Vol. 7 No. 2 (2004)
-
Volatile oil composition of sweet basil (Ocimum basilicum L.) cultivating in Turkey (Short
communication)
, Food/Nahrung Vol. 33 No. 1 (2006)
- Analysis of the essential oils of two cultivated basil (Ocimum basilicum L) from Iran , DARU
Vol. 14 No. 3 (2006)
-
Differences in Essential Oil Composition of Basil (Ocimum basilicum L.) Italian Cultivars
Related to Morphological Characteristics ,
Journal of Agricultural Food Chemistry Vol. 44 No. 12
(1996)

Dan masih banyak jurnal-jurnal lain yang berbicara tentang minyak kemangi ini tetapi tidak dapat saya attach satu-persatu.

2. Cara mendapatkan minyak kemangi sama seperti pada umumnya minyak2 atsiri yang lain yaitu proses hidrodistilasi (atau nama sehari2nya penyulingan uap). Untuk skala kecil (kurang lebih 2 - 5 kg daun kemangi/proses) saya memiliki alatnya. Dan kebetulan alat tersebut memang saya gunakan untuk percobaan penyulingan berbagai jenis minyak atsiri. Tapi kalau untuk alat-alat saya yang skala besar yang digunakan untuk penyulingan skala komersial tidak dapat digunakan karena dipakai untuk produk minyak atsiri lain (biji pala dan cengkeh) sehingga harus dilakukan pembersihan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pun saya perkirakan jumlah bahan baku daun kemangi yang digunakan bisa 2 kwintal lebih. Jika Mbak Novi berminat, bisa disulingkan di alat saya yang kecil (bahan baku sekitar 3 kg daun basah) lalu dianalisis menggunakan GC-MS di lab-lab professional untuk mengetahui komposisi minyak kemangi yang dihasilkan tersebut. Biaya analisis menggunakan GC-MS di salah satu lab di Bandung dimana saya biasa lakukan analisis sekitar Rp 200.000 / sampel minyak. Jika Mbak Novi ingin melakukan sendiri bisa saja, hanya harus punya alat sulingnya.

Demikian, semoga bisa membantu.
-ferry-

Tanggapan Novi :
Dear Mas Ferry
Terimakasih sekali untuk jawabannya mengenai minyak
atsiri dari kemangi dan untuk alamat journalnya.
Informasinya sangat membantu saya.
Karena terus terang saya kurang mendapatkan banyak
informasi tentang minyak atsiri dan pemanfaatannya di
Indonesia, terutama minyak atsiri yang berasal dari
Indonesia (asli Indonesia). Saya tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pestisida nabati dengan
bahan dasar tanaman asli Indonesia.
Semoga mas Ferry tidak keberatan dan masih mau
menjawab jika saya masih sering mengirimkan email
untuk bertanya.

Salam,
Novi
Dear Mas Ferry
Mas Ferry ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan:
1. jika akan melakukan penyulingan, agar memperoleh
hasil yang baik (kadar minyak atsirinya) dan jumlah
yang tidak sedikit lebih baik menggunakan bahan basah
atau kering?
2. Bagaimana cara pengeringan yang tidak menyebabkan
senyawa atau bahan aktif dalam bahan tidak hilang?
apakah pengeringan di bawah sinar matahari langsung
dapat menyebabkan rusak atau hasil penyulingan tidak
baik?

Terimakasih sebelumnya,

salam

novi

Jawaban ferry :

Mbak Novi...
Dari literatur yang saya baca mengenai minyak kemangi,
pengeringan dilakukan dengan cara "kering angin" alias tidak langsung
dijemur di atas sinar matahari. Dengan cara seperti itu, rendemen yang
dihasilkan sekitar 0.4%. Mengenai kepastiannya, saya sendiri belum
pernah melakukan kajian untuk pengaruh kadar air bahan kemangi terhadap
rendemen minyaknya. Mungkin akan saya coba nanti untuk iseng-iseng.

Beberapa
minyak tertentu (dari daun2an), pengeringan dalam sinar matahari akan
mengakibatkan penurunan rendemen jika dilihat dari basis basahnya.
Misalnya sereh dapur dan sereh wangi. Malah untuk kedua daun ini
biasanya disuling dalam keadaan segar. Kalau daun nilam, biasanya ada
kering angin dan kering matahari. Misalnya : 6 jam kering matahari lalu
dikering anginkan selama 3-4 hari.

-ferry-


Minyak daun jeruk purut


















Question from Nita


Ass,
kebetulan saya sedang mengerjakan tugas akhir yang berjudul "pengaruh metode pengambilan minyak atsiri dari daun jeruk purut terhadap kandungan sitronellal dan geraniol". Nah yang igin saya tanyakan apakah hasil dari percobaan ini sesuai dengan standar export karena saya sudah cari2 tapi tidak ada standar exportnya.Bagaimana tanggapan anda terhadap hasil percobaan ini. Berikut akan saya kirimkan data dari percobaan saya. dan saya minta tolong kapada anda supaya membalas email ini diblog anda (setidaknya tampilin di blog anda) karena dosen saya ingin bukti klo ada tenggapan dari orang lain (terutama anda yang pakar dlam bidang ini) terhadap hasil percobaan ini. Sebelumnya terima kasih banyak.
Wass.

Jawaban Ferry :

Dear Nita....
Minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix) dalam perdagangan internasional disebut sebagai kaffir lime oil (dari Indonesia --> kalau afrika (combava petitgrain oil) memang tidak ada standar ekpornya di Indonesia, khususnya SNI (Standar Nasional Indonesia). Sehingga untuk menentukan kualitasnya sangat sulit. Beberapa komoditas atsiri memang sudah ada SNInya (minyak pala, nilam, jahe, kemukus, sereh wangi, akar wangi, kayu putih, cengkeh, dll), tetapi karena mungkin perdagangan kaffir lime oil cukup terbatas dan sifatnya insidental maka SNInya juga belum ada.
Indonesia memang tercatat sebagai produsen kaffir lime oil, bahkan saya pernah juga menyulingnya secara komersial tetapi permintaannya sangat terbatas sehingga saya menyuling kalau ada pesanan dari eksportir saja. Dan mereka tidak mensyaratkan standar macam2. Tapi, saya yakin market minyak jeruk purut ini masih cukup terbuka kalau anda rajin-rajin mencari pasar sendiri.

BTW, saya lihat dari hasil penelitian anda kok sitronellalnya rendah sekali ya. Saya pernah dapatkan itu sitronellanya 76,7%. Karena kaffir lime oil memang salah satu minyak dengan komponen tertinggi sitronellal (selain minyak sereh wangi/citronellal oil). Ada yg pernah mengatakan bahwa kadar sitronellal-nya harus di atas 70% tetapi itu hanya standar di kalangan trader saja. Untuk resminya saya juga blm paham. Misalnya : dalam SNI tidak dinyatakan secara jelas bahwa kadar Patchouly alkohol (PA) dalam minyak nilam harus di atas 30% tetapi kalangan pedagang selalu menerapkan standar ini ketika memperjualbelikan minyak nilam. Jika PA-nya dibawah 30 maka tentunya harganya lebih rendah dibandingkan yang PA-nya di atas 30%. Atau misalnya minyak pala yang mensyaratkan kadar miristisin-nya di asts 10%.

Kalau saya boleh tahu, daun jeruk purutnya disuling basah/kering? Kalau kering, berapa kadar airnya atau berapa %penyusutannya dari keadaan basah. Ini yang disuling daun jeruk purut yang seperti angka delapan kan?

Saya tampilkan adalah harga kaffir lime oil asal Indonesia sekitar setengah tahun yang lalu. Itu sebesarnya harga yang cukup rendah karena sebelum2nya bisa mencapai 90 - 100 US$/kg skala bulk. Dan harga itu di luar negeri, kalau harga lokal (misalnya dijual ke eksportir), ya pastinya di bawah nilai itu.


Pertanyaan Arwin :
Dear A.D.A. Feryanto, salam kenal. Saya arwin mahasiswa tingkat 4-chemical engineering-UNPAR. Saya melihat blog anda sangat menarik bagi saya, dimana penelitian saya mengenai "pengaruh massa dan laju alir uap dalam distilasi uap terhadap perolehan minyak atsiri daun jeruk purut". saya ingin bertanya mengenai minyak atsiri daun jeruk purut.
1. Apakah kelebihan&kerugian dari distilasi uap, distilasi fraksionisasi, distilasi vakum terhadap perolehan minyak atsiri daun jeruk purut? Adakah syarat-syarat tertentu berkenaan dengan bahan yang akan didistilasi dari penggunaan tiap-tiap metode distilasi tersebut?
2. Buku atau literatur dari mana yang harus saya ketahui berkenaan dengan judul penelitian saya?
3. Apa kegunaan dari minyak atsiri daun jeruk purut, apakah minyak atsiri daun jeruk purut banyak dikenal hingga ke mancanegara? jika ya, dikenal dengan nama apa minyak atsiri daun jeruk purut?
4. Senyawa utama apa saja yang menjadi patokan agar minyak atsiri daun jeruk purut dapat dikatakan baik ?
sekian, trima kasih.
Best Regards,
Jawaban ferry :
Dear Arwin...
Langung saja ya...
1. Arwin, untuk penjelasan no 1 sebaiknya anda mengulas lebih lanjut pengertian masing-masing proses yang disebutkan itu supaya tidak rancu. Saya rekomendasikan untuk membaca buku-buku tentang minyak atsiri di bawah ini untuk memberikan pemahaman lebih lanjut perihal apa itu distilasi uap, fraksionasi, dan dan distilasi vakum.
2. Tidak ada buku yang secara spesifik membahas tentang penyulingan jeruk purut, kecuali anda mencarinya ke berbagai perpustakaan di kampus-kampus untuk mencari laporan penelitian/skripsi yang berkaitan dengan judul anda. Tetapi buku yang banyak mengulas tentang teknik penyulingan misalnya :
- Ernest Guenther "The Essential Oil Vol. 1" yang terjemahannya juga sudah ada dengan judul "Minyak atsiri Vol. 1"
- S Ketaren "Pengantar Teknologi Minyak Atsiri"
3. Dalam perdagangan international, minyak jeruk purut dikenal dengan nama "kaffir lime oil". Kegunaannya sama seperti pada umumnya minyak atsiri, yaitu flavor and fragrance.
4. Silakan baca kembali ulasan saya di blog mengenai minyak jeruk purut.
Semoga berkenan,

-ferry-

Pertanyaan Kurnia:
Pa kabar mas ferry,
saya ingin bertanya tentang peluang bisnis daun jeruk karena di daerah saya (batusangkar - sumatera barat) mulai banyak petani yg menanam daun jeruk.(jenis daun jeruk di kampung saya seperti angka delapan). Ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan :
1. mana yg lebih menguntungkan? menjual daun atau menjual minyaknya
2. berapa harga daun jeruk purut per kg? (di desa saya di beli tengkulak Rp.6000-Rp.7000 per kg)
3. berapa Kg daun diperlukan untuk menghasilkan 1 kg minyak atsirinya?
4. kemana pemasaran daun jeruk purut tersebut?
terima kasih atas jawabannya
Jawaban Ferry:
Dear Mas Kurnia…
Minyak daun jeruk purut itu belum termasuk jenis minyak atsiri yang belum familiar di Indonesia seperti nilam, pala, cengkeh, akar wangi, jahe yang pasarnya sudah stabil dan rutin baik dari tingkat pedagang pengumpul, agen, maupun eksportir. Tetapi jangan khawatir, pasar untuk minyak daun jeruk masih ada kok. Bisnis minyak atsiri kalau kita tidak terlibat langsung dan berkelana langsung untuk mencari pasar, alhasil tidak akan dapat menemukan market yang kita inginkan. Jadi ya memang harus punya sample minyaknya kemudian giat menghubungi para pelaku bisnis atsiri untuk mendapatkan pasar. Banyak tersedia di internet kok para pelaku bisnis atsiri itu. Ya itung2 sekalian melebarkan jaringan dan networking. Tetapi ya itu tadi, Mas Kurnia selayaknya sudah punya sample minyaknya. Dalam bisnis minyak atsiri (terutama minyak2 yang kurang familiar) sangat sulit untuk mendapatkan informasi pasar yang baik apabila kita memiliki sample produk yang akan ditawarkan.

Menurut saya harganya daunnya cukup mahal. Kalau benar harganya seperti yang Mas sebutkan itu, mungkin lebih baik menjual daunnya saja. Kami pernah menyuling minyak daun jeruk purut dan pada waktu itu (tahun 2004 atau 2005) saya mendapatkan dengan harga Rp 2000 – Rp 2500/kg di tempat penyulingan. Tingkat rendemen minyak sekitar 0,4 – 0,8% tergantung pada kualitas daun + batang2 yang terikut di dalamnya. Jadi bisa diestimasi berapa kira2 bahan baku yang diperlukan untuk mendapatkan 1 kg minyak atsirinya.

Demikian penjelasan saya. Semoga berkenan.
Salam,
-ferry-


Saturday, July 07, 2007

Menjernihkan Minyak Cengkeh Hitam

Pernah ada yang tanya begini sama saya....
Minyak cengkeh sebagian besar warnanya hitam (lihat gambar) karena disuling menggunakan ketel dari besi karbon biasa, begitu pula dengan kondensernya. Karena banyak terkontaminasi logam Fe dalam besi tersebut, makanya minyaknya jadi hitam. Sedikit saja (dalam takaran ppm) dalam minyak atsiri mengandung ion logam Fe, maka perubahan warna terjadi sangat signifikan. Terus bagaimana cara menjernihkannya??

Sebenarnya ada banyak cara yg intinya adalah bagaimana menarik (atau istilah kerennya meng-absorp) ion Fe tersebut dalam minyak, diantaranya :
- menambahkan bubuhan zat yg berfungsi chelating agent seperti asam sitrat, asam oksalat, EDTA, NTA, asam tartarat, dll) dengan konsentrasi tertentu.
- menambahkan adsorben2 komersial untuk mengikat Fe seperti karbon aktif, zeolit, atau bentonit aktif.

Gambar minyak cengkeh jernih di atas itu saya hasilkan dengan menambahkan bentonit aktif dari 5 - 15% ke dalam minyak cengkeh hitam, lalu dipanaskan sampai suhu sekitar 80-90 C dan diaduk selama 30 menit. Hasilnya kemudian disaring. Secara visual hasilnya seperti gambar di atas, kadar eugenol naik 2 - 3%. Tetapi minyak yang hilang sekitar 5 - 10% karena penguapan selama pemanasan dan penyaringan tidak sempurna sehingga sebagian minyak masih ada dalam bentonit. Jika harga minyak cengkeh jernih jauh di atas minyak cengkeh hitam, maka......... penjernihan minyak ini akan sangat memberikan nilam tambah yg cukup berarti. Tetapi jika tidak ada perubahan harga atau kenaikannya tidak signifikan. Ngapain gw capek-capek menjernihkan....hehe. Sebuah usaha perbaikan kualitas yang tidak dihargai sama sekali...:)

Nanti deh saya buatkan analisis ekonomi untuk penjernihan. Yang jelas, biaya pemanasannya bisa gratis lho. Lho kok bisa?? Kita coba terapkan konsep integrasi energi dalam industri kecil menengah, meskipun tambah sedikit biaya investasi. Eittss...... ngga cuma industri besar macam industri petrokimia aja yang menerapkan konsep ini. Industri kecil juga bisa kok...:).

Tanya minyak atsiri (teori)

Taken from : milis teknik-kimia@yahoogroups.com

Pertanyaan dari : pisctinxsy@yahoo. com

salam semuanya,
kebetulan saya lagi research mengenai minyak atsiri dari kayu manis
dan dari literatur yg saya baca dari buku ketaren mengatakan bahwa
"Lama perendaman kulit di dalam larutan garam dapur berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar minyak kayu manis yang diperoleh dari
penyulingan. Kadar minyak kulit kayu manis yang direndam dalam larutan
garam dapur lebih besar daripada kulit kayu manis tanpa perendaman.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena partikel garam yang
menempel pada permukaan kulit kayu manis, sehingga menyebabkan
kenaikan suhu pada proses penyulingan, dan sebagian oleoresin akan
tersuling. Faktor lain adalah pengaruh ion Na+ yang dapat mengikat
minyak dan menghambat proses penguapan."

mungkin temen2 (khususnya pak ferry yg ahli dl bidang essential oil)
bisa memberikan pencerahan mengenai argumen diatas????
sebelumnya terima kasih.

regards
martin (ms)

Jawaban Ferry :

Dear Martin...
Terima kasih untuk menyebut saya pakar....hehehe. Jadi terasa terbebani nih.

Kalau menurut saya, penambahan garam dan akhirnya menempel di permukaan kulit manis tidak berpengaruh terhadap perubahan suhu. Kenapa? Suhu di dalam penyulingan besar kecilnya tergantung pada temperatur steam yang digunakan. Kalau pakai steam 1 bar (jenuh) ya tentu saja suhunya sekitar 100oC, kalau 2 bar ya sekitar 121oC, dan seterusnya. Ngga mungkin khan kalau steamnya saja temperaturnya cuma, let's say 100oC tetapi di dalamnya terjadi kenaikan suhu katakanlah sampai 120oC. Salah-salah nanti menyalahi Hukum Termodinamika ke 2 ...hehe. Sama seperti kita mau memanaskan suatu aliran sampai suhu 120oC menggunakan steam jenuh 1 bar. Ya ngga akan mungkin terjadi kenaikan sampai 120oC.

Terus pengaruh ion Na+ yang mengikat minyak sehingga menghambat proses penguapan. lho kok bisa? Bukannya karena direndam oleh larutan garam maka rendemennya menjadi lebih baik? Itu artinya proses penguapan minyak tidak terhambat dong.

Lalu apa alasan yang lebih logis? Ini menurut logika saya, lho......
Perendaman kulit manis dalam larutan garam menyebabkan terjadinya proses difusi garam ke dalam dinding sel bahan tanaman (dalam hal ini kulit manis). Akibat adanya proses difusi ini, pori2 dinding sel akan membesar dan ada kemungkinan sedikit terpecah. Nah, minyak atsiri itu letaknya terjebak di dalam dinding sel tumbuhan (makanya kalau mau nyuling minyak atsiri dari rempah2 khususnya biasanya harus digerus dlu biar minyak atsiri cepat keluar dan rendemnenya baik). Pembesaran/pemecaha n pori2 tersebut akan mempermudah proses difusi uap air masuk ke dalam bahan tanaman sehingga proses hidrodifusi (konsep dasar pada penyulingan minyak atsiri) semakin cepat dan mudah. Dalam dunia penyulingan minyak atsiri dikenal prinsip distilasi tak saling larut. Mohon dibedakan dengan prinsip distilasi saling larut seperti distilasi etanol-air, metanol-air, etilen-propylen dll.
Pertanyaan mendasar, kalau kita nyuling minyak atsiri dengan uap 1 bar (100oC) sedangkan komponen2 di dalam minyak atsiri itu titik didihnya tingi-tinggi. paling rendah biasanya a-pinen, itupun titik didihnya sudah 156-157oC. Lho kok bisa minyak atsiri ikutan menguap?? Prinsip distilasi tak saling larut menjelaskan fenomena itu semua.

Apalagi aplikasi larutan NaCl ini dalam bidang minyak atsiri ini? Pernah jalan2 ke penyulingan minyak atsiri?? Coba perhatikan warna air kondensatnya? Putih kan? Itu karena ada sebagian minyak atsiri yang tersuspensi di dalam air. Penambahan garam dapat memperkecil kelarutan minyak di dalam air sehingga minyak yg tersusoensi itu dapat dipisahkan. Tetapi tidak banyak yg mengaplikasikan hal ini. Kemungkinan karena agak repot menampung kondesatnya yg sedemikian banyaknya, mencampurnya dengan garam, mengaduk2, lalu mendiamkannya dalam waktu cukup lama. Dan......dapat minyak hasil recovery-nya ngga seberapa.... hehe.

Mudah2an bisa jelas....
Mungkin ada sanggahan sehingga bisa menambah wacana diskusi kita.

salam,
-ferry-

Siapa yang mau menyuling minyak daun/pangkang cengkeh….?? (Bag. 1)

Kali ini saya pengen berceloteh sepotong-sepotong, ya. Mungkin akan ada sekitar 4 – 5 bagian. Warning…. tulisan ini tidak menggunakan bahan ilmiah dan Bahasa Indonesia sesuai EYD…hehe.

Apa syaratnya kalau mau menyuling daun cengkeh?

- Yang jelas ya....harus dekat dengan perkebunan cengkeh. Yah.... paling tidak dalam radius 15 km secara kumulasi terdapat sekitar 30-an ha tanaman cengkeh untuk menjamin produksi berlangsung secara kontinu karena bahan bakunya lancar. Daun cengkeh tidak mungkin diambil dari jarak jauh karena selain daunnya berharga murah, daun cengkeh juga bersifat kamba alias volume per satuan beratnya besar sekali. So....transportnya itu............nggak kuaaaaattt!!

- Menyediakan lahan sekitar 500 m2 untuk keperluan peralatan produksi, gudang minyak dan bahan baku, gudang kayu bakar, tempat duduk2 operatornya, kolam pendingin. Kalau bisa sih lahan produksinya itu di dekat sumber alir mengalir, misalnya saluran irigasi atau sungai/kali kecil supaya investasi untuk keperluan pendinginan tidak terlalu besar.

Gambaran ekonomi kasarnya gimana ya??

Mari kita bahas satu-satu dulu.

- harga daun cengkeh gugur itu bervariasi tergantung daerah, tetapi masih dalam kisaran Rp 300 – Rp 400 / kg. Sedangkan harga pangkang keringnya antara Rp 800 – Rp 1300 / kg.

- Rendemen daun cengkeh gugur kualitas baik bisa mencapai 2,5 – 3% (komersial). Kalau skala lab (kecil) saya pernah mencapai hampir 4% sih...hehe. Tapi kalau kualitas buruk, wah....bisa drop sampai cuma 1 – 1.5% saja. Kalau sudah gini,rugi deh bandar!! Sedangkan pangkangnya memiliki rendemen 4 – 6%.

- Harga minyak daun cengkeh di tingkat tengkulak/agen eksportir berada pada kisaran Rp 33.000 – Rp 38.000 / kg. Sedangkan minyak pangkangnya lebih tinggi Rp 3000 – Rp 5000 /kg dari minyak daunnya. Ini harga tergantung kadar eugenolnya juga, lho....:)

- Investasi?? Ini sebenarnya tergantung pada budjet yang dimiliki calon pengusaha, kapasitas produksi/bacth dan tingkat kemewahan pabrik penyulingannya....hehe. Kalau mau murah meriah, dengan dana 70-an juta bisa kok membuat penyulingan minyak cengkeh. Itu sudah termasuk alat-alat produksi, bangunan sederhana, tungku pembakaran, sistem pendinginan, sewa lahan, dan modal kerja selama 1 bulan. Tapi kalau mau lebih baik, bisa menyediakan dana di atas 100 juta . Bagaimana kalau cuma 50 juta? Mmmhh......bisa-bisa saja kok, tapi terpaksa kita harus berhitung-hitung utk efisiensi dan menerapkan kebijakan uang ketat....hehehe.

- Ini gambaran umum untuk biaya operasional : gaji operator per batch 2 – 3 orang dengan sistem borongan dengan biaya Rp 20.000 – Rp 35.000 /orang/batch. Bahan bakar (jika menggunakan kayu bakar) Rp 30.000 – Rp 70.000 /batch. Biaya listrik kita patok Rp 2000 / batch. Biaya lain-lain,misalnya komunikasi (Rp 100.000 / bulan), operasional kantor (Rp 50.000 /bulan, pemeliharaan alat (Rp 100.000 /bulan), transportasi/bhn bakar operasional kendaraan (Rp 500.000 – Rp 1.000.000 /bulan. Kalau yang ini tergantung tingkat mobilitas kendaraannya), gaji pengawas produksi (Rp 800.000 /bulan), biaya lain-lain (tak terduga) misalnya "dipalak" aparat (kelurahan, kepolisian, koramil, dll) dengan dalih macam-macam dan nyumbang ini dan itu utk keperluan warga setempat (Rp 150.000 /bulan). Hampir semua aspek biaya disebutkan pada rentang nominal tertentu karena memang tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya.

- Mau tahu analisis ekonomi lengkap ala perbankan dan studi kasus keekonomian sebuah penyulingan minyak cengkeh? Tunggu ya bagian-bagian tulisan ini selanjutnya.

Bersambung ya.........:)

Next akan kita bahas sistem produksi dan mekanisme penyediaan bahan baku.